Tuesday, December 22, 2009

P3B antara Indonesia dengan Romania

PERSETUJUAN ANTARA
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DENGAN
PEMERINTAH ROMANIA

MENGENAI
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK ATAS PENGHASILAN

Pasal 1
ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN INI

Pensetujuan ini berlaku terhadap orang atau badan yang merupakan penduduk salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan.

Pasal 2
PAJAK-PAJAK YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN INI

  1. Persetujuan ini berlaku terhadap pajak-pajak atas Penghasilan yang dikenakan oleh masing-masing Negara pihak pada Persetujuan, unit administrasi teritorial atau pemerintah daerahnya tanpa mernperhatikan cara pemungutan pajak-pajak tersebut.

  2. Yang dimaksud dengan pajak-pajak atas penghasilan adalah semua pajak yang dikenakan atas seluruh penghasilan atau atas unsur-unsur penghasilan, termasuk pajak-pajak atas keuntungan yang diperoleh dari pengalihan harta gerak atau harta tidak bergerak.

  3. Pajak-pajak yang berlaku menurut Persetujuan ini, knususnya adalah:

    (a)

    Dalam hal Indonesia
    pajak penghasilan yang dikenakan berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasllan 1984 (Undang-undang No.7 Tahun 1983),

    (selanjutnya disebut "pajak Indonesia").

    (b)

    Dalam hal Rornania:
    - Pajak atas penghasilan yang diperolen perorangan;
    - pajak atas gaji, upah dan penghasilan sejenis lainnya;
    - pajak atas keuntungan badan dan badan hukum;
    - pajak atas penghasiIan dari kegiatan pertanian,
    (selanjutnya disebut "pajak Romania").

  4. Persetujuan ini berlaku pula bagi setiap pajak yang serupa atau pada hakekatnya sejenis terhadap penghasilan yang dikenakan setelah tanggal penandatanganan Persetujuan ini sebagai tambahan terhadap ataupun sebagai pengganti dari pajak-pajak yang dimaksud dalam ayat 3. Pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan akan memberitahukan satu sama lain setiap perubahan penting yang terjadi dalam perundang-undangan pajak masing-masing.

Pasal 3
PENGERTIAN-PENGERTIAN UMUM

  1. Kecuali jika dari hubungan kalimat diartikan lain, maka yang dimaksud dalam persetujuan ini dengan:

    (a)

    istilah "Negara pihak pada Persetujuan" dan "Negara pihak lainnya pada Pensetujuan" berarti, Romania atau Indonesia sesuai dengan hubungan kalimatnya:

    (i)

    istilah "Indonesia" meliputi wilayah Republik Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam perundang-undangannya dan daerah sekitamya di mana Republik Indonesia memiliki kedaulatan atau yurisdiksi sesual dengan ketentuan-ketentuan di dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1982;

    (ii)

    istilah "Romania" berarti Romania dan secara geografis digunakan menunjukkan wilayah Romania termasuk wilayah laut demikian juga zona ekonomi ekslif dan landas kontinen di mana Romania memiliki hak kedaulatan, sesuai dengan undang-undang dalam negerinya dan berdasarkan hukurn internasional, sehubungan dengan eksplorasi dan ekspioitasi dan sumber-sumber alam, makhluk hidup dan sumber-sumber mineral yang terdapat di dalam laut, dasar laut dan di bawah tanah dan perairan tersebut.

    (b)

    istilah "orang dan badan" meliputi orang pnbadi, perseroan dan setiap kumpulan lain dari orang-orang atau badan-badan;

    (c)

    istilah "perseroan" berarti setiap badan hukum atau setiap kesatuan hukum yang untuk tujuan pemungutan pajak diperlakukan sebagai suatu badan hukum;

    (d)

    istilah "perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan" dan "perusahaan dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan" berarti berturut-turut setiap perusahaan yang dijalankan oleh seorang penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan setiap perusahaan yang dijalankan oleh penduduk Negara pihak Iainnya pada Persetujuan;

    (e)

    istilah "lalu lintas international" berarti setiap pengangkutan oleh kapal laut atau pesawat udara yang digunakan oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, kecuali apabila kapal laut dan pesawat udara tersebut semata-mata digunakan antara tempat-tempat yang berada di Negara pihak lainnya pada Persetujuan.

    (f)

    istilah "pejabat yang berwenang" berarti

    (i)

    di Indonesia;
    Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah;

    (ii)

    di Romania
    Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah.

    (g)

    istilah "warga negara" berarti

    (i)

    setiap orang pribadi yang memiliki kewarganegaraan suatu Negara pihak pada Persetujuan;

    (ii)

    setiap badan hukum, kesatuan usaha lainnya yang memperoleh statusnya berdasarkan hukum yang berlaku di suatu Negara pihak pada Persetujuan.

  2. Sehubungan dengan penerapan Persetujuan ini oleh salah satu Negara pihak pada Persetujuan, setiap istilah yang tidak dirumuskan, kecuali jika dari hubungan kalimatnya.harus diartikan lain, akan mempunyai arti menurut perundang-undangan Negara pihak pada Persetujuan itu sepanjang mengenai pajak-pajak yang ditentukan dalam Persetujuan ini.

Pasal 4
DOMISILI FISKAL

  1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan" berarti setiap orang dan badan yang berdasarkan perundang-undangan di Negara tersebut dapat dikenakan pajak berdasarkan domisilinya, tempat kediamannya, tempat kedudukan manajemennya ataupun kriteria lain yang sifatnya serupa.

  2. Jika seorang berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1 merupakan penduduk di kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka statusnya akan ditentukan sebagai berikut:

    (a)

    dia akan dianggap sebagal penduduk Negara di mana ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya. Apabila Ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di kedua Negara, Ia akan dianggap sebagal penduduk Negara di mana Ia mempunyai hubungan prihadi dan hubungan ekonomi yang lebih erat (pusat kepentingan-kepentingan pokok);

    (b)

    jika Negara di mana ia mempunyal pusat kepentingankepentingan pokoknya tidak dapat ditentukan, atau jika Ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di kedua Negara, ia akan dianggap sebagai penduduk di salah satu Negara di mana ia menurut kebiasaannya berdiam;

    (c)

    jika ia mempunyai tempat di mana ia biasanya berdiam di kedua Negara, atau tidak mempunyainya dikedua negara tersebut, maka pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan akan menyelesaikan persoalan tersebut melalui persetujuan bersama.

  3. Jika berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1, suatu badan mempunyai tempat kedudukan di kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada persetujuan akan menyelesaikan masalahnya melalui persetujuan bersama.

Pasal 5
BENTUK USAHA TETAP

  1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "bentuk usaha tetap" berarti suatu tempat usaha tetap di mana seluruh atau sebagian usaha suatu penisahaan dijalankan.

  2. Istilah "bentuk usaha tetap" terutama meliputi:

    (a) Suatu tempat kedudukan manajemen;
    (b) suatu cabang;
    (c) suatu kantor;
    (d) suatu pabrik;
    (e) suatu tempat kerja;
    (f)

    suatu tambang, suatu sumur minyak atau gas, tempat pengoalian atau tempat lain untuk pengambilan sumber daya alam.

  3. Pengertian "bentuk usaha tetap" meliputi pula:

    (a)

    Suatu lokasi bangunan atau konstruksi, perakitan atau proyek instalasi atau kegiatan pengawasan yang berhubungan dengan itu asalkan proyek atau kegiatan semacam itu berlangsung dalam suatu masa yang melebihi enam bulan;

    (b)

    Pemberian jasa-jasa termasuk jasa konsultasi yang dilakukan oleh suatu perusahaan melalul karyawannya atau orang lain yang dipekerjakan oleh perusahaan tersebut asalkan kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan (untuk proyek yang sama atau ada kaitannya) disuatu negara dalam masa atau masa-masa yang berjumlah lebih dari empat bulan dalam jangka waktu dua belas bulan dihitung sejak hari pertama jasa diberikan.

  4. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dari Pasal ini istilah "bentuk usaha tetap" tidak dianggap meliputi:

    (a)

    penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata untuk maksud menyimpan, memamerkan atau pengiriman secara tidak teratur barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan;

    (b)

    pengurusan persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan yang semata-mata ditujukan untuk penyimpangan, pameran atau pengiriman secara tidak teratur;

    (c)

    pengurusan persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan yang semata-mata ditujukan untuk diolah oleh perusahaan lainnya;

    (d)

    pengurusan suatu tempat usaha yang semata-mata ditujukan untuk pembelian barang-barang atau barang dagangan, atau untuk pengumpulan keterangan untuk kepentingan perusahaan;

    (e)

    penjualan barang-barang pameran milik perusahaan yang dilakukan setelah pekan raya atau pameran yang sifatnya tidak tetap ditutup;

    (f)

    pengurusan suatu tempat usaha semata-mata untuk tujuan periklanan, untuk pengumpulan keterangan, untuk melakukan penelitian ilmiah ataupun untuk kegiatan-kegiatan serupa yang bersifat persiapan atau penunjang bagi kepentingan penssahaan.

  5. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 jika orang dan badan - selain dari agen yang bertindak bebas dimana ketentuan ayat 7 berlaku- bertindak di Negara pihak, pada Persetujuan atas nama perusahaan di Negara pihak iainnya pada Persetujuan, maka perusahaan tersebut akan dianggap mempunyal bentuk usaha tetap di negara yang disebut pertama atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang dan badan tersebut untuk kepentingan perusahaan, jika orang atau badan tensebut:

    (a)

    mempunyal dan biasa melakukan di Negara yang disebut pertama untuk menutup kontrak-kontrak atas nama perusahaan, kecuali jika kegiatan orang dan badan itu hanya terbatas pada hal-hal yang diatur dalam ayat 4, yang meskipun dilakukan melalui suatu tempat usaha tidak akan menjadikan tempat itu suatu bentuk usaha tetap berdasarkan ketentuan dalam ayat tersebut; atau

    (b)

    tidak memiliki kuasa semacam itu, tetapi mempunyai kebiasaan mengurus pensediaan barang-barang atau barang dagangan di Negara yang disebut pertama dan secara teratur menyerahkan barang-barang atau barang dagangan itu atas nama perusahaan yang diwakilinya.

  6. Suatu perusahaan asuransi dari Negara pihak pada Persetujuan, kecuali dalam hal reasuransi, akan dianggap mempunyal bentuk usaha tetap di Negara pihak Iainnya jika perusahaan tersebut memungut premi di negara Iainnya atau menanggung resiko yang terjadi di sana melalui seorang pegawai atau melalui wakilnya yang bukan merupakan agen yang berdiri sendiri sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 7.

  7. Suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan tidak akan dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak Iainnya pada Persetujuan hanya karena perusahaan itu menjalankan usahanya di Negara lainnya itu melalui makelar, agen komisioner umum ataupun agen Iainnya yang bertindak bebas sepanjang mereka bertindak dalam rangka kegiatan usahanya. Namun demikian, apabila kegiatankegiatan agen tesebut seluruhnya atau hampir seluruhnya dilakukan atas nama perusahaan tersebut maka ia tidak akan dianggap sebaga agen yang berdiri sendiri dalam pengertian ayat ini.

  8. Jika suatu perseroan yang merupakan penduduk suatu Negara pihak menguasai atau dikuasai oleh suatu perseroan yang merupakan penduduk Negara pihak lainnya, atau yang menjalankan usaha di negara Iainnya itu (baik melalui suatu bentuk usaha tetap ataupun dengan cara Iainnya), maka hal itu tidak dengan sendirtnya berakibat bahwa salah satu dari perseroan itu merupakan suatu bentuk usaha tetap dari yang lainnya.

Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TAK GERAK

  1. Penghasilan yang diperoleh dart harta tak gerak, termasuk penghasilan dari pertanian atau kehutanan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana harta tersebut berada.

  2. Isilah "harta tak gerak" akan mempunyai arti menurut perundang-undangan Negara pihak pada Persetujuan di mana harta yang bensangkutan berada. Istilah tersebut meliputi pula benda-benda yang menyertai harta tak gerak, temak dan peralatan yang digunakan dalam usaha pertanian dan kehutanan, hak-hak terhadap mana ketentuan-ketentuan hukum umum mengenai tanah tersebut bertaku, hak memungut hasil atas harta tak gerak, dan hak atas pembayaran-pembayaran tetap maupun tidak tetap (variabel) sebagal balas jasa untuk pekerjaan atau hak untuk mengerjakan bahan-bahan galian, sumber-sumber ataupun sumber daya alam lainnya; kapal laut, perahu dan pesawat udara tidak dianggap sebagal harta tak gerak.

  3. Ketentuan-ketentuan ayat 1 berlaku juga ternadap penghasilan yang diperoleh dari penggunaan secara langsung, dan penyewaan atau penggunaan secara lain atas harta tak gerak dalam bentuk apapun.

  4. Ketetuan-ketentuan ayat 1 dan 3 berlaku pula terhadap penghasilan dari harta tak gerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan dari harta tak gerak yang dipergunakan untuk menjalankan pekerjaan hebas

Pasal 7
LABA USAHA

  1. Laba perusahaan dart suatu Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali jika perusahaan tersebut menjaiankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap. Apabila perusahaan itu menjalankan usaha seperti dimaksud di atas, maka laba perusahaan itu dapat dikenakan pajak di negara lainnya tetapi hanya sebesar bagian laba yang dianggap berasal dari (a) bentuk usaha tetap; (b) penjualan barangbarang dagangan di negara lainnya itu, yang jenisnya sama atau serupa seperti yang dijual melalui bentuk usaha tetap tersebut; atau (c) kegiatan usaha Iainnya yang dilakukan di negara lain yang jenisnya sama atau serupa seperti yang dilakukan melalui bentuk usaha tesebut. Ketentuan-ketentuan dart sub ayat b dan C di atas tidak akan bertaku apabila perusahaan dapat membuktikan bahwa penjualan atau kegiatan-kegiatan tensebut adalah bagian dan orang atau badan usaha lainnya selain dari bentuk usaha tetap.

  2. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 3, jika suatu perusahaan dart Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui bentuk usaha tetap yang berada di sana, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap di masing-masing negara pihak pada Persetujuan ialah laba yang dianggap berasal dari bentuk usaha tetap tersebut, seandainya bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan lain yang terpisah dan berdiri sendiri yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau sejenis dalam keadaan yang sama atau serupa dan mengadakan hubungan dalam keadaan sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang mernpunyai bentuk usaha tetap itu.

  3. Dalam menentukan besamya laba suatu bentuk usaha tetap dapat dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan. Untuk kepentingan bentuk usaha tetap itu termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-biaya administrasi umum baik yang dikeluarkan di Negara di mana bentuk usaha tetap itu berada ataupun di tempat lain. Namun demikian, tidak diperkenankan untuk dikurangkan ialah pembayaranpebayaran yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap sejumlah kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor-pusatnya (selain dan penggantian biaya yang benar-benar dikeluarkan) berupa royalti, biaya atau pembayaran serupa lainnya karena penggunaan paten atau hak-hak lain atau berupa komisi, untuk jasa-jasa khusus yang dilakukan atau untuk manajemen atau kecuali dalam usaha perbankan berupa bunga atas uang yang dipinjamkan kepada bentuk usaha tetap. Sebaliknya tidak akan diperhitungkan sebagai aba bentuk usaha tetap sejumlah pembebanan yang dikenakan bentuk usaha tetap terhadap kantor pusat atau kantor-kantor lain milik kantor pusat (selain penggantian biaya yang benar-benar dikeluarkan) berupa royalti, komisi atau pembayaran serupa lainnya karena penggunaan paten atau hak-hak lain, atan berupa kornisi pelaksanaan jasa-jasa tertentu atau untuk pimpinan, kecuali dalam hal perusahaan perbankan berupa bunga atas pinjaman uang kepada kantor pusat atan kantor-kantor lain milik kantor pusat.

  4. Untuk penerapan ayat-ayat sebelumnya, besarnya laba yang diangap berasal dart bentuk usaha tetap akan ditentukan dengan cara yang sama dari tahun ke tahun kecuali terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan hal yang menyimpang.

  5. Pembelian barang-barang atan barang dagangan yang semata-mata dilakukan oleh bentuk usaha tetap untuk perusahaan tidak akan dianggap menimbulkan laba untuk bentuk usaha tetap tersebut.

  6. Jika di dalam jumlah laba terdapat penghasilan-penghasilan lain yang diatur secara tersendiri pada Pasal-Pasal lain dan Persetujuan ini, maka ketentuan-ketentuan di dalam Pasal-Pasal tersebut tidak akan dipengaruhi oleh ketentuan-ketentuan di dalam Pasal ini.

Pasal 8
PENGANGKUTAN LAUT DAN UDARA

  1. Laba yang berasal dart sumber di suatu Negara pihak pada Persetujuan dan diperoleh oleh perusahaan dan suatu Negara pihak lainnya pada Persetujuan dari pengoperasian kapal-kapal laut dalam jalur lalu-lintas Intemasional dapat dikenakan pajak di Negara yang diseburkan pertama, tetapi pajak yang dikenakan tersebut harus dikurangi dengan suatu jumlah yang besarnya adalah 50 persen, dan pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 2 persen dart jumlah kotor dari ongkos angkut.

  2. Laba dari pengoperasian pesawat udara dalam jalur lalu-Iintas internasional hanya dapat dikenakan pajak di Negana pihak pada Persetujuan di mana perusahaan yang mengoperasikan pesawat udara tersebut berkedudukan.

  3. Ketentuan-ketentuan dan ayat 1 dan 2 berlaku pula bagi laba yang di peroleh dari penyertaan dalam suatu gabungan perusahaan-perusahaan usaha kerjasama atau dalam perwakilan usaha intemasional.

  4. Menyimpang dari. ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 2 dan Pasa ini atau dan Pasal 7 Laba yang diperoleh dan pengopenasian kapal laut atau pesawat udara yang digunakan semata-mata di antara tempat-tempat di Negara pihak pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di. Negara itu.

Pasal 9
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA

Apabila :

(a)

Suatu perusahaan dan suatu Negara pihak pada Persetujuan baik secara Iangsung maupun tidak Iangsung turut serta dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan dah Negara pihak pada Persetujuan lainnya, atau

(b)

Orang dan badan yang sama baik secana langsung ataupun tidak Iangsung turut serta dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan di Negana pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan dan Negana pihak lainnya pada Persetujuan, dan dalam kedua hal itu antara kedua perusahaan dimaksud dalam hubungan dagangnya atau hubungan keuangannya diadakan atau ditetapkan syarat-syarat yang menyimpang dan yang Iazimnya berlaku antara perusahaan-perusahaan yang sama sekali bebas satu sama lain, maka setiap satu keuntungan yang seharusnya diterima oleh salah satu perusahaan jika syarat-syarat itu tidak ada, namun tidak diterimanya karena adanya syarat-syarat tersebut, dapat ditambahkan pada laba perusahaan itu dan dikenakan pajak.

Pasal 10
DIVIDEN

  1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negana pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negana pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negana lainnya itu.

  2. Namun demikian, dividen tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana perseroan yang membayarkan dividen itu berkedudukan dan sesuai dengan perundang-undangan di Negara tersebut, tetapi apabila penerima adalah pemilik saham yang menikmati dividen tersebut, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi :

    (a)

    12,5 persen dan jumlah kotor dividen, jika penerima dividen adalah suatu perseroan yang memiliki secara langsung sekurang-kurangnya 25 persen dan modal perseroan yang membayarkan dividen itu;

    (b)

    dalam hal lainnya, 15 persen dari jumlah kotor dividen.

    Ketentuan-ketentuan dalam ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak terhadap perseroan atas laba yang menjadi dasar pembayanan dividen.

  3. Istilah "dividen" yang dipergunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dan saham-saham, "jouissance", atau hak-hak "joulssance", saham-saham pertambangan, saham-saham pendiri atau hak-hak lainnya, yang bukan merupakan surat tagihan piutang, namun berhak atas pembagian laba, demikian pula penghasilan dan hak-hak perseroan lainnya yang dalam pengenaan pajaknya diperlakukan sebagai penghasilan dan saham-saham oleh undangundang perpajakan di Negana di mana perseroan yang melakukan pembagian laba itu berkedudukan.

  4. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila pemilik saham yang menikmati dividen yang berkedudukan di suatu Negana pihak pada Persetujuan mempunyai suatu bentuk usaha tetap atau suatu tempat tetap di Negara pihak lainnya pada Persetujuan di mana pembayar dividen berkedudukan dan pemilikan saham-saham yang menghasilkan dividen itu mepunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 15.

  5. Apabila suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan memperoleh laba atau penghasilan dan Negara pihak lainnya pada Persetujuan, maka Negara lainnya itu tidak boleh mengenakan pajak apapun atas dividen yang dibayarkan oleh perseroan tersebut, kecuali apabila dividen itu dibayarkan kepada penduduk Negana lainnya atau apabila penguasaan saham yang menghasilkan dividen itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap yang berada di Negara lainnya itu, demikian pula tidak boleh mengenakan pajak atas laba perseroan yang belum dibagikan, sekalipun jika dividen yang dibayarkan ataupun laba yang belum dibagikan terdiri seluruh atau sebagian dan laba atau penghasilan yang benasal dan Negara lainnya itu.

  6. Menyimpang dan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini, apabila suatu perseroan yang merupakan penduduk suatu Negana pihak pada Persetujuan mempunyai bentuk usaha tetap di Negana pihak lainnya pada Persetujuan, maka laba bentuk usaha tetap ini dapat dikenakan pajak tambahan di Negana lainnya itu, tetapi tarip pajak tambahan yang dikenakan tersebut tidak akan melebihi 12,5 persen dan jumlah laba setelah dikurangi pajak penghasilan dan pajak-pajak lainnya atas penghasilan yang dikenakan di Negara lain tersebut.

Pasal 11
BUNGA

  1. Bunga yang benasal dan suatu Negana pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negana pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negana lainnya itu.

  2. Namun demikian, bunga tersebut dapat pula dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana bunga itu timbul berdasarkan undang-undang di Negara itu, tapi apabila penerima bunga adalah pemberi pinjaman yang menikmati bunga tersebut, maka pajakyang dikenakan tidak akan melebihi 12,5 persen dan jumlah kotor bunga itu.

  3. Menyimpang dan ketentuan ayat 2 pada Pasal ini, bunga yang berasal dan Negara pihakpada Persetujuan akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara tersebut apabila :

    (a)

    pembayar bunga adalah Negara pihak pada Persetujuan suatu unit administrasi teritorial atau oleh pemerintah daerah atau

    (b)

    bunga itu dibayarkan kepada Negara pihak pada Persetujuan lainnya, Suatu unit administrasi teritorial, atau pemerintah daerah atau setiap lembaga keuangan yang dimiliki sepenuhnya oleh Negara pihak lainnya pada Persetujuan, atau unit administrasi teritorial atau pemerintah daenahnya; atau

    (c)

    bunga itu dibayar dalam hal Indonesia kepada Bank Indonesia (Bank Sentral Indonesia), dan dalam hal Romania kepada National Bank of Romania dan kepada Romanian Bank for Foreign Trade; atau

    (d)

    bunga itu dibayarkan kepada setiap lembaga-lembaga keuangan lainnya yang seluruhnya dimiliki oleh pemerintah dan Negara-negara pihak pada Persetujuan dalam hubungannya dengan pinjaman yang diadakan dalam melaksanakan suatu persetujuan yang disepakati oleh Pemerintah dari kedua Negara pihak pada Persetujuan.

  4. Istilah "bunga" yang digunakan dalam Pasal ini berarti penghasiIan dari semua jenis tagihan piutang, balk yang dijamin dengan hipotik atau tidak, baik yang mempunyal hak atas pembagian laba atau tidak, dan pada khususnya, penghasilan dari surat-surat berharga pemerintah dan penghasilan dari obligasi atau sunat-surat utang termasuk premi dan hadiah yang terikat pada obligasi maupun sunat-surat hutang tersebut, demikian pula penghasiIan yang dipersamakan dengan penghasilan yang diperoleh dari uang yang dipinjamkan berdasarkan undang-undang perpajakan dari Negara di mana penghasilan itu timbul termasuk bunga atas pembayaran untuk penjualan di muka. Denda yang dibebankan atas keterlambatan pembayaran-pembayaran pinjaman tidak boleh dianggap sebagal bunga untuk kepentingan Pasal ini.

  5. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila pemberi pinjaman yang menikmati bunga, yang menjadi penduduk Suatu Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak pada Persetujuan lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, atau menjalankan pekeraan bebas dan suatu tempat tetap yang berada di sana, dan tagihan piutang yang menghasilkan bunga itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut, atau dengan kegiatan usaha lainnya yang berhubungan dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya berlaku ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 atau Pasal 15.

  6. Bunga dianggap berasal di suatu Negara pihak pada Persetujuan apabila yang membayarkan bunga adalah Negara itu sendiri, unit administrasi tentorial, pemerintah daerah atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang dan badan yang membayarkan bunga, tanpa memandang apakah a menjadi penduduk Negara pihak pada Persetujuan ataupun tidak, memiliki bentuk usaha tetap atau tempat tetap dl suatu Negana pihak pada Persetujuan di mana bunga yang dihayarkan itu menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut, maka bunga itu dianggap berasal dan Negara di mana bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu berada.

  7. Apabila dikarenakan adanya hubungan istimewa antara pembayar dan penerima bunga atau antara kedua-duanya dan orang dan badan lainnya, dengan memperhatikan tagihan atas piutang yang menjadi dasar pembayaran bunga itu, jumlah bunga yang dibayarkan yang melebihi jumlah yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan penerima seandainya tidak ada hubungan istimewa semacam itu, maka ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini hanya beriaku terhadap jumlah bunga yang disebut terakhir. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayarannya itu akan tetap dikenakan pajak berdasarkan perundang-undangan di masing-masing negara dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan inii.

Pasal 12
KOMISI

  1. Komisi yang berasal dan suatu Negana pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negana pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu

  2. Namun demikian, komisi tersebut dapat pula dikenakan pajak di Negara pihak pada Pesetujuan di mana komisi itu berasal berdasarkan undang-undang di Negara itu tetapi apabila penenma komisi memperoleh hasil tesebut dan pemilik komisi, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10 persen dal jumlah kotor komisi tersebut.

  3. Istilah "komisi" yang digunakan dalam Pasal ini berarti pembayaran yang diberikan kepada makelar, komisioner atau orang lain yang oleh undang-undang perpajakan Negara pihak pada Persetujuan tempat timbulnya pembayaran tersebut dianggap sebagai makelar atau komisioner.

  4. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila pelaku kegiatan yang menimbulkan komisi itu, yang menjadi penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan, mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak Iainnya pada Persetujuan di mana komisi itu timbul, yang mempunyai hubungan yang efektif dengan kegiatan yang menimbulkan komisi tersebut. Dalam hal demikian berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7.

  5. Komisi dianggap timbul di suatu Negara pihak pada Persetujuan apabila yang membayarkan komisi itu adalah Negara itu sendiri, unit administrasi teritorial, pemerintan daerah atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang dan badan yang membayarkan komisi itu, apakah ia menjadi penduduk atau tidak menjadi penduduk Negana pihak pada Persetujuan, memiliki suato bentuk usaha tetap di Negara pihak pada Persetujuan dalam hubungan mana kegiatan-kegiatan yang menimbulkan pembayaran itu dilakukan, dan komisi itu menjadi beban bentuk usaha tetap tersebut, maka komisi itu dianggap timbul di Negara pihak pada Persetujuan di mana bentuk usaha tetap itu berada.

  6. Apabila karena hubungan istimewa antara pembayar dan pelaku kegiatan yang menimbulkan komisi atan antara kedua-duanya dengan orang dan badan lain, dengan memperhatikan kegiatan-kegiatan yang menimbulkan komisi tesebut, jumlah komisi yang dibayarkan itu melebihi jumlah yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan pelaku kegiatan yang menimbulkan komisi itu seandainya tidak ada hubungan istimewa semacam itu, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini hanya beriaku untuk jumlah yang disebut terakhir. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran itu akan tetap dikenakan pajak berdasarkan perundang-undangan di masing-masing Negara pihak pada Persetujuan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.

Pasal 13
ROYALTI

  1. Royalti yang berasal dan suatu Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu.

  2. Namun demikian, royalti itu dapat pula dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana royalti berasal, dan sesual dengan perundang-undangan Negara itu, tetapi apabila penerima royalti adalah pemilik hak yang menikmati royalti, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi

    (a)

    12,5 Persen dan jumlah kotor royalti tesebut, jika royalti tersebut terdiri dari pembayaran yang diterima sebagal balas jasa atas penggunaan atau hak untuk menggunakan setiap hak paten, merek dagang, pola atau model, perencanaan, resep atau cara pengolahan yang dirahasiakan, atau untuk infiormasi mengenai pengalaman di bidang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan, atau penggunaan atau hak menggunakan periengkapan industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan, film sinematognafi atan tape untuk televisi atau penyiaran.

    (b)

    15 persen dan jumlah kotor royalti, jika royalti tersebut terdiri dari pembayaran yang diterima sebagai balas jasa atau penggunaan atan hak untuk menggunakan, setiap hak cipta kesusasteraan, kesenian atau karya ilmiah.

  3. Istilah "royalti" yang digunakan dalam Pasal ini berarti semua bentuk pembayanan yang diterima sebagai balas jasa atas penggunaan, atau hak untuk menggunakan setiap hak cipta kesusasteraan, kesenian atau karya ilmiah termasuk film sinematognafi atau film atau tape untuk siaran radio atau televisi, setiap paten, merek dagang, pola atau model, perencanaan, resep atau cara pengolahan yang dirahasiakan, atau penggunaan ataupun hak untuk menggunakan alat-alat perlengkapan industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan, atau untuk informasi mengenai pengalaman di bidang industri, perdagangan atan ilmu pengetahuan.

  4. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 2 tidak beilaku apabila pernilik hak yang menjadi penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dimana royalti itu timbul melalui bentuk usaha tetap atau menjalankan pekerjaan bebas dari suatu tempat tetap yang berada di sana, dan hak atau milik yang menghasilkan royalti itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu, atau dengan kegiatan-kegiatan usaha lain yang behnubungan dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian tergantung pada masalahnya berlaku ketentuan-ketentuan pada Pasal 7atau Pasal 15.

  5. Royalti dianggap timbul di suatu, Negara pihak pada Persetujuan jika pembayar royalti adalah Negara itu sendiri, suatu unit administrasi teritorial, pemerintah daerahnya atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang dan badan yang membayarkan royalti itu, baik yang menjadi penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan ataupun tidak, mempunyai bentuk usaha tetap atau tempat tetap di Negara pihak lainnya pada Persetujuan di mana kewajiban membayar royalti itu timbul, dan royalti tersebut dibebankan kepada bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu, maka royalti tensebut dianggap timbul di negara di mana bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu berada.

  6. Apabila dikarenakan adanya suatu hubungan istimewa antara pembayar dan pemilik hak atau antara kedua-duanya dengan pihak ketiga lainnya dengan memperhatikan penggunaan hak atau informasi yang mengakibatkan pembayaran royalti itu, jumlahnya melebihi jumlah yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan yang memperoleh hasil dan hak yang dimilikinya itu seandainya hubungan istimewa itu tidak ada maka ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini hanya berlaku bagi jumlah royalti yang disebut terakhir. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini, akan tetap dikenakan pajak menurut undang-undang masing-masing Negara.

Pasal 14
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAH TANGANAN HARTA

  1. Keuntungan dan pemindahtanganan harta tak gerak sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 Pasal 6, dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Pensetujuan di mana harta tensebut berada.

  2. Keuntungan dan pemindahtanganan harta gerak yang merupakan bagian kekayaan suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan lain dan suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak Iainnya pada Persetujuan atau dan harta gerak milik suatu tempat tetap yang tersedia bagi penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan untuk maksud melakukan pekerjaan bebas, tennasuk keuntungan dan pemindahtanganan bentuk usaha tetap (tersendiri atau dengan seluruh perusahaan) atau dan pemindahtanganan tempat tetap dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu.

  3. Keuntungan yang diperoleh dan pemindahtanganan setiap harta selain dan yang dimaksudkan dalam ayat 1 dan 2 hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana yang memindahtangankan berkedudukan.

  4. Keuntungan yang diperoleh dan pemindahtanganan kapal laut atan pesawat udara yang beroperasi dalam jalur lalu lintas international dan dan harta gerak yang berkenaan dengan pengoperasian kapal laut atau pesawat udara tersebut, hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana perusahaan yang mengoperasikan kapal laut dan pesawat udara tersebut berkedudukan.

Pasal 15
PEKERJAAN BEBAS

  1. PenghasiIan yang diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan bebas yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan lainnya yang serupa, hanya akan dikenakan pajak di negara tersebut kecuali ia mempunyal suatu tempat tetap yang tersedia secara teratur baginya untuk menjalankan kegiatankegiatan di Negara pihak pada Persetujuan atau ia berada di Negara lainnya tersebut untuk suatu masa atau masa-masa yang jumlahnya melebihi 120 hari dalam masa 12 bulan, dihitung dari kedatangan hari pertama di salah satu Negara pihak pada Pensetujuan. Jika ia mempunyai tempat tetap atau berada di Negara lain itu untuk masa atau masa-masa seperti tersebut di atas, penghasilan dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tetapi hanya bagian penghasilan yang dianggap berasal dari tempat tetap tersebut atau yang diperoleh dari Negara lain tersebut selama masa atau masa-masa tersebut.

  2. Istilati "pekerjaan bebas" meliputi khususnya pekerjaan bebas di bidang ilmu pengetahuan kesusasteraan, kesenian, kegiatan pendidikan atau pengajaran, demikian juga pekerjaan-pekerjaan bebas oleh para dokter, ahli hukum, ahll tehnik, arsitek, dokter gigi dan akuntan.

Pasal 16
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA

  1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 17, 19, 20, 21 dan 22, gaji, upah dan balas jasa lain yang sejenis yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan karena suatu hubungan pekerjaan hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali jika hubungan pekerjaan itu dilakukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan. Dalam hal demikian, balas jasa yang diperoleh dan Negara lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.

  2. Menyimpang dan ketentuan-ketentuan ayat 1, balas jasa yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dan suatu hubungan kerja yang dilaksanakan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama apabila

    (a)

    penerima berada di Negara lainnya untuk masa atau masa-masa yang tidak melebihi jumlah 183 han dalam masa 12 bulan, dihitung sejak hari pertama kedatangannya di salah satu Negara pihak pada Persetujuan; dan

    (b)

    balas jasa itu dibayarkan oleh, atau atas nama pemberi kerja yang bukan penduduk Negara lain tersebut; dan

    (c)

    balas jasa Itu tidak menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap yang dimiliki oleh si pemberi kerja di Negara lainnya.

  3. Menyimpang dan ketentuan-ketentuan sebelumnya dalam Pasal ini, balas jasa yang diperoleh oleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan di atas kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas international oleh suatu perusahaan yang berkedudukan di Negara Pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.

Pasal 17
PENGHASILAN DIREKTUR

Penghasilan para Direktur dan pembayaran-pembayaran lain yang serupa yang diperoleh penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan dalam kedudukannya sebagai anggota dewan komisaris atan setiap badan lain yang serupa dan perusahaan sesuai undang-undang dalam negeri Negara tersebut, yang berkedudukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.

Pasal 18
SENIMAN DAN OLAHRAGAWAN

  1. Menyimpang dan ketentuan-ketentuan dan Pasal 15 dan 16, penghasilan yang diperoleh olehi penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan sebagai entertainer seperti artis teater film, radio atau televisi atau pemain musik atau sebagai olahragawan dan kegiatan-kegiatan perseorangan yang dilakukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.

  2. Apabila penghasilan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan perseorangan yang dilakukan oleh seorang entertainer atau olahragawan dalam kapasitasnya tersebut di atas dibayarkan tidak kepada entertainer atau olahragawan melainkan kepada orang dan badan lainnya, maka menyimpang dan ketentuan dalam Pasal-Pasal 7, 15 dan 16, penghasiIan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana dilakukan kegiatan-kegiatan dan entertainer atau olahragawan tersebut berlangsung.

  3. Penghasilan yang berasal dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka tukar-menukar kebudayaan yang dilakukan di bawah persetujuan kebudayaan yang diadakan antara kedua Negara pihak pada Persetujuan akan dibebaskan dari pajak.

Pasal 19
PENSIUN

  1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 20 Ayat 2, pensiun atau imbalan lain yang senupa yang dibayarkan kepada penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan dari sumber di Negara pihak lainnya pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa-jasa di masa lalu di Negara Pihak pada Persetujuan tersebut dan setiap pembayaran tahunan yang dibayarkan kepada penduduk tersebut di atas dari sumber tersebut di atas dapat dikenakan pajak di Negara lain itu.

  2. Istilah "tunjangan hari tua" berarti suatu jumlah tertentu yang dibayarkan secara berkala dalam waktu tertentu selama hidup atau selama suatu masa atau jangka waktu tertentu berdasarkan suatu kewajiban untuk melakukan pembayaran-pembayaran sebagai imbalan yang memadai dan penuh dalam bentuk uang atau yang dapat dinilai dengan uang.

Pasal 20
JABATAN DALAM PEMERINTAH

1. (a)

Imbalan, selain dan pensiun yang dibayarkan oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan, suatu unit administrasi tentorial atau pemerintah daerahnya kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikannya kepada Negara tersebut atau unit administrasi teritorialnya atau pemenntah daerahnya hanya dikenakan pajak di Negara itu.

(b)

Namun demikian imbalan tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak Iainnya pada Persetujuan, apabila jasa-jasa tersebut dilakukan di Negara lain itu dan orang pribadi tersebut adalah penduduk Negara itu yang

(i)

merupakan warga negara dan Negara tersebut; atau

(ii)

tidak menjadi penduduk Negara itu semata-mata hanya untuk maksud membenkan jasa-jasa tersebut.

2. (a)

Pensiun yang dibayarkan oleh atau dan dana-dana yang dibentuk oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan atan suatu unit administrasi teritonal atau pemerintah daerahnya kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara itu atau pemerintah daerahnya hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.

(b)

Namun demikian, pensiun tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan bilamana orang tersebut adalah penduduk dan warga negara dan Negara pihak lainnya tersebut.

3.

Ketentuan-ketentuan dalam Pasal-Pasal 16, 17 dan 19 akan berlaku terhadap imbalan dan pensiun berkenaan dengan jasa yang dibenkan sehubungan dengan usaha yang dijalankan oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan, unit administrasi teritorial atau pemerintah daerahnya.

Pasal 21
GURU DAN PENELITI

Profesor atau anggota staf pengajar atau staf peneliti lainnya yang melakukan kunjungan sementara ke suatu Negara pihak pada Persetujuan dengan tujuan semata-mata untuk mengajar atau melakukan penelitlan pada suatu universitas, akademi, sekolah atau lembaga pendidikan lainnya yang diakui oleh Pemerintah Negara pihak pada Persetujuan dan yang menjadi penduduk atau menjelang kunjungan tersebut adalah penduduk dan Negara pihak lainnya pada Persetujuan akan dibebaskan dan pajak di Negara yang disebut pertama dalam jangka waktu yang tidak melebihi 2 (dua) tahun sehubungan dengan imbalan yang diperoleh dari mengajar atau dari penelitian tersebut.

Pasal 22
SISWA

Pembayaran-pembayaran yang ditenma oleh siswa, pemagang atau peserta latihan di bidang usaha yang menjadi penduduk atan segera sebelum mengunjungi suatu Negara pihak pada Persetujuan merupakan penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan dan berada di Negara yang disebut pertama semata-mata dengan tujuan untuk mengikuti pendidikan atau latihan, tidak akan dikenakan pajak di Negara yang disebut penrama, sepanjang pembayaran yang diberikan kepadanya berasal dan sumber-sumber di luar Negara tersebut.

Pasal 23
PENGHASILAN LAINNYA

Jenis-jenis penghasilan yang diterima oleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan yang tidak secara tegas disebutkan dalam Pasal-Pasal terdahulu dalam Persetujuan ini hanya akan dikenakan pajak di Negara tempat timbulnya penghasilan itu.

Pasal 24
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

  1. Telah disetujui bahwa penghindaran pajak berganda akan dihindarkan sesuai dengan ayat yang tercantum dalam Pasal ini.

  2. Dalam hal Indonesia, apabila penduduk Indonesia memperoleh penghasiIan di Romania dan penghasiIan tersebut dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini, maka jumlah pajak atas penghasiIan yang dikenakan di Romania dapat dikurangkan dari pajak-pajak yang terpotong di Indonesia yang dikenakan atas penduduk tersebut Namun demikian pengurangan tersebut tidak boleh melebihi bagian dari pajak penghasilan di Indonesia yang sepadan dengan penghasilan tersebut.

  3. Dalam hal Romania, pajak yang dibayar oleh penduduk Romania sehubungan dengan penghasilan dan Indonesia, maka sesuai dengan ketentuan Persetujuan ini, pajak tersebut dapat dikurangkan dari pajak yang dikenakan di Romania sesuai dengan undang-undang Romania. Namun demikian jumlah yang boleh dikurangkan itu tidak boleh melebihi bagian dari pajak Romania, yang dihitung sebelum dilakukan pengurangan yang berasal dan penghasilan kena pajak di Negara lain.

Pasal 25
NON-DISKRIMINASI

  1. Warganegara dan suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun yang berkaitan dengan pengenaan pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan yang benainan atau lebih memberatkan dari pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban yang dimaksud, yang dapat dikenakan terhadap warga negara dan Negara lainnya dalam keadaan yang sama,

  2. Pengenaan pajak atas bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh suatu perusahaan dan Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, tidak akan dilakukan dengan cara yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan pengenaan pajak terhadap perusahaan-perusahaan yang menjalankan kegiatankegiatan yang sama di Negara pihak lainnya. Ketentuan ini tidak akan diartikan sebagai mewajibkan suatu Negara pihak pada Persetujuan untuk memberikan kepada penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan suatu potongan perseorangan, keringanan-keringanan dan pengurangan-pengurangan untuk kepentingan perpajakan yang merupakan beban status sipil atau tanggung jawab keluarga yang diberikan kepada penduduknya sendiri.

  3. Suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak dapat mengoreksi atau membetulkan setiap penetapan pajak dari penduduk suatu Negara pihak lainnya pada Persetujuan dengan memasukkan jenis-jenis penghasilan yang telah dikenakan pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan setelah daluwarsa menurut undang-undang perpajakan masing-masing negara, dan dalam hal apapun, setelah 5 tahun dan akhir tahun pajak yang bersangkutan di mana penghasilan itu diperoleh.

  4. Perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, di mana seluruh atau sebagian modalnya dimiliki atau dikendalikan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh satu atau lebih penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan, tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun yang berhubungan dengan itu di Negara pihak pada Persetujuan yang disebut pertama yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pengenaan pajak ataupun kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan itu, jika dibandingkan dengan pengenaan pajak terhadap perusahaan lain yang serupa dari Negara pihak pada Persetujuan yang disebut pertama.

  5. Dalam Pasal ini istilah "Pajak" berarti pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan ini.

Pasal 26
TATA CARA PERSETUJUAN BERSAMA

  1. Apabila penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan menganggap banwa tindakan-tindakan salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan mengakibatkan atau akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini, maka terlepas dari cara-rara penyelesaian yang diatur dalam perundang-undangan nasional di masing-masing Negara, ia dapat mengajukan masalahnya kepada pejabat yang berwenang di Negara pihak pada Persetujuan di mana ia menjadi penduduk Negara itu atau, jika masalahnya menyangkut dari ayat 1 Pasal 25, kepada pejatat-pejabat yang berwenang di Negara di mana ia menjadi warga negara. Masalah tersebut harus diajukan dalam waktu dua tahun sejak tanggal diterimanya pemberitahuan mengenal tindakan yang menimbulkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini.

  2. Pejabat yang berwenang akan berusaha, apabila keberatan yang diajukan kepadanya itu beralasan dan apabila ia tidak dapat mencapa suatu penyelesaian yang memuaskan, akan berusaha menyelesaikan masalah itu melalul persetujuan bersama antara pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan lainnya dengan maksud untuk menghindarkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini.

  3. Pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan akan berusaha untuk menyelesaikan setiap kesulitan ataupun keragu-raguan yang timbul dalam penafsiran ataupun pelaksanaan Persetujuan. Mereka dapat pula saling berkonsultasi bensama untuk mencegah terjadinya pajak berganda dalam hal tidak diatur dalam Persetujuan ini.

  4. Pejabat yang berwenang dan Negara pihak pada Persetujuan dapat saling berhubungan secara langsung dengan tujuan untuk mencapai persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat-ayat terdahulu. Apabila dianggap perlu untuk mencapai persetujuan itu dapat dilakukan suatu pertukaran pendapat secara lisan, pertukaran tersebut dapat dilakukan di antara para wakil dari pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan.

Pasal 27
PERTUKARAN INFORMASI

  1. Pejabat pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan melakukan tukar-menukar informasi yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini atau untuk melaksanakan undang-undang nasional negara masing-masing mengenai pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan dan sepanjang pengenaan pajak menurut undang-undang Negara yang bersangkutan tidak bertentangan dengan Persetujuan ini. Setiap informasi yang dipertukarkan akan dirahasiakan dan hanya akan diungkapkan kepada orang dan badan atan para pejabat yang terlibat dalam penetapan pajak, penagihan, pelaksanaan undang-undang atau penuntutan sehubungan dengan pajak-pajak yang diatur dalam Persetujuan ini. Orang dan badan serta para pejabat tersebut hanya boleh memberikan informasi itu untuk maksud tersebut di atas, namun demikian dapat juga mengungkapkan informasi itu di dalam pengadilan umum, atau dalam pengambilan keputusan pengadilan.

  2. Bagaimanapunjuga ketentuan-ketentuan dalam ayat(1) sama sekali tidak dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membebankan kepada Negara pihak pada Persetujuan kewajiban untuk

    (a)

    melaksanakan tindakan-tindakan administratif yang bertentangan dengan perundang-undangan dan praktek administrasi yang benaku di Negara tersebut ataupun di Negara pihak Iainnya Persetujuan.

    (b)

    memberikan informasi yang tidak mungkin diperoleh berdasarkan perundang-undangan atau dalam praktek administrasi yang lazim di Negara tersebut ataupun di Negara pihak Iainnya pada Persetujuan.

    (c)

    memberikan informasi yang mengungkapkan setiap rahasia di bidang perdagangan, usaha, industri, pemiagaan atau keahilan atau tata cara perdagangan atau informasi lainnya yang pengungkapannya bertentangan dengan kebijaksanaan umum (ordre public).

Pasal 28
KETENTUAN LAIN -LAIN

Ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini tidak akan ditafsirkan sebagai pembatasan apapun terhadap setiap pengecualian pembebasan, pengurangan, kredit, ataupun kelonggaran lainnya yang di berikan sekarang atau kemudian:

(a)

dengan undang-undang suatu Negara pihak pada Persetujuan dalam menetapkan pajak yang dikenakan oleh Negara itu; atau

(b)

dengan sebap persetujuan lain antara kedua Negara pihak pada Persetujuan.

Pasal 29
PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER

Persetujuan ini tidak akan mempengaruhi hak-hak istimewa di bidang naskah dari para pejabat diplomatik atau konsuler berdasarkan peraturan umum dalam hukum internasional atau berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu persetujuan khusus.

Pasal 30
SAAT BERLAKUNYA PERSETUJUAN

  1. Persetujuan ini akan diratifikasi sesuai dengan ketentuan-ketentuan konstitusi yang berlaku di setiap Negara pihak pada Persetujuan dan akan berlaku pada saat pertukaran dokumen ratifikasi.

  2. Ketentuan-ketentuan Persetujuan ini akan berlaku

    (a)

    di Indonesia
    sehubungan dengan penghasilan yang diperoleh pada atau sesudah 1 Januari tahun takwim berikutnya sesudah berlakunya Persetujuan ini.

    (b)

    di Romania
    sehubungan dengan penghasilan yang diperoleh pada atau sesudah 1 Januari tahun takwim benkutnya sesudah berlakunya Persetujuan ini.

Pasal 31
BERAKHIRNYA PERSETUJUAN

Persetujuan ini akan tetap berlaku untuk waktu yang tak terbatas. Salah satu Negara pihak pada Persetujuan dapat membatalkan Persetujuan ini melalui saluran-saluran diplomatik selambat-Iambatnya tauggal 30 Juni setiap tahun takwim, dimulai sejak tahun kelima sesudah berlakunya Persetujuan ini.

Daim hal demikian, Persetujuan akan tetap beriaku:

(a)

di Indonesia
sehubungan dengan penghasilan yang diperoleh pada atau sesudan 1 Januari tahun takwim sesudah disampaikannya nota pembatalan.

(b)

di Romania
sehubungan dengan penghasilan yang diperoleh pada atau sesudah 1 Januan tahun takwim sesudah disampaikannya nota pembatalan.

DENGAN KESAKSIAN para penandatangan di bawah ini, yang telah diberi kuasa yang sah oleh masing-masing Pemerintahnya, telah menandatangani Persetujuan ini.

DITANDATANGANI di Jakarta pada 3 Juli 1996 dalam rangkap tiga asli, masing-masing dalam bahasa Indonesia, Romania dan Inggris, di mana ketiga naskah tersebut adalah otentik.

Dalam hal terjadi perbedaan penafsiran atas ketentuan-ketentuan Persetujuan ini, yang berlaku adalah naskah dalam bahasa Inggris.

Untuk Pemerintah Republik Indonesia
ttd.
SOEMADI D.M. BROTODININGRAT
Direktur Jenderal Hubungan Ekonomi Luar Negeri

Untuk Pemerintah Romania
ttd.
DUMITRU TANCU
Duta Besar

No comments:

Post a Comment