Tuesday, December 22, 2009

P3B antara Indonesia dengan Belanda

PERSETUJUAN ANTARA
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DAN
PEMERINTAH KERAJAAN BELANDA

UNTUK
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK YANG BERKENAAN DENGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN

BAB I
RUANG LINGKUP PERSETUJUAN

Pasal 1
ORANG DAN BADAN YANG DICAKUP DALAM PERSETUJUAN

Persetujuan ini berlaku terhadap orang dan badan yang menjadi penduduk salah satu atau kedua Negara.

Pasal 2
PAJAK-PAJAK YANG DICAKUP DALAM PERSETUJUAN

  1. Persetujuan ini berlaku untuk pajak-pajak atas penghasiian yang dikenakan oleh masing-masing Negara atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintan daerahnya tanpa meiihat bagaimana cara pajak-pajak tersebut dikenakan.

  2. Yang dianggap sebagai pajak atas penghasilan adalah semua pajak yang dikenakan atas total penghasilan atau atas unsur-unsur penghasilan, termasuk pajak-pajak atas keuntungan dari pengalihan harta bergerak atau tidak bergerak, pajak atas upah atau gaji yang dibayarkan oleh perusahaan, serta pajak atas apresiasi modal.

  3. Persetujuan ini, secara khusus, diterapkan terhadap pajak-pajak yang berlaku sekarang ini, yaitu:

    (a) dalam hal Indonesia
    - pajak penghasilan
    (selanjutnya disebut "pajak Indonesia")
    (b) dalam hal Belanda
    - de inkomstenbelasting (pajak penghasilan);
    - de loonbelasting (pajak upah);
    - de vennootschapsbelastmng (pajak perusahaan) termasuk bagian pemerintah atas keuntungan bersih dari eksplorasi sumber-sumber alam yang dipungut sesuai dengan UndangUndang Pertambangan Tahun 1810 (Mijnwet 1810) sehubungan dengan konsesi yang dikeluarkan sejak 1967, atau sesuai dengan Undang-Undang Pertambangan Belanda Tahun 1935 (Mijnwet Continentaal Plat 1965);
    - de dividendbelasting (pajak dividen);
    (selanjutnya disebut "pajak Belanda");
  4. Persetujuan ini berlaku pula terhadap pajak-pajak yang serupa atau yang pada dasarnya sama yang diberlakukan kemudian sebagai tambahan terhadap, atau sebagai pengganti dari, pajak-pajak yang sekarang ini berlaku. Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara akan saling memberitahukan setiap perubahan substansial yang terjadi dalam undang-undang perpajakan negara mereka.

BAB II
DEFINISI-DEFINISI

Pasal 3
PENGERTIAN-PENGERTIAN UMUM

  1. Dalam Persetujuan ini, kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain:

    (a) Istilah "salah satu Negara" dan "Negara lainnya," sesuai dengan maksud kalimatnya, berarti Indonesia atau Belanda; istilah "kedua Negara" adalah Indonesia dan Belanda;
    (b) Istilah "Indonesia" berarti wilayah Republik Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam perundang-undangannya, dan daratan dan lautan di sekitarnya di mana Republik Indonesia memiliki kedaulatan, hak-hak kedaulatan, atau yurisdiksi (kewenangan untuk mengatur) sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum internasional;
    (c) Istilah "Belanda" berarti bagian dari Kerajaan Belanda yang terletak di Eropa dan sebagian dari dasar laut serta isi bumi dibawahnya yang terletak di bawah Laut Utara, di mana Kerajaan Belanda memiliki hak kedaulatan sesuai dengan hukum internasional;
    (d) Istilah "orang/badan" meliputi orang pribadi, perusahaan, dan setiap kumpulan dan orang-orang dan/atau badan-badan;
    (e) Istilah "perusahaan" berarti setiap badan hukum atau lembaga lainnya yang untuk kepentingan perpajakan diperlakukan sebagai badan hukum;
    (f) Istilah "perusahaan dari salah satu Negara" berarti suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk salah satu Negara dan "perusahaan dari Negara lainnya" berarti suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk Negara lainnya;
    (g) Istilah "lalu lintas internasional" berarti setiap pengangkutan dengan kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan oleh perusahaan dari salah satu Negara, kecuali jika kapal laut atau pesawat udara tersebut semata-mata dioperasikan di antara tempat-tempat di Negara lainnya;
    (h) Istilah "warganegara" berarti:
    (1) setiap orang pribadi yang memiliki kewarganegaraan pada salah satu Negara;
    (2) setiap badan hukum, persekutuan, dan perkumpulan yang mendapatkan status kewarganegaraannya berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di salah satu Negara;
    (i) Istilah "pejabat yang berwenang" berarti:
    (1) di Indonesia Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah;
    (2) di Belanda, Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah.
  2. Untuk kepentingan penerapan Persetujuan setiap saat oleh salah satu Negara pihak pada Persetujuan, setiap istilah yang tidak didefinisikan dalam persetujuan ini, kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, mempunyai arti yang sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut yang berkenaan dengan pajak-pajak di mana Persetujuan ini berlaku, dengan ketentuan bahwa setiap arti yang didasarkan pada undang-undang perpajakan Negara tersebut mengalahkan arti yang didasarkan pada perundang-undangan lainnya dari Negara tersebut.

Pasal 4
DOMISILI FISKAL

  1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "penduduk salah satu Negara" berarti setiap orang/badan yang, menurut Perundang-undangan Negara tersebut dapat dikenakan pajak di Negara tersebut berdasarkan domisilinya, tempat sifatnya kediamannya, tempat kedudukan manajemennya, atau atas kriteria lainnya yang sifatnya serupa.

  2. Untuk kepentingan Persetujuan ini, seorang pribadi, yang menjadi anggota dari misi diplomatik atau konsuler salah satu Negara yang ditempatkan di Negara lainnya ataupun di suatu Negara ketiga dan yang memiliki kewarganegaraan dari Negara yang mengirimkannya, tetap akan dianggap sebagai penduduk Negara yang mengirimkan itu apabila ia ditempatkan di Negara lain dengan tunduk kepada kewajiban-kewajiban yang berkenaan dengan pajak penghasilan yang sama seperti penduduk Negara tersebut.

  3. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 orang pribadi menjadi penduduk pada kedua Negara, maka statusnya akan ditentukan sebagai berikut:

    (a)

    ia akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana ia mempunyai tempat tinggal tetap. Jika ia mempunyai tempat tinggal tetap di kedua Negara, maka ia akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana ia mempunyai hubungan-hubungan pribadi dan ekonomi yang lebih erat (tempat yang menjadi pusat perhatiannya);

    (b)

    jika Negara yang menjadi pusat perhatiannya tidak dapat ditentukan, atau ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap di salah satu Negara, maka ia akan dianggap sebagai penduduk salah satu Negara di mana ia mempunyai tempat yang biasa ia gunakan untuk berdiam;

    (c)

    jika ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam di kedua Negara atau sama sekali tidak mempunyainya di salah satu Negara tersebut, maka pejabat yang berwenang dari kedua Negara akan memecahkan masalah tersebut melalui persetujuan bersama.

  4. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam ayat 1, suatu badan selain perusahaan di mana ketentuan dalam Pasal 8 dapat diberlakukan menjadi penduduk pada kedua Negara, maka badan tersebut akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana tempat manajemen efektif berada. Apabila pejabat yang berwenang dari kedua Negara berpendapat bahwa tempat manajemen efektif berada di kedua Negara, maka mereka akan memecahkan masalah tersebut melalui persetujuan bensama.

Pasal 5
BENTUK USAHA TETAP

  1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "bentuk usaha tetap" berarti suatu tempat usaha tetap di mana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan dari salah satu Negara dijalankan.

  2. Istilah "bentuk usaha tetap" terutama meliputi:

    (a) suatu tempat kedudukan manajemen;
    (b) suatu cabang;
    (c) suatu kantor;
    (d) suatu pabrik;
    (e) suatu bengkel;
    (f) suatu pertanian atau perkebunan;
    (g)

    suatu tambang, sumur minyak, tempat penggalian atau tempat pengambilan sumber daya alam lainnya.

  3. Istilah "bentuk usaha tetap" juga meliputi:

    (a)

    suatu bangunan, konstruksi, proyek perakitan atau instalasi atau kegiatan penyeliaan yang berhubungan dengannya, tetapi hanya apabila bangunan proyek, atau kegiatan tersebut berlangsung untuk masa lebih dari 6 (enam) bulan;

    (b)

    pemberian jasa-jasa, termasuk jasa konsultasi, yang dilakukan oleh suatu perusahaan melalui pegawai atau orang lain yang dipekerjakan oleh perusahaan untuk tujuan tersebut tetapi hanya apabila kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung (dalam proyek yang sama atau yang berhubungan) di salah satu Negara untuk suatu masa atau masa-masa yang berjumlah lebih dari (tiga) bulan dalam periode 12 (dua belas) bulan.

  4. Istilah "bentuk usaha tetap" tidak mencakup:

    (a)

    penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk menyimpan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan;

    (b)

    pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;

    (c)

    pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lain;

    (d)

    pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk melakukan pembelian barang-barang atau barang dagangan, atau untuk mengumpulkan informasi, bagi keperluan perusahaan;

    (e)

    pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata untuk tujuan periklanan, untuk menyediakan informasi, untuk penelitian ilmiah, atau untuk kegiatan-kegiatan serupa lainnya yang bersifat sebagai kegiatan persiapan atau kegiatan penunjang, bagi keperluan perusahaan.

  5. Orang/badan - kecuali agen yang berkedudukan bebas di mana ayat 7 dapat diberlakukan - yang bertindak di salah satu Negara atas nama perusahaan dari Negara lainnya akan dianggap sebagai bentuk usaha tetap di Negara yang disebutkan pertama jika:

    (a)

    orang/badan tersebut, di Negara yang disebutkan pertama, mempunyai dan biasa menjalankan wewenang untuk membuat kontrak-kontrak atas nama perusahaan tersebut, kecuali kegiatan kegiatan tersebut hanya terbatas pada pembelian barang atau barang dagangan untuk perusahaan tersebut; atau

    (b)

    orang/badan tersebut, di Negara yang disebutkan pertama, mengurus suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan di mana orang/badan tersebut secara teratur memenuhi pesanan atas nama perusahaan tersebut.

  6. Perusahaan asuransi dari salah satu Negara, selain yang berkenaan dengan reasuransi, akan dianggap memiliki suatu bentuk usaha tetap di Negara lainnya jika perusahaan asuransi tersebut memungut premi di wilayah Negara lainnya tersebut atau menanggung risiko yang berada di sana melalui perwakilan selain agen yang berkedudukan bebas sebagaimana dimaksud dalam ayat 7.

  7. Suatu perusahaan dari salah satu Negara tidak akan dianggap mempunyai suatu bentuk usaha tetap di Negara lainnya hanya semata-mata karena perusahaan tersebut menjalankan usaha di Negara lainnya tersebut melalui makelar, agen komisioner umum, atau agen lainnya yang berkedudukan bebas, sepanjang orang/badan tersebut bertindak dalam rangka kegiatan usahanya yang lazim. Namun jika kegiatan-kegiatan makelar atau agen tersebut seluruhnya atau hampir seluruhnya untuk perusahaan tersebut saja atau untuk perusahaan tersebut dan perusahaan-perusahaan lainnya yang dikuasai atau yang berada dalam suatu kepemilikan yang sama, maka orang/badan tersebut tidak dianggap sebagai agen yang berkedudukan bebas sebagaimana dimaksud dalam ayat ini.

  8. Bahwa suatu perusahaan yang merupakan penduduk salah satu Negara menguasai atau dikuasai oleh perusahaan yang merupakan penduduk Negara lainnya, atau yang menjalankan usaha di Negara lainnya tersebut (baik melalui bentuk usaha tetap maupun dengan cara lain), tidak dengan sendirinya mengakibatkan salah satu dari perusahaan tersebut merupakan bentuk usaha tetap dari perusahaan lainnya.

BAB III
PENGENAAN PAJAK ATAS PENGHASILAN

Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TIDAK BERGERAK

  1. Penghasilan dari harta tidak bergerak dapat dikenakan pajak di Negara dimana harta tersebut berada.

  2. Istilah "harta tidak bergerak" akan diartikan sesuai dengan perundang-undangan Negara di mana harta yang bersangkutan berada. Dalam setiap kasus, istilah tersebut mencakup benda-benda yang menyertai harta tidak bergerak, ternak dan peralatan yang dipergunakan dalam pertanian dan kehutanan, hak-hak di mana ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan umum yang berkenaan dengan pertanahan berlaku, hak memungut hasil atas harta tidak bergerak, dan hak atas pembayaran-pembayaran tetap maupun tak tetap sebagai penggantian atas pengerjaan, atau hak untuk mengerjakan, kandungan mineral dan sumber-sumber daya alam lainnya; kapal laut dan Pesawat udara tidak dianggap sebagai harta tidak bergerak.

  3. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 berlaku pula terhadap penghasilan yang diperoleh dari penggunaan secara langsung, penyewaan, atau bentuk lain penggunaan harta tidak bergerak.

  4. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 3 berlaku pula terhadap penghasilan dan harta tidak bergerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan dari harta tidak bergerak yang dipergunakan untuk menjalankan pekerjaan bebas.

Pasal 7
LABA USAHA

  1. Laba perusahaan dari salah satu Negara hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali jika perusahaan tersebut menjalankan usahanya di Negara lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap yang terletak di sana. Apabila perusahaan tersebut menjalankan usahanya sebagaimana dimaksud di atas, maka atas laba perusahaan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tetapi hanya atas bagian laba yang berasal dari bentuk usaha tetap tersebut, atau yang diperoleh di Negara lainnya dari penjualan barang-barang atau barang dagangan yang sama atau serupa jenisnya dengan yang dijual melalui bentuk usaha tetapnya atau dari kegiatan-kegiatan usaha lainnya yang menghasilkan hal yang sama apabila dilakukan melalui bentuk usaha tetapnya.

  2. Apabila suatu perusahaan dari salah satu Negara menjalankan usaha di Negara lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap tersebut oleh masing-masing Negara ialah laba yang diperolehnya seandainya bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan tersendiri dan terpisah yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa dalam keadaan yang sama atau serupa dan mengadakan hubungan yang sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang memiliki bentuk usaha tetap tersebut.

  3. Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka kegiatan usaha bentuk usaha tetap tersebut termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-biaya administrasi umum, baik yang dikeluarkan di Negara di mana bentuk usaha tetap tersebut berada maupun yang dikeluarkan di tempat lain.

  4. Sepanjang telah menjadi kelaziman di salah satu Negara untuk menetapkan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap dengan cara membagi keseluruhan laba perusahaan induk ke berbagai bagiannya berdasarkan suatu rumusan tertentu, maka ketentuan pada ayat 2 sekali-kali tidak mengurangi hak Negara itu untuk menentukan besarnya laba kena pajak bentuk usaha tetap tersebut berdasarkan rumus pembagian yang biasa dipakai; namun demikian, cara pembagian itu harus dilakukan sedemikian rupa sehingga hasil akhirnya tetap sesuai dengan azas-azas yang termuat dalam Pasal ini.

  5. Suatu bentuk usaha tetap tidak akan dianggap memperoleh laba hanya karena bentuk usaha tetap tersebut melakukan pembelian barang-barang atau barang dagangan untuk perusahaan induknya.

  6. Untuk kepentingan ayat-ayat sebelumnya, besarnya laba bentuk usaha tetap harus ditentukan dengan metode yang sama dari tahun ke tahun kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan penyimpangan.

  7. Apabila laba usaha mencakup bagian-bagian penghasilan yang terpisah di Pasal-Pasal lain dari Persetujuan ini, maka ketentuan-ketentuan dalam Pasal-Pasal tersebut tidak akan dipengaruhi oleh ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini.

Pasal 8
PELAYARAN DAN PENERBANGAN

  1. Laba dari pengoperasian kapal-kapal laut atau pesawat udara dalam jalur Ialu lintas internasional yang dilakukan oleh suatu perusahaan dari salah satu Negara hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.

  2. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 berlaku pula terhadap laba yang berasal dari penyertaan dalam suatu gabungan perusahaan, usaha patungan, atau perwakilan untuk kegiatan internasional tetapi hanya terbatas pada laba yang dianggap berasal dari perusahaan partisipan sesuai dengan proporsi sahamnya dalam operasi bersama tersebut.

Pasal 9
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MEMILIKI HUBUNGAN ISTIMEWA

  1. Apabila:

    (a)

    suatu perusahaan dari salah satu Negara turut berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen, pengendalian, atau modal suatu perusahaan dari Negara lainnya, atau

    (b)

    terdapat orang/badan yang sama yang turut berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam manajernen, pengendalian, atau modal suatu perusahaan dari salah satu Negara dan suatu perusahaan dari Negara lainnya, dan dalam tiap kasus di atas, terdapat kondisi-kondisi yang dibuat atau diberlakukan di antara kedua perusahaan dimaksud dalam hubungan dagang atau hubungan keuangan mereka yang berbeda dengan kondisi-kondisi yang dibuat oleh perusahaanperusahaan yang mempunyai kedudukan bebas, maka atas laba yang seharusnya diakui, namun karena adanya kondisi-kondisi tadi menjadi tidak diakui, dapat ditambahkan pada laba perusahaan tersebut dan dikenakan pajak.

  2. Apabila salah satu Negara mencantumkan laba suatu perusahaan dari Negara tersebut dan mengenakan pajaknya - padahal atas laba tersebut, perusahaan dari Negara lainnya telah dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut dan laba yang dicantumkan tadi adalah laba yang memang seharusnya diperoleh perusahaan Negara yang disebutkan pertama seandainya kondisi-kondisi yang dibuat oleh kedua perusahaan tersebut sama dengan kondisi-kondisi yang dibuat oleh pihak-pihak yang mempunyai kedudukan bebas, maka Negara lainnya tersebut akan membuat penyesuaian seperlunya terhadap jumlah pajak yang telah dikenakan terhadap laba tersebut. Dalam melakukan penyesuaian tersebut, ketentuan-ketentuan lain dari Persetujuan ini tetap harus diperhatikan dan perlu pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara dapat saling berkonsultasi.

Pasal 10
DIVIDEN

  1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perusahaan yang merupakan penduduk salah satu Negara kepada penduduk Negara lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.

  2. Namun demikian dividen tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara dimana perusahaan pembayar dividen menjadi penduduknya dan dengan tarif pajak sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut; tetapi, jika pemilik manfaat dari dividen tersebut adalah penduduk Negara lainnya, maka pajak yang akan dikenakan tidak akan melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto dividen.

  3. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara melalui persetujuan bersama akan mengatur cara-cara untuk menerapkan ayat 2.

  4. Ketentuan dalam ayat 2 tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak pada perusahaan atas laba yang menjadi sumber dari dividen yang dibayarkan.

  5. Istilah "dividen" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari saham, termasuk saham "jouissance" atau hak "jouissance," saham pendiri, atau hak-hak atas pembagian laba lainnya, serta penghasilan dari surat-surat tagihan piutang yang berhak atas pembagian laba dan penghasilan dari hak-hak atas perusahaan yang dapat disamakan dengan penghasilan dari saham oleh perundang-undangan Negara di mana perusahaan yang mendistribusikan dividen menjadi penduduknya.

  6. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2 tidak berlaku jika penerima dividen tersebut, yang merupakan penduduk salah satu Negara, mempunyai bentuk usaha tetap di Negara lainnya di mana perusahaan pembayar dividen tersebut menjadi penduduknya, dimana kepemilikan saham yang menghasilkan dividen tersebut mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap tersebut. Dalam hal demikian, ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 akan berlaku.

  7. Apabila suatu perusahaan yang merupakan penduduk salah satu Negara memperoleh laba atau penghasilan dari Negara lainnya, Negara lainnya tersebut tidak dapat mengenakan pajak atas dividen, yang dibayar oleh perusahaan tersebut kepada orang/badan yang bukan penduduk Negara lainnya tersebut, dan juga tidak dapat mengenakan pajak atas laba yang tidak dibagikan meskipun dividen yang dibayarkan atau laba yang tidak dibagikan terdiri dari laba atau penghasilan yang seluruhnya atau sebagiannya timbul di Negara lainnya tersebut.

  8. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini, apabila suatu perusahaan yang merupakan penduduk salah satu Negara memiliki bentuk usaha tetap di Negara lainnya, maka keuntungan bentuk usaha tetap tersebut dapat dikenakan pajak tambahan di Negara lainnya itu sesuai dengan perundang-undangannya, namun pajak tambahan tersebut tidak akan melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah laba setelah dikurangi dengan pajak penghasilan dan pajak-pajak lainnya yang dikenakan atas penghasilan di Negara lainnya tersebut.

Pasal 11
BUNGA

  1. Bunga yang timbul di salah satu Negara dan dibayarkan kepada penduduk Negara lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya.

  2. Namun demikian, bunga tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara di mana bunga tersebut berasal dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut; akan tetapi, apabila pemilik manfaat dari bunga tersebut adalah penduduk Negara lainnya, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10% (sepuluh persen) dan jumlah bruto bunga.

  3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat 2, bunga yang timbul di salah satu Negara hanya akan dikenakan pajak di Negara lainnya sepanjang bunga tersebut diperoleh:

    (a)

    Pemerintah Negara lainnya, termasuk bagian ketatanegaraannya dan pemerintah daerahnya; atau

    (b)

    Bank Sentral Negara lainnya; atau

    (c)

    Lembaga keuangan yang dimiliki atau dikendalikan oleh Pemerintah Negara lainnya termasuk bagian ketatanegaraannya dan pemerintah daerahnya; atau

    (d)

    setiap penduduk Negara lainnya sehubungan dengan piutang yang dijamin oleh Pemerintah Negara lainnya termasuk bagian ketatanegaraannya dan pemerintah daerahnya, Bank Sentral Negara lainnya, atau setiap lembaga keuangan yang dimiliki atau dikendalikan oleh Pemerintah tersebut.

  4. Menyirnpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat 2, bunga yang timbul di salah satu Negara hanya akan dikenakan pajak di Negara lainnya jika pemilik manfaat dari bunga tersebut merupakan penduduk Negara lainnya dan jika bunga tersebut dibayarkan atas hutang yang dibuat untuk jangka waktu lebih dari 2 (dua) tahun atau yang dibayarkan sehubungan dengan penjualan kredit perlengkapan industri, dagang, atau ilmu pengetahuan.

  5. Pejabat yang berwenang dari kedua Negara melalui persetujuan bersama akan mengatur cara-cara untuk menerapkan ayat 2, 3, dan 4.

  6. Istilah "bunga" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari semua jenis tagihan piutang, baik yang dijamin dengan hipotik maupun tidak, dan baik yang mempunyai hak atas pembagian laba maupun tidak, dan khususnya, penghasilan dari sekuritas yang diterbitkan oleh pemerintah dan penghasilan dari surat-surat obligasi atau surat-surat utang, termasuk premi dan hadiah yang melekat pada sekuritas, obligasi, atau surat utang tersebut. Untuk kepentingan Pasal ini, denda atas keterlambatan pembayaran tidak dianggap sebagai bunga. Lebih lanjut, istilah "bunga" juga mencakup penghasilan yang diatur dalam Pasal 10.

  7. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila penerima bunga tersebut, yang merupakan penduduk salah satu Negara, mempunyai bentuk usaha tetap di Negara lainnya di mana bunga tersebut timbul dan tagihan piutang yang menghasilkan bunga tersebut mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap tersebut. Dalam hal demikian, ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 akan berlaku.

  8. Bunga dianggap timbul di salah satu Negara apabila pihak yang membayar bunga tersebut adalah Negara itu sendiri, bagian ketatanegaraannya, pemerintah daerahnya, atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang/badan yang membayar bunga tersebut, tanpa memandang apakah ia penduduk salah satu Negara atau tidak, mempunyai bentuk usaha tetap di salah satu Negara yang kemudian mempunyai utang sehingga menimbulkan biaya bunga, dan bunga tersebut menjadi beban bentuk usaha tetap tersebut, maka bunga tersebut akan dianggap timbul di Negara di mana bentuk usaha tetap tersebut berada.

  9. Apabila karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar dan penerima bunga atau antara keduanya dan orang/badan lain, jumlah bunga yang dibayarkan, dengan memperhatikan besarnya utang yang menghasilkan bunga tersebut, melebihi jumlah yang seharusnya disepakati antara pembayar dan panerima bunga seandainya mereka tidak mempunyai hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah yang disebutkan terakhir tersebut. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan Negara masing-masing dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.

Pasal 12
ROYALTI

  1. Royalti yang timbul di salah satu Negara dan dibayarkan kepada penduduk Negara lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.

  2. Namun demikian, royalti tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara di mana royalti tersebut berasal dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut; akan tetapi, apabila penerima royalti itu adalah pemilik manfaat dari royalti tersebut, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto royalti.

  3. Istilah "royalti" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti semua bentuk pembayaran yang diterima sebagai imbalan atas penggunaan, atau hak untuk menggunakan hak cipta kesusasteraan, kesenian, atau karya ilmiah - termasuk film sinematografi dan film atau pita untuk siaran radio atau televisi - paten, merek dagang, desain atau model, rencana, rumus atau proses yang dirahasiakan, atau untuk penggunaan, atau hak menggunakan, perlengkapan industri, perdagangan, atau ilmu pengetahuan, atau untuk informasi mengenai pengalaman dibidang industri, perdagangan, atau ilmu pengetahuan. Namun demikian, istilah tersebut tidak mencakup pembayaran untuk pemberian jasa teknis.

  4. Pejabat yang berwenang dari kedua Negara melalui persetujuan bersama akan mengatur cara-cara untuk menerapkan ayat 2.

  5. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 12 tidak akan berlaku jika penerima royalti tersebut, yang merupakan penduduk salah satu Negara, mempunyai, bentuk usaha tetap di Negara lainnya di mana royalti tersebut timbul dan hak atau harta yang menghasilkan royalti tersebut mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap tersebut. Dalam hal demikian, ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 akan berlaku.

  6. Royalti dianggap timbul di salah satu Negara apabila pembayarnya adalah Negara itu sendiri, bagian ketatanegaraannya, pemerintah daerahnya, atau penduduk salah satu Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang/badan yang membayar royalti tersebut, tanpa memandang apakah ia penduduk salah satu Negara atau bukan, memiliki bentuk usaha tetap di salah satu negara di mana kontrak yang menimbulkan royalti tersebut dibuat, dan royalti tersebut menjadi beban bentuk usaha tetap tersebut, maka royalti tersebut dianggap timbul di Negara di mana bentuk usaha tetap tersebut berada.

  7. Apabila, karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar dan penerima royalti atau antara keduanya dengan orang/badan lain, jumlah royalti yang dibayarkan dengan memperhatikan penggunaan, hak, atau informasi yang menghasilkan royalti tersebut, melebihi jumlah yang seharusnya disepakati antara pembayar dan penerima royalti seandainya mereka tidak mempunyai hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah yang disebutkan terakhir tersebut. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan Negara masing-masing dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.

Pasal 13
PEMBATASAN BERLAKUNYA PASAL-PASAL 10,11 DAN 12

Organisasi-organisasi internasional, badan dan pejabat-pejabat yang menjadi bagiannya, dan anggota perwakilan diplomatik atau konsuler dari suatu Negara ketiga, yang berada di salah satu Negara, tidak berhak di Negara lainnya atas pengurangan pajak sebagaimana yang diatur dalam Pasal-Pasal 10, 11 dan 12 sehubungan dengan bagian-bagian penghasilan yang diatur dalam Pasal-Pasal tersebut dan berasal dari Negara lainnya itu, apabila bagian-bagian penghasilan tersebut tidak dikenakan suatu pajak atas penghasilan di Negara yang disebutkan pertama.

Pasal 14
KEUNTUNGAN DARI PENGALIHAN HARTA

  1. Keuntungan dari pengalihan harta tidak bergerak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 2, dapat dikenakan pajak di Negara di mana harta tidak bergerak tersebut berada.

  2. Keuntungan dari pengalihan harta bergerak yang merupakan bagian dari harta usaha suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan darl salah satu Negara di Negara lainnya atau dari harta bergerak yang terkait dengan tempat usaha tetap yang tersedia bagi penduduk salah satu Negara di Negara lainnya guna menjalankan pekerjaan bebasnya, termasuk keuntungan dari pengalihan bentuk usaha tetap itu sendiri (terpisah atau beserta keseluruhan perusahaan) atau tempat usaha tetap tersebut, dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.

  3. Keuntungan dari pengalihan kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional atau harta bergerak yang terkait dengan pengoperasian kapal laut atau pesawat udara tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara di mana perusahaan tersebut menjadi penduduknya.

  4. Keuntungan dari pengalihan harta lainnya selain yang disebut pada ayat 1, 2, dan 3 hanya akan dikenakan pajak di Negara di mana orang/badan yang mengalihkan harta tersebut menjadi penduduknya.

  5. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat 4, sesuai dengan perundang-undangannya termasuk penafsiran terhadap istilah pengalihan, salah satu Negara dapat mengenakan pajak atas keuntungan yang diperoleh seseorang yang merupakan penduduk Negara lainnya dari pengalihan saham-saham atau hak-hak "jouissance" atau surat tagihan piutang pada suatu perusahaan yang modalnya terbagi atas saham dan yang berdasarkan undang-undang Negara dari negara yang disebutkan pertama itu perusahaan tersebut merupakan penduduk dari Negara tersebut, dan dari pengalihan suatu bagian dari hak-hak yang melekat pada saham-saham, saham "jouissance" atau surat tagihan piutang yang telah disebutkan di muka, jika orang pribadi tersebut baik sendiri maupun bersama pasangannya - atau satu dari saudara sedarah atau semenda mereka dalam satu garis lurus - secara langsung atau tidak langsung memiliki sedikitnya 5% (lima persen) dari modal yang berupa saham jenis tertentu pada perusahaan tersebut. Ketentuan ini hanya akan berlaku jika orang pribadi yang memperoleh keuntungan telah menjadi penduduk Negara yang disebutkan pertama dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir sebelum tahun diperolehnya keuntungan tersebut dan sepanjang, pada saat dia menjadi penduduk Negara lainnya, kondisi-kondisi yang telah disebutkan di muka yang berkenaan dengan kepemilikan saham di perusahaan dimaksud telah dipenuhi.
    Dalam kasus-kasus di mana, berdasarkan undang-undang domestik Negara yang disebutkan pertama, suatu ketetapan telah diterbitkan untuk seseorang dan menetapkan bahwa pengalihan saham sebagaimana telah disebutkan di muka dianggap terjadi pada saat orang tersebut ber-emigrasi dari Negara yang disebutkan pertama, maka ketentuan di atas hanya akan berlaku sepanjang surat ketetapan dimaksud masih berlaku.

Pasal 15
PEKERJAAN BEBAS

  1. Penghasilan yang diperoleh penduduk salah satu Negara sehubungan dengan jasa-jasa profesional atau pekerjaan bebas lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali dia mempunyai tempat usaha tetap yang tersedia baginya secara teratur di Negara lainnya guna melaksanakan kegiatan-kegiatannya atau ia berada di Negara lainnya tersebut untuk masa-masa yang melebihi 91 (sembilan puluh satu) hari dalam suatu masa 12 (dua belas) bulan. Jika dia mempunyai tempat usaha tetap atau berada di Negara lainnya selama masa-masa tersebut di atas, maka atas penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut tetapi hanya sebatas penghasilan yang berkaitan dengan tempat usaha tetap tersebut atau yang diperoleh di Negara lainnya tersebut selama masa-masa tersebut di atas.

  2. Istilah "jasa-jasa profesional" terutama meliputi kegiatan-kegiatan bebas di bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, kependidikan, atau pengajaran, serta pekerjaan-pekerjaan bebas yang dilakukan oleh dokter, pengacara, insinyur, dokter gigi, dan akuntan.

Pasal 16
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA

  1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 17, 19, 20, 21 dan 22, gaji, upah, dan imbalan serupa lainnya yang diperoleh penduduk salah satu Negara karena pekerjaan dalam hubungan kerja hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali pekerjaan tersebut dilakukan di Negara lainnya. Jika Pekerjaan tersebut dilakukan di Negara lainnya, maka imbalan yang diterima dari pekerjaan dimaksud dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.

  2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat 1, imbalan yang diperoleh penduduk salah satu Negara sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan di Negara lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama, jika:

    (a)

    penerima imbalan tersebut berada di Negara lainnya tersebut dalam suatu masa atau masa-masa yang jumlahnya tidak melebihi 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan yang dimulai atau berakhir dalam tahun pajak terkait, dan

    (b)

    imbalan tersebut dibayarkan oleh, atau atas nama, pemberi kerja yang bukan merupakan penduduk Negara lainnya tersebut, dan

    (c)

    imbalan tersebut tidak menjadi beban bagi suatu bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap yang dimiliki oleh pemberi kerja di Negara lainnya tersebut.

  3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dalam Pasal ini, imbalan yang diperoleh penduduk salah satu Negara dari pekerjaan yang dilakukan di atas kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional dapat dikenakan pajak di Negara di mana perusahaan dimaksud menjadi penduduknya.

Pasal 17
IMBALAN UNTUK DIREKTUR

  1. Imbalan dan pembayaran-pembayaran lainnya yang diperoleh penduduk Belanda dalam kedudukannya sebagai pengurus atau komisaris suatu perusahaan yang merupakan penduduk Belanda dapat dikenakan pajak di Belanda.

  2. Imbalan dan pembayaran-pembayaran lainnya yang diperoleh penduduk Indonesia dalam kedudukannya sebagai "bestuurde" (pengurus) atau "commissaris" (komisaris) suatu perusahaan yang merupakan penduduk Indonesia dapat dikenakan pajak di Indonesia.

Pasal 18
ARTIS DAN ATLET

Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7, 15, dan 16, penghasilan yang diperoleh seorang artis, seperti misalnya artis teater, film, radio atau televisi, atau pemusik, atau sebagai atlet, dari kegiatan-kegiatannya sebagai artis atau atlet tersebut, atau penghasilan yang diperoleh suatu perusahaan dari jasa penyediaan artis atau atlet, dapat dikenakan pajak di Negara di mana kegiatan-kegiatan atau jasa tersebut dilakukan.

Pasal 19
PENSIUN, PEMBAYARAN BERKALA DAN PEMBAYARAN JAMINAN SOSIAL

  1. Dengan tetap tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam Pasal 20 ayat 1, pensiun dan imbalan serupa lainnya dan pembayaran berkala dan pembayaran sekaligus sebagai pengganti atas hak untuk suatu pembayaran berkala, yang timbul di salah satu Negara dan dibayarkan kepada penduduk Negara lainnya, dapat dikenakan pajak di Negara yang disebutkan pertama.

  2. Setiap pensiun dan pembayaran lainnya yang dibayarkan berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu system jaminan sosial dari salah satu Negara kepada penduduk Negara lainnya dikenakan pajak di Negara yang disebutkan pertama.

  3. Istiiah "pembayaran berkala" berarti suatu jumlah tertentu yang dibayarkan secara berkala pada waktu yang telah ditentukan selama hidup atau selama jangka waktu tertentu karena adanya suatu kewajiban untuk melakukan pembayaran yang merupakan pengganti nafkah yang layak dan utuh dalam bentuk uang atau yang dapat dinilai dengan uang.

  4. Pensiun atau imbalan serupa lainnya atau pembayaran berkala akan dianggap diperoleh dari salah satu Negara jika dan sepanjang kontribusi atau pembayaran yang terkait dengan pensiun atau imbalan serupa lainnya atau pembayaran berkala tersebut, atau hak untuk menerima pembayaran-pembayaran tersebut, memenuhi syarat untuk mendapatkan keringanan pajak di Negara tersebut. Pembayaran pensiun dari suatu dana pensiun atau perusahaan asuransi dari Negara lainnya tidak akan membatasi, dengan cara apa pun, hak-hak perpajakan dari Negara yang disebutkan pertama berdasarkan Pasal ini.

Pasal 20
PEGAWAI PEMERINTAH

  1. Imbalan, termasuk pensiun, yang dibayarkan oleh, atau dikeluarkan dari dana yang dibuat oleh salah satu Negara atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya kepada orang pribadi sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara tersebut atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya namun telah diberhentikan dari tugas kepemerintahan dapat dikenakan pajak di Negara tersebut.

  2. Menyimpang dari ayat 1, ketentuan-ketentuan dalam Pasal 16, 17, dan 19 akan berlaku terhadap imbalan atau pensiun yang berkenaan dengan jasa-jasa yang diberikan sehubungan dengan perdagangan atau bisnis yang dijalankan oleh salah satu Negara atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya.

  3. Ayat 1 tidak akan berlaku apabila jasa yang diberikan kepada suatu Negara dilakukan di Negara lainnya dari orang pribadi yang menjadi penduduk dan warganegara dari Negara lainnya tersebut.

Pasal 21
PROFESOR DAN GURU

Orang pribadi yang tinggal di salah satu Negara untuk suatu masa yang tidak lebih dari 2 (dua) tahun, untuk tujuan mengajar pada universitas, akademi, sekolah, atau lembaga pendidikan lainnya atau pada lembaga penelitian yang tidak bersifat komersial dan industrial di Negara tersebut dan yang sesaat sebelum tinggal di Negara tersebut merupakan penduduk Negara lainnya, tidak akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama sehubungan dengan pembayaran-pembayaran yang diterimanya untuk kegiatan tersebut.

Pasal 22
PELAJAR

  1. Orang pribadi yang sesaat sebelum melakukan kunjungan ke salah satu Negara merupakan penduduk Negara lainnya dan untuk sementara berada di Negara yang disebutkan pertama dengan tujuan utamanya untuk:

    (a)

    mengikuti pendidikan pada suatu universitas, akademi, atau sekolah yang telah diakui yang berada di Negara yang disebutkan pertama tersebut; atau

    (b)

    memperoleh pelatihan sebagai pemagang, akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara yang disebutkan pertama atas:

    (i)

    semua pengiriman uang dari luar negeri guna biaya hidupnya, pendidikannya, atau pelatihannya; dan

    (ii)

    setiap imbalan dari pekerjaan yang dilakukan di Negara yang disebutkan pertama namun dalam jumlah yang tidak melebihi suatu jumlah yang akan ditetapkan oleh pejabat-pejabat yang berwenang melalui suatu keputusan bersama, untuk suatu tahun pajak.

    Kemudahan-kemudahan berdasarkan ayat ini hanya akan diberikan selama suatu jangka waktu yang dapat dianggap layak atau yang lazim diperlukan untuk mencapai tujuan dari kunjungan tersebut.

  2. Orang pribadi yang sesaat sebelum melakukan kunjungan ke salah satu Negara merupakan penduduk Negara lainnya dan untuk sementara berada di Negara yang disebutkan pertama untuk suatu masa yang tidak lebih dari 3 (tiga) tahun, dengan tujuan untuk menempuh pendidikan, melakukan penelitian, atau memperoleh pelatihan semata-mata sebagai penerima hibah, bea siswa, atau hadiah dari suatu lembaga ilmiah, lembaga pendidikan, organisasi keagamaan, atau organisasi sosial atau berdasarkan suatu program bantuan teknis yang diadakan oleh salah satu Negara, bagian ketatanegaraannya, atau pemerintah daerahnya akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara yang disebut pertama atas:

    (a)

    jumlah hibah, bea siswa, atau hadiah tersebut; dan

    (b)

    setiap imbalan dari pekerjaan yang dilakukan di Negara yang disebutkan pertama sepanjang pekerjaan tersebut ada hubungannya dengan kegiatan belajar, penelitian, atau pelatihannya atau yang merupakan akibat dari kegiatan-kegiatan tersebut, namun dalam jumlah yang tidak melebihi suatu jumlah yang akan ditetapkan oleh pejabat-pejabat yang berwenang melalui suatu keputusan bersama, untuk suatu tahun pajak.

  3. Orang pribadi yang sesaat sebelum melakukan kunjungan ke salah satu Negara merupakan penduduk Negara lainnya dan untuk sementara berada di Negara yang disebutkan pertama untuk suatu masa yang tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan sebagai seorang pegawai dari, atau berdasarkan kontrak kerja dengan Negara yang disebutkan terakhir, bagian ketatanegaraannya, atau pemerintah daerahnya, atau sebagai pegawai perusahaan dari Negara yang disebutkan terakhir, dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman teknis, profesional atau bisnis akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara yang disebutkan pertama atas:

    (a)

    sernua pengiriman uang dari Negara yang disebutkan terakhir guna biaya hidupnya, pendidikannya, atau pelatihannya; dan

    (b)

    setiap imbalan dari pekerjaan yang dilakukan di Negara yang disebutkan pertama sepanjang pekerjaan tersebut ada hubungannya dengan kegiatan belajar atau pelatihannya atau yang merupakan akibat dari kegiatan-kegiatan tersebut, namun dalam jumlah yang tidak melebihi suatu jumlah yang akan ditetapkan oleh pejabat-pejabat yang berwenang melalui suatu keputusan bersama.

    Namun demikian, kemudahan-kemudahan berdasarkan ayat ini tidak akan diberikan apabila pengalaman teknis, profesional, atau bisnis dimaksud didapatkan dari perusahaan yang 50% (lima puluh persen) atau lebih sahamnya dimiliki oleh Negara, bagian ketatanegaraannya, atau pemerintah daerahnya atau dari perusahaan yang mengirimkan pegawainya atau orang yang bekerja untuknya berdasarkan suatu kontrak.

Pasal 23
PENGHASILAN LAINNYA

  1. Jenis-jenis penghasilan penduduk salah satu Negara, dari mana pun asaInya, yang tidak diatur dalam Pasal-Pasal sebelumnya dari Persetujuan ini, selain penghasilan dalam bentuk lotere dan hadiah, hanya akan di kenakan pajak di Negara tersebut.

  2. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 tidak berlaku terhadap penghasilan selain penghasilan dari harta tidak bergerak sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 6 ayat 2, jika penerima penghasilan tersebut, yang merupakan penduduk salah satu Negara, menjalankan usaha di Negara lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, atau melakukan pekerjaan bebas di Negara lainnya tersebut melalui tempat usaha tetap yang berada di sana, dan hak atau harta yang menghasilkan penghasilan tersebut mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap tersebut. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 atau Pasal 14 akan berlaku.

BAB IV
METODE PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

Pasal 24
METODE PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

  1. Dalam mengenakan pajak terhadap para penduduknya, masing-masing Negara diperbolehkan untuk memasukkan unsur-unsur penghasilan yang menurut ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini dapat dikenakan pajak di Negara lainnya ke dalam jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak.

  2. Apabila penduduk Indonesia memperoleh penghasilan yang dapat dikenakan pajak di Belanda berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini dan dimasukkan ke dalam dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, maka jumlah pajak Belanda yang terutang sehubungan dengan penghasilan tersebut akan diperkenankan sebagai kredit terhadap pajak Indonesia yang dikenakan terhadap penduduk tersebut. Namun demikian, jumlah kredit tersebut tidak boleh melebihi bagian pajak Indonesia yang dikenakan atas penghasilan tersebut.

  3. Apabila penduduk Belanda memperoleh penghasilan yang menurut Pasal 6, Pasal 7, Pasal 10 ayat 6, Pasal 11I ayat 7, Pasal 12 ayat 5, Pasal 14 ayat 1 dan 2, Pasal 15, Pasal 16 ayat 1, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 23 ayat 2 Persetujuan ini dapat dikenakan pajak di Indonesia dan dimasukkan ke dalam dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, maka Belanda akan membebaskan penghasilan tersebut dari pengenaan pajak dengan cara memperkenankan pengurangan pajak. Pengurangan ini akan dihitung sesuai dengan ketentuan perundang-perundangan Belanda yang berkenaan dengan penghindaran pajak berganda. Untuk maksud tersebut, penghasilan tersebut harus dianggap termasuk dalam jumlah total penghasilan yang dibebaskan dari pajak Belanda berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut.

  4. Lebih lanjut, Belanda aka memperkenankan pengurangan dari pajak Belanda yang dihitung dengan cara tersebut di atas untuk unsur-unsur penghasilan yang menurut Pasal 10 ayat 2 Pasal 11 ayat 2, Pasal 12 ayat 2, Pasal 14 ayat 5, Pasal 17 ayat 1, dan Pasal 18 Persetujuan ini dapat dikenakan pajak di Indonesia sepanjang unsur-unsur penghasilan tersebut dimasukkan ke dalam dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. Jumlah pengurangan ini harus sama dengan pajak yang dibayar di Indonesia untuk unsur-unsur penghasilan tersebut, tetapi tidak boleh melebihi jumlah pengurangan yang akan diperkenankan apabila unsur-unsur penghasilan yang dimasukkan dengan cara tersebut di atas semata-mata adalah unsur-unsur penghasilan yang dibebaskan dari pajak Belanda berdasarkan ketentuan perundang-undangan Belanda yang berkenaan dengan penghindaran pajak berganda.

BAB V
KETENTUAN-KETENTUAN KHUSUS

Pasal 25
KEGIATAN-KEGIATAN LEPAS PANTAI

  1. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini akan berlaku tanpa memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dari Persetujuan ini. Namun dernikian, Pasal ini tidak akan berlaku apabila kegiatan-kegiatan lepas pantai yang dilakukan oleh seseorang/badan, bagi orang/badan tersebut, merupakan suatu bentuk usaha tetap berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 5 atau suatu tempat usaha tetap berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 15.

  2. Dalam Pasal ini, istilah "kegiatan-kegiatan lepas pantai" berarti kegiatan-kegiatan yang dilakukan di lepas pantai yang berhubungan dengan eksplorasi atau eksploitasi dasar laut dan lapisan bumi di bawahnya dan sumber daya alam yang ada padanya, yang berada di salah satu Negara.

  3. Suatu perusahaan dari salah satu Negara yang menjalankan kegiatan-kegiatan lepas pantai di Negara lainnya, dengan memperhatikan ayat 4 dari Pasal ini, akan dianggap melakukan usaha, yang berkenaan dengan kegiatankegiatan tersebut, di Negara lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, kecuali kegiatan-kegiatan lepas pantai dimaksud dilakukan di Negara lainnya untuk suatu masa atau masa-masa yang berjumlah tidak melebihi 30 (tiga puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
    Untuk kepentingan ayat ini:

    (a)

    apabila suatu perusahaan dari salah satu Negara menjalankan kegiatan-kegiatan lepas pantai di Negara yang berhubungan dengan perusahaan lainnya dan perusahaan lainnya tersebut, sebagai bagian dari proyek yang sama, menjalankan kegiatan-kegiatan lepas pantai yang sama yang sedang atau telah dijalankan oleh perusahaan yang disebutkan pertama, dan kegiatan-kegiatan yang disebutkan di muka dijalankan oleh kedua perusahaan - yang jika dijumlahkan bersama - melebihi masa 30 (tiga puluh) hari, maka masing-masing perusahaan akan dianggap menjalankan kegiatannya untuk suatu periode yang melebihi 30 (tiga puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;

    (b)

    suatu perusahaan dari salah satu Negara akan dianggap berhubungan dengan perusahaan lainnya jika salah satu perusahaan memiliki secara langsung maupun tidak langsung sedikitnya sepertiga modal dari perusahaan lainnya atau jika terdapat seseorang/badan memiliki secara langsung maupun tidak langsung sedikitnya sepertiga modal dari kedua perusahan.

  4. Namun demikian, untuk kepentingan ayat 3 dan Pasal ini, istilah "kegiatan-kegiatan lepas pantai" akan dianggap tidak mencakup:

    (a)

    satu atau kombinasi dari kegiatan-kegiatan yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat 4;

    (b)

    jasa derek dan bangkar sauh oleh kapal yang didesain terutama untuk tujuan tersebut dan kegiatan-kegiatan lainnya yang dilakukan oleh kapal tersebut;

    (c)

    pengangkutan barang dan orang dengan kapal laut atau pesawat udara dalam jalur lalu lintas internasional.

  5. Penduduk suatu Negara yang menjalankan kegiatan-kegiatan lepas pantai di Negara lainnya, yang mencakup jasa profesional atau kegiatan kegiatan lainnya yang bersifat independen, akan dianggap menjalankan kegiatan-kegiatan tersebut melalui suatu tempat usaha tetap di Negara lainnya jika kegiatan-kegiatan lepas pantai dimaksud berlangsung dalam suatu masa 30 (tiga puluh) hari atau lebih.

  6. Gaji, upah, dan imbalan serupa lainnya yang diperoleh penduduk suatu Negara sehubungan dengan hubungan kerja yang terkait dengan kegiatan-kegiatan lepas pantai yang dijalankan melalui suatu bentuk usaha tetap di Negara lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya sepanjang pekerjaan tersebut dilakukan di lepas pantai Negara lainnya tersebut.

  7. Apabi!a terdapat bukti-bukti pendukung yang menyatakan bahwa pajak telah dibayar di salah satu Negara atas penghasilan yang dapat dikenakan pajak di Negara tersebut berdasarkan Pasal 7 dan Pasal 15 sehubungan dengan berturut-turut - ayat 3 dan ayat 5 dari Pasal ini dan ayat 6 dari Pasal ini, maka Negara lainnya akan memperkenankan pengurangan pajak yang penghitungannya sesuai dengan aturan-aturan yang ada di Pasal 24 ayat 2 dan Pasal 24 ayat 3.

Pasal 26
NON-DISKRIMINASI

  1. Warga negara dari salah satu Negara tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban-kewajiban yang terkait dengan pajak tersebut di Negara lainnya yang berlainan atau lebih memberatkan dibandingkan dengan pajak atau kewajiban terkait yang diberlakukan atau dapat diberlakukan terhadap warga Negara dari Negara lainnya dalam keadaan yang sama. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1, ketentuan ini akan berlaku juga terhadap orang/badan yang bukan merupakan penduduk salah satu atau kedua Negara.

  2. Pengenaan pajak terhadap bentuk usaha tetap yang dimiiiki oleh suatu perusahaan dari salah satu Negara di Negara lainnya tidak akan dilakukan dengan cara yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan pengenaan pajak terhadap perusahaan-perusahaan dari Negara lainnya yang menjalankan kegiatan-kegiatan yang sama. Ketentuan ini tidak dapat ditafsirkan sebagai mewajibkan salah satu Negara untuk memberikan kepada penduduk Negara lainnya suatu kelonggaran, keringanan, dan pengurangan pajak yang didasarkan pada status kependudukan atau tanggung jawab keluarga seperti yang diberikan kepada penduduknya sendiri.

  3. Kecuali apabila ketentuan Pasal 9 ayat 1, Pasal 11 ayat 9, atau Pasal 12 ayat 7 berlaku, bunga, royalti, dan pembayaran-pembayaran lain yang dibayarkan oleh perusahaan dari salah satu Negara kepada penduduk Negara lainnya, untuk menentukan laba yang dapat dikenakan pajak atas perusahaan tersebut, akan dapat dikurangkan berdasarkan kondisi yang sama apabila pembayaran tersebut dibayarkan kepada penduduk Negara yang disebut pertama.

  4. Perusahaan dari salah satu Negara, yang modalnya sebagian atau seluruhnya dimiliki atau dikuasai baik langsung maupun tidak langsung oleh satu atau beberapa penduduk Negara lainnya, tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban yang terkait dengan pengenaan pajak tersebut di Negara yang disebut pertama yang berlainan atau lebih memberatkan dibandingkan dengan pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban terkait yang dikenakan atau dapat dikenakan terhadap perusahaan-perusahaan lainnya yang serupa di Negara yang disebut pertama.

  5. Kontribusi yang dibayar oleh, atau atas nama, seseorang yang merupakan penduduk salah satu Negara kepada suatu program pensiun yang dikenal untuk tujuan perpajakan di Negara lainnya akan diperlakukan dengan cara yang sama untuk tujuan perpajakan di Negara yang disebutkan pertama sebagai suatu kontribusi yang dibayarkan kepada suatu program pensiun yang dikenal untuk tujuan perpajakan di Negara yang disebutkan pertama, sepanjang:

    (a)

    orang tersebut membayar kontribusi ke program pensiun dimaksud sebelum dia menjadi penduduk Negara yang disebutkan pertama; dan

    (b)

    pejabat yang berwenang dari Negara yang disebutkan pertama sepakat bahwa program pensiun dimaksud sesuai dengan program pensiun yang dikenal untuk tujuan perpajakan pada Negara tersebut.

    Untuk kepentingan ayat ini, "program pensiun" mencakup program pensiun yang dibuat berdasarkan sistem jaminan sosial publik.

  6. Dalam Pasal ini, istilah "perpajakan" berarti pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan ini.

Pasal 27
TATA CARA PERSETUJUAN BERSAMA

  1. Apabila seseorang/badan menganggap bahwa tindakan-tindakan salah satu atau kedua Negara mengakibatkan atau akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini, maka terlepas dari cara-cara penyelesaian yang diatur oleh perundang-undangan nasional masing-masing Negara tersebut, ia dapat mengajukan masalahnya kepada pejabat yang berwenang dari Negara di mana ia menjadi penduduknya atau, apabila kasusnya berkenaan dengan Pasal 26 ayat 1, kepada pejabat yang berwenang dari Negara di mana ia menjadi warga negaranya. Masalah tersebut harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak adanya pemberitahuan pertama tentang tindakan yang mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini.

  2. Jika muncul pengajuan keberatan kepada pejabat yang berwenang dan jika pejabat yang berwenang itu sendiri tidak dapat menemukan penyelesaian yang tepat, maka pejabat yang berwenang tersebut akan berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut melalui persetujuan bersama dengan pejabat yang berwenang dari Negara lainnya, dengan tujuan untuk menghindarkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini.

  3. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara melalui persetujuan bersama, akan berusaha untuk menyelesaikan kesulitan-kesulitan atau keragu-raguan yang timbul dalam penafsiran atau penerapan Persetujuan ini. Pejabat-pejabat yang berwenang tersebut dapat juga berunding bersama untuk mencegah pengenaan pajak berganda dalam masalah-masalah yang tidak diatur dalam Persetujuan.

  4. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara dapat saling berhubungan secara langsung guna mencapai persetujuan seperti dimaksud pada ayat-ayat terdahulu.

Pasal 28
PERTUKARAN INFORMASI

  1. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara akan melakukan pertukaran informasi yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan ketentuan dalam Persetujuan ini atau untuk melaksanakan perundang-undangan domestik masing-masing Negara yang berkenaan dengan pajak pajak yang dicakup dalam Persetujuan, sepanjang pengenaan pajak berdasarkan perundang-undangan Negara yang bersangkutan tidak bertentangan dengan Persetujuan ini. Pertukaran informasi ini tidak dibatasi oleh ketentuan dalam Pasal 1. Setiap informasi yang diterima oleh salah satu Negara harus dijaga kerahasiaannya dengan cara yang sama seperti apabila informasi itu diperoleh berdasarkan perundang-undangan domestik Negara tersebut dan hanya akan diungkapkan kepada pihak-pihak atau instansi-instansi yang berwenang (termasuk pengadilan dan badan-badan administratif) yang terlibat dalam penetepan, penagihan, penegakan hukum, atau penentuan banding yang berkenaan dengan pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan ini. Pihak-pihak atau instansi-instansi yang berwenang tersebut hanya boleh menggunakan informasi tadi untuk tujuan-tujuan tersebut di atas. Mereka boleh mengungkapkan informasi tadi dalam proses pengadilan atau dalam pembuatan keputusan pengadilan.

  2. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 sama sekali tidak dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membebani salah satu Negara suatu kewajiban:

    (a)

    untuk melaksanakan tindakan-tindakan administratif yang menyimpang dari perundang-undangan dan praktik administratif dari Negara tersebut atau dari Negara lainnya;

    (b)

    untuk memberikan informasi yang tidak mungkin diperoleh berdasarkan perundang-undangan atau dalam praktek administratif yang lazim dari Negara tersebut atau dari Negara lainnya;

    (c)

    untuk memberikan informasi yang mengungkapkan rahasia dibidang perdagangan, bisnis, industri, perniagaan, atau keahlian atau informasi yang mengungkapkan proses perdagangan, atau informasi lainnya yang pengungkapannya akan bertentangan dengan kebijaksanaan publik.

Pasal 29
PEJABAT-PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER

Tidak ada sesuatu pun dalam Persetujuan ini yang akan mempengaruhi hak-hak istimewa di bidang fiskal dari para pejabat diplomatik atau pejabat konsuler sebagaimana diatur dalam peraturan umum dari hukum internasional maupun dalam ketentuan-ketentuan dalam persetujuan-persetujuan khusus.

Pasal 30
PERLUASAN DAERAH BERLAKUNYA PERSETUJUAN

  1. Persetujuan ini, baik secara keseluruhan maupun dengan perubahan-perubahan seperlunya, dapat diperluas pemberlakuannya ke negara Aruba atau Netherlands Antilles atau ke kedua-duanya jika negara-negara yang bersangkutan mengenakan pajak-pajak yang pada dasarnya sejenis dengan pajak-pajak yang diatur oleh Persetujuan ini. Perluasan sedemikian ini akan mulai berlaku pada tanggal di mana kondisi di atas dipenuhi dan dengan tetap memperhatikan perubahan-perubahan dan persyaratan-persyaratan, termasuk persyaratan mengenai penghentian berlakunya Persetujuan ini yang akan ditetapkan dan disetujui kemudian melebihi pertukaran nota diplomatik.

  2. Kecuali jika terdapat kesepakatan lain, penghentian berlakunya Persetujuan ini tidak dengan sendirinya akan menghentikan berlakunya Persetujuan di Negara-Negara yang merupakan daerah perluasan berdasarkan Pasal ini.

BAB VI
KETENTUAN-KETENTUAN AKHIR

Pasal 31
BERLAKUNYA PERSETUJUAN

Persetujuan ini akan mulai berlaku pada tanggal terakhir dilakukannya pemberitahuan tertulis oleh masing-masing Pemerintah melalui saluran diplomatiknya yang menyatakan bahwa syarat-syarat formal berdasarkan konstitusi masing-masing Negara yang diperlukan untuk memberlakukan Persetujuan ini telah dipenuhi. Ketentuan-ketentuan dari Persetujuan ini akan berlaku:

(a)

untuk pajak-pajak yang dipungut di Negara sumbernya, atas penghasilan yang diperoleh pada atau setelah tanggai 1 Januari tahun takwim berikutnya sesudah berlakunya Persetujuan ini; dan

(b)

untuk pajak-pajak atas penghasilan lainnya, pada tahun-tahun pajak yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya sesudah berlakunya Persetujuan ini.

Pasal 32
BERAKHIRNYA PERSETUJUAN

Persetujuan ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu Negara. Masing-masing Negara dapat mengakhiri Persetujuan ini, melalui saluran diplomatik, dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis tentang penghentian Persetujuan pada atau sebelum tanggal 30 Juni dalam suatu tahun takwim setelah 5 (lima) tahun berlakunya Persetujuan ini.

Dalam hal demikian, Persetujuan akan tidak mempunyai pengaruh lagi:

(a)

untuk pajak-pajak yang dipungut di Negara sumbernya, atas penghasilan yang diperoleh pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya sesudah pemberitahuan penghentian diberitahukan; dan

(b)

untuk pajak-pajak atas penghasilan lainnya, pada tahun-tahun pajak yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya sesudah pemberitahuan penghentian diberikan.

Sebagai kesaksian, yang bertandatangan di bawah ini, sebagai kuasa dari Pemerintahnya masing-masing, telah menandatangani Persetujuan ini.

Dibuat di Jakarta pada tanggal 29-01-2002 dalam dua rangkap asli, masing-masing dalam bahasa Indonesia, Belanda, dan Inggris, di mana ketiga naskah tersebut adalah sama-sama otentik. Dalam hal terjadi perbedaan penafsiran terhadap naskah berbahasa Indonesia dan Belanda, maka naskah dalam bahasa Inggris yang akan berlaku.

Untuk Pemerintah
Republik Indonesia

Untuk Pemerintah
Kerajaan Belanda


PROTOKOL

Pada saat penandatanganan Persetujuan untuk Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak yang Berkenaan dengan Pajak atas Penghasilan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Belanda, pada hari ini yang bertandatangan di bawah ini telah bersepakat bahwa ketentuan-ketentuan berikut ini merupakan satu kesatuan dan bagian yang tak terpisahkan dari Persetujuan ini.

  1. Dengan merujuk pada Pasal 3 ayat 1 huruf e
    Dalam hal suatu badan yang diperlakukan sebagai badan hukum untuk kepentingan perpajakan mempunyai kewajiban perpajakan di salah satu Negara, namun penghasilan dari badan tersebut juga dikenakan pajak di Negara lainnya sebagai penghasilan dari partisipan di badan tersebut, maka pejabat yang berwenang akan menetapkan aturan sehingga pada satu pihak tidak dikenakan pajak berganda, tetapi pada pihak lain hal tersebut dicegah dengan cara, sebagai akibat dari penerapan persetujuan ini, penghasilan tadi (atau sebagiannya) tidak akan dikenakan pajak.

  2. Dengan merujuk pada Pasal 4
    Seseorang yang tinggal di atas kapal tanpa suatu tempat domisili yang jelas di masing-masing Negara akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana kapal tersebut mempunyai tempat berlabuh.

  3. Dengan merujuk pada Pasal 5 ayat 3
    Telah difahami bahwa kantor perwakilan yang beroperasi di Indonesia berdasarkan izin yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia atau Menteri Perdagangan Republik Indonesia bukan merupakan bentuk usaha tetap kecuali apabila kantor-kantor tersebut menjalankan kegiatan-kegiatan usaha selain kegiatan-kegiatan yang bersifat persiapan atau pendukung.

  4. Dengan merujuk pada Pasal 7
    Sehubungan dengan Pasal 7 ayat 1 dan 2, apabila suatu perusahaan dari salah satu Negara menjual barang atau barang dagangan atau menjalankan usaha di Negara lainnya melalui bentuk usaha tetap yang berada di sana, maka Laba dari bentuk usaha tetap tersebut tidak akan ditentukan berdasarkan seluruh jumlah yang diterima oleh perusahaan tersebut, tetapi harus ditentukan hanya berdasarkan imbalan yang berhubungan dengan kegiatan penjualan atau usaha yang sebenarnya dari bentuk usaha tetap tersebut. Secara khusus, pada perjanjian (kontrak) untuk survai, penyediaan, pemasangan, atau pembangunan perlengkapan atau tempat-tempat industri, perdagangan, atau ilmu pengetahuan, atau pekerjaan umum, jika perusahaan tersebut mempunyai bentuk usaha tetap, maka laba dari bentuk usaha tetap tersebut tidak akan ditentukan berdasarkan seluruh jumlah kontrak, tetapi harus ditentukan hanya berdasarkan bagian kontrak yang benar-benar dilaksanakan oleh bentuk usaha tetap tersebut di Negara tempat bentuk usaha tetap tersebut berada. Laba yang berhubungan dengan bagian kontrak yang dilaksanakan oleh kantor pusat perusahaan itu hanya dapat dikenakan pajak di Negara di mana perusahaan tersebut menjadi penduduknya.

  5. Dengan merujuk pada Pasal 7
    Pada penerapan Pasal 7 ayat 3, tidak diperkenankan jumlah yang dibebankan - selain yang berhubungan dengan biaya-biaya yang benar-benar dikeluarkan - oleh kantor pusat perusahaan tersebut atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya kepada bentuk usaha tetap dalam bentuk royalti, ongkos, atau pembayaran serupa lainnya sehubungan dengan penggunaan paten atau hak-hak lain, atau dalam bentuk komisi untuk jasa-jasa tertentu atau untuk manajemen, atau - kecuali perusahaan perbankan - dalam bentuk bunga atas uang yang dipinjamkan kepada bentuk usaha tetap tersebut; demikian pula, tidak perlu diperhitungkan dalam penentuan laba bentuk usaha tetap, suatu jumlah yang dibebankan - selain yang berhubungan dengan biaya-biaya yang benar-benar dikeluarkan - oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya.

  6. Dengan merujuk pada Pasal 9
    Namun demikian, telah difahami bahwa apabila perusahaan-perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa telah membuat suatu pengaturan di antara mereka, seperti misalnya pengaturan pembagian biaya atau persetujuan jasa umum, untuk atau didasarkan pada alokasi biaya-biaya eksekutif, administrasi umum, teknik, komersial, penelitian dan pengembangan, dan biaya-biaya lain yang serupa, maka tidak dengan sendirinya merupakan kondisi yang dimaksudkan dalam Pasal 9 ayat 1.

  7. Dengan merujuk pada Pasal 11 ayat 3 butir (iii)
    Lembaga keuangan yang disebut dalam Pasal 11 ayat 3 butir (iii) khususnya mencakup: Perusahaan Keuangan Belanda untuk Pembangunan (Nederlandse Financierings - Maastschappij Veer Ontwikkelingslanden N.V), dan Bank Investasi Belanda untuk Negara-Negara Sedang Berkembang (Nederlandse Investeringsbank Ontwikkelingslanden N.V).

  8. Dengan merujuk pada Pasal 10,11, dan 12
    Apabila pajak yang telah dikenakan di Negara sumber melebihi jumlah pajak yang seharusnya terhutang menurut ketentuan Pasal 10, 11, don 12, maka permohonan restitusi atas kelebihan pajak tersebut harus diajukan kepada pejabat yang berwenang dari Negara yang telah mengenakan pajak tersebut dalam masa 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya tahun takwim di mana pajak tersebut dikenakan

  9. Dengan merujuk pada Pasal 12
    Sehubungan dengan Pasal 12 ayat 3, istilah jasa teknis mencakup kajian atau survai-survai yang bersifat ilmiah, geologis, atau teknis, kontrak-kontrak rekaysa, termasuk cetak biru yang berhubungan dengan itu, dan jasa-jasa konsultasi atau penyeliaan.

  10. Dengan merujuk pada Pasal 28
    Telah difahami bahwa, menyimpang dari kalimat keempat dalam Pasal 28 ayat 1, pihak-pihak atau instansi-instansi yang berwenang tersebut boleh menggunakan informasi yang diterima untuk mengenakan pajak negaranya dan, dalam hal Belanda, juga jaminan sosial.

Sebagai kesaksian, yang bertandatangan dibawah ini, sebagai kuasa dari Pemerintahnya masing-masing, telah menandatangani Protokol ini.

Dibuat di Jakarta pada tanggal 29-01-2002 dalam dua rangkap asli, masing-masing dalam bahasa Indonesia, Belanda, dan Inggris, di mana ketiga naskah tersebut adalah sama-sama otentik, Dalam hal terjadi perbedaan penafsiran terhadap naskah berbahasa Indonesia dan Belanda, maka naskah dalam bahasa Inggris yang akan berlaku.

Untuk Pemerintah
Republik Indonesia

Untuk Pemerintah
Kerajaan Belanda

No comments:

Post a Comment