Tuesday, December 22, 2009

P3B antara Indonesia dengan Aljazair

PERSETUJUAN ANTARA
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DENGAN
PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK RAKYAT ALJAZAIR

MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK ATAS PENGHASILAN DAN ATAS KEKAYAAN


Pasal 1
ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN INI

Persetujuan ini berlaku terhadap orang atau badan yang merupakan penduduk salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan.

Pasal 2
PAJAK-PAJAK YANG DICAKUP DALAM PERSETUJUAN INI

  1. Persetujuan ini berlaku tehadap pajak-pajak atas penghasilan dan atas kekayaan yang dikenakan oleh masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan, atau bagian-bagian ketatanegaraan atau pemerintah- pemerintah daerahnya, tanpa memperhatikan cara pemungutan pajak-pajak tersebut.

  2. Yang dimaksud dengan pajak-pajak atas penghasilan dan atas kekayaan, adalah semua pajak yang dikenakan atas seluruh penghasilan atau atas kekayaan atau atas unsur-unsur penghasilan, termasuk pajak-pajak atas keuntungan yang diperoleh dari pengalihan harta gerak atau harta tidak bergerak.

  3. Persetujuan ini akan diterapkan terhadap pajak-pajak yang berlaku yaitu:
    (a)

    Dalam hal Indonesia:
    pajak penghasilan yang dikenakan berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 (Undang-undang No. 7 Tahun 1983), kecuali pajak penghasilan yang dibayar berdasarkan kontrak bagi hasil, kontrak karya dan kontrak lainnya yang sejenis, dibidang minyak dan gas, dan dibidang pertambangan lainnya.
    (selanjutnya disebut "pajak Indonesia");

    (b)

    Dalam hal Aljazair:

    (i) pajak atas total seluruh penghasilan
    (ii) pajak atas keuntungan perseroan
    (iii) pajak atas kegiatan profesi
    (iv) pajak atas pembayaran lumpsum
    (v) pajak kekayaan
    (vi) "royalti" dan pajak atas hasil prospek, riset, eksploitasi, transportasi hydrocarbon melalui pipa saluran.

    (selanjutnya disebut "pajak Aljazair").

  4. Persetujuan ini juga berlaku bagi setiap pajak yang serupa atau pada hakekatnya sejenis yang dikenakan setelah tanggal penandatanganan Persetujuan ini sebagai tambahan terhadap ataupun sebagai pengganti dari, pajak-pajak yang dimaksud dalam ayat 3. Pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara Pihak pada Persetujuan akan memberitahukan satu sama lain setiap perubahan penting yang terjadi dalam perundang-undangan pajak masing-masing.

Pasal 3
PENGERTIAN-PENGERTIAN UMUM

  1. Kecuali jika hubungan kalimat diartikan lain, maka yang dimaksud dalam Persetujuan ini dengan :

    (a)

    Istilah "Negara pihak pada Persetujuan" dan "Negara pihak lainnya pada Persetujuan" berarti Indonesia dan Aljazair sesuai dengan hubungan kalimatnya.

    (b) (i)

    istilah "Indonesia" meliputi wilayah Republik Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam perundang-undangannya dan daerah sekitarnya dimana Republik Indonesia memiliki kedaulatan atau yurisdiksi sesuai dengan ketentuan-ketentuan didalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982;

    (ii)

    istilah "Aljazair" berarti Republik Demokratik Rakyat Aljazair yang digunakan dalam pengertian geograpis berarti wilayah Aljazair termasuk:

    (a)

    setiap wilayah yang terletak di perairan teritorial Aljazair yang sesuai dengan hukum internasional dan sesuai dengan hukum Aljazair adalah wilayah dimana Aljazair memiliki kedaulatan didasar laut dan lapisan tanah dibawah nya dan sumber-sumber daya alamnya, dan

    (b)

    lautan dan wilayah udara diatas wilayah-wilayah yang disebut dalam paragraph (a) menyangkut setiap aktivitas yang berhubungan dengan eksplorasi atau eksploitasi sumber-sumber daya alam yang dikelola di wilayah ini.

    (c)

    istilah "orang" meliputi orang pribadi, perseroan dan setiap kumpulan lain dari orang-orang atau badan-badan;

    (d)

    istilah "perseroan" berarti setiap badan hukum atau setiap kesatuan hukum yang untuk tujuan pemungutan pajak diperlakukan sebagai suatu badan hukum;

    (e)

    istilah "perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan" dan "perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan" berarti berturut-turut setiap perusahaan yang dijalankan oleh seorang penduduk dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan dan setiap perusahaan yang di jalankan oleh penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan;

    (f)

    istilah "lalu lintas internasional" berarti setiap pengangkutan oleh kapal laut atau pesawat udara yang digunakan oleh suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan, kecuali apabila kapal laut dan pesawat udara tersebut semata-mata digunakan antara tempat tempat yang berada di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan;

    (g)

    istilah "Pejabat yang berwenang" berarti :

    (i)

    di Indonesia:
    Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah;

    (ii)

    di Aljazair:
    Menteri urusan Keuangan atau wakilnya yang sah;

    (h)

    istilah "warga negara" berarti:

    (i)

    setiap orang pribadi yang memiliki kewarganegaraan dari Negara Pihak pada Persetujuan;

    (ii)

    setiap badan hukum, usaha bersama dan persekutuan yang memperoleh statusnya berdasarkan hukum yang berlaku pada salah satu Negara Pihak pada Persetujuan.

  2. Sehubungan dengan penerapan Persetujuan ini oleh salah satu Negara Pihak pada Persetujuan, setiap istilah yang tidak dirumuskan, kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, akan mempunyai arti menurut perundang-undangan Negara Pihak pada Persetujuan itu sepanjang mengenai pajak-pajak yang ditentukan dalam Persetujuan ini.

Pasal 4
P E N D U D U K

  1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan" berarti setiap orang dan badan yang berdasarkan perundang-undangan di Negara tersebut dapat dikenakan pajak berdasarkan domisilinya, tempat kediamannya, tempat kedudukan manajemennya ataupun kriteria lain yang sifatnya serupa.

  2. Jika berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1 orang pribadi merupakan penduduk di kedua Negara Pihak pada Persetujuan, maka statusnya akan ditentukan sebagai berikut:

    (a)

    dia akan dianggap sebagai penduduk Negara dimana ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya; apabila ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di kedua Negara, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara dimana ia mempunyai hubungan pribadi dan hubungan ekonomi yang lebih erat (pusat kepentingan-kepentingan pokok);

    (b)

    jika Negara dimana ia mempunyai pusat kepentingan-kepentingan pokoknya tidak dapat di tentukan, atau jika ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di salah satu Negara, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara dimana ia biasa berdiam;

    (c)

    jika ia mempunyai tempat dimana ia biasanya berdiam di kedua Negara, atau tidak mempunyainya di kedua negara tersebut, maka ia akan dianggap sebagai penduduk Negara pihak dalam mana ia adalah seorang warganegara.

    (d)

    jika ia adalah seorang warganegara dari kedua Negara pihak atau sama sekali bukan, pihak yang berwenang dari kedua Negara Pihak akan menyelesaikan masalah-masalah ini melalui persetujuan bersama.

  3. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1, suatu badan mempunyai tempat kedudukan di kedua Negara Pihak pada Persetujuan, maka pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan akan menyelesaikan masalahnya melalui persetujuan bersama berdasarkan kasus per kasus.

Pasal 5
BENTUK USAHA TETAP

  1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "bentuk usaha tetap" berarti suatu tempat usaha tetap di mana seluruh atau sebagian kegiatan suatu perusahaan dijalankan.

  2. Istilah "bentuk usaha tetap" terutama meliputi:

    (a) suatu tempat kedudukan manajemen;
    (b) suatu cabang;
    (c) suatu kantor;
    (d) suatu pabrik;
    (e) suatu tempat kerja;
    (f) suatu toko, suatu gudang atau tempat yang digunakan sebagai tempat berjualan;
    (g) suatu lahan pertanian atau perkebunan;
    (h)

    suatu tambang, suatu sumur minyak atau gas, tempat penggalian atau tempat lain untuk penggalian sumber-sumber kekayaan alam lainnya.

    (i)

    suatu bangunan, proyek konstruksi, perakitan atau proyek instalasi atau aktivitas-aktivitas pengawasan yang berkaitan dengan proyek tersebut, tetapi hanya apabila bangunan, proyek atau aktivitas tersebut berlangsung di satu Negara Pihak pada Persetujuan untuk masa lebih dari 3 bulan;

    (j)

    pemberian jasa termasuk jasa konsultan yang dilakukan oleh suatu perusahaan melalui karyawannya atau orang lain yang dipekerjakan oleh perusahaan tersebut, tetapi hanya apabila kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung (untuk proyek yang sama atau suatu proyek yang berkaitan) di dalam negeri untuk suatu masa atau masa-masa yang berjumlah lebih dari 3 bulan dalam kurun waktu 12 bulan.

  3. Tanpa menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dari Pasal ini istilah "bentuk usaha tetap" tidak dianggap meliputi:

    (a)

    penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata untuk maksud menyimpan atau memamerkan barang atau barang dagangan milik perusahaan;

    (b)

    pengurusan persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan yang semata-mata ditujukan untuk penyimpanan atau pameran;

    (c)

    pengurusan persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan yang semata-mata ditujukan untuk diolah oleh perusahaan lainnya;

    (d)

    pengurusan suatu tempat usaha yang semata-mata ditujukan untuk pembelian barang-barang atau barang dagangan, atau untuk pengumpulan keterangan untuk kepentingan perusahaan;

    (e)

    pengurusan suatu tempat usaha semata-mata untuk tujuan periklanan, untuk memberikan keterangan-keterangan atau untuk kegiatan-kegiatan serupa yang bersifat persiapan atau penunjang bagi perusahaan;

    (f)

    pengurusan suatu tempat tertentu semata-mata ditujukan untuk melakukan gabungan kegiatan-kegiatan seperti disebutkan pada sub-ayat (a) sampai sub-ayat (e), asalkan hasil gabungan seluruh kegiatan-kegiatan tersebut bersifat persiapan atau penunjang.

  4. Tanpa menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2, jika orang dan badan - selain dari agen yang berdiri sendiri dimana ketentuan ayat 6 berlaku - bertindak di suatu Negara Pihak pada Persetujuan atas nama perusahaan dari Negara Pihak lainnya mempunyai suatu bentuk usaha tetap di Negara Pihak pada Persetujuan yang disebut pertama atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang dan badan tersebut untuk kepentingan perusahaan, jika orang atau badan tersebut:

    (a)

    Memiliki dan biasa melaksanakan di Negara yang disebut pertama untuk menutup kontrak- kontrak atas nama perusahaan, kecuali jika kegiatan orang dan badan itu hanya terbatas pada hal-hal yang diatur dalam ayat 3, yang meskipun dilakukan melalui suatu tempat usaha tetap tidak akan menjadikan tempat itu suatu bentuk usaha tetap berdasarkan ketentuan dalam ayat tersebut;

    (b)

    Tidak memiliki kuasa semacam itu, tetapi mempunyai kebiasaan mengurus persediaan barang -barang atau barang dagangan di Negara yang disebut pertama dan secara teratur menyerahkan barang-barang atau barang dagangan itu atas nama perusahaan yang diwakilinya; atau

    (c)

    tidak mempunyai wewenang semacam itu, akan tetapi membuat atau mengolah di Negara tersebut untuk kepentingan perusahaan, barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan.

  5. Suatu perusahaan asuransi dari Negara Pihak pada Persetujuan, kecuali dalam hal reasuransi, akan dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan jika perusahaan tersebut memungut premi di negara lainnya atau menanggung resiko yang terjadi disana melalui seorang pegawai atau melalui wakilnya yang bukan merupakan agen yang berdiri sendiri sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 6.

  6. Suatu perusahaan dari Negara Pihak pada Persetujuan tidak akan dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan hanya karena perusahaan itu menjalankan usahanya di Negara lainnya itu melalui makelar, agen komisioner umum ataupun agen lainnya yang berdiri sendiri, sepanjang mereka bertindak dalam rangka kegiatan usahanya. Namun demikian, apabila kegiatan-kegiatan agen tersebut seluruhnya atau hampir seluruhnya dilakukan atas nama perusahaan tersebut maka ia tidak akan dianggap sebagai agen yang berdiri sendiri dalam pengertian ayat ini.

  7. Jika suatu perseroan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan menguasai atau dikuasai oleh suatu perseroan yang merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, atau yang menjalankan usaha di negara lainnya itu (baik melalui suatu bentuk usaha tetap ataupun dengan cara lainnya), maka hal itu tidak dengan sendirinya berakibat bahwa salah satu dari perseroan itu merupakan suatu bentuk usaha tetap dari yang lainnya.

Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TAK GERAK

  1. Penghasilan yang diperoleh seorang penduduk dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan dari harta tak gerak (termasuk penghasilan yang diperoleh dari pertanian atau kehutanan) yang berada di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara Pihak pada Persetujuan dimana harta tersebut berada.

  2. Istilah "harta tak gerak" akan mempunyai arti menurut perundang-undangan Negara Pihak pada Persetujuan dimana harta yang bersangkutan berada. Istilah tersebut meliputi pula benda-benda yang menyertai harta tak gerak, ternak dan peralatan yang digunakan dalam usaha pertanian dan kehutanan, hak-hak terhadap mana ketentuan-ketentuan hukum umum mengenai tanah tersebut berlaku, hak memungut hasil atas harta tak gerak, dan hak atas pembayaran-pembayaran tetap maupun tidak tetap (variabel) sebagai balas jasa untuk pekerjaan atau hak untuk mengerjakan bahan -bahan galian, sumber-sumber ataupun sumber daya alam lainnya; kapal laut, perahu dan pesawat udara tidak dianggap sebagai harta tak gerak.

  3. Ketentuan-ketentuan ayat 1 berlaku juga terhadap penghasilan yang diperoleh dari penggunaan secara langsung, dari penyewaan, atau penggunaan harta tak gerak dalam bentuk apapun.

  4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 3 berlaku pula terhadap penghasilan dari harta tak gerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan dari harta tak gerak yang dipergunakan untuk menjalankan pekerjaan bebas.

Pasal 7
LABA USAHA

  1. Laba usaha dari suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali jika perusahaan tersebut menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap. Apabila perusahaan itu menjalankan usaha seperti dimaksud diatas, maka laba perusahaan itu dapat dikenakan pajak di negara lainnya tetapi hanya atas bagian laba yang dianggap berasal dari (a) bentuk usaha tetap; (b) penjualan barang-barang dagangan di negara lainnya itu, yang jenisnya sama atau serupa seperti yang dijual melalui bentuk usaha tetap tersebut; atau (c) kegiatan usaha lainnya yang dilakukan di negara lain yang jenisnya sama atau serupa seperti yang dilakukan melalui bentuk usaha tersebut.

  2. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 3, jika suatu perusahaan dari Negara Pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan melalui bentuk usaha tetap yang berada disana, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap di masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan ialah laba yang dianggap berasal dari bentuk usaha tetap tersebut, seandainya bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan lain yang terpisah dan berdiri sendiri yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau sejenis dalam keadaan yang sama atau serupa dan mengadakan hubungan dalam keadaan sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang mempunyai bentuk usaha tetap itu.

  3. Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap dapat dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan bentuk usaha tetap itu termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya- biaya administrasi umum baik yang dikeluarkan di Negara dimana bentuk usaha tetap itu berada ataupun ditempat lain. Namun demikian, tidak diperkenankan untuk dikurangkan ialah pembayaran- pembayaran yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya (selain dari penggantian biaya yang benar-benar dikeluarkan) berupa royalti, biaya atau pembayaran serupa lainnya karena penggunaan paten atau hak-hak lain atau berupa komisi, untuk jasa-jasa yang khusus yang dilakukan atau untuk manajemen atau, kecuali dalam usaha perbankan berupa bunga atas uang yang dipinjamkan kepada bentuk usaha tetap. Sebaliknya tidak akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap sejumlah pembebanan yang dikenakan bentuk usaha tetap terhadap kantor pusat atau kantor-kantor lain milik kantor pusat (selain penggantian biaya yang benar-benar dikeluarkan) berupa royalti, komisi atau pembayaran serupa lainnya karena penggunaan paten atau hak-hak lain, atau berupa komisi pelaksanaan jasa-jasa tertentu atau untuk pimpinan, kecuali dalam hal usaha perbankan berupa bunga atas pinjaman uang kepada kantor pusat atau kantor-kantor lain milik kantor pusat.

  4. Sepanjang merupakan kelaziman di salah satu Negara Pihak pada Persetujuan untuk menetapkan besarnya laba yang dapat dianggap berasal dari suatu bentuk usaha tetap dengan cara menentukan bagian laba berbagai bagian perusahaan tersebut atas keseluruhan laba perusahaan itu, maka ketentuan-ketentuan pada ayat 2 tidak akan menutup kemungkinan bagi Negara Pihak pada Persetujuan termaksuk untuk menentukan besarnya laba yang dikenakan pajak berdasarkan pembagian itu yang lazim dipakai, namun cara pembagiannya harus sedemikian rupa sehingga hasilnya akan sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung di dalam pasal ini.

  5. Untuk penerapan ayat-ayat sebelumnya, besarnya laba yang dianggap berasal dari bentuk usaha tetap akan ditentukan dengan cara yang sama dari tahun ke tahun kecuali terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan hal yang menyimpang.

  6. Jika di dalam jumlah laba terdapat penghasilan-penghasilan lain yang diatur secara tersendiri pada pasal-pasal lain dari Persetujuan ini, maka ketentuan-ketentuan di dalam pasal-pasal tersebut tidak akan dipengaruhi oleh ketentuan-ketentuan di dalam pasal ini.

Pasal 8
PENGANGKUTAN LAUT DAN UDARA

  1. Laba yang berasal dari sumber di suatu Negara Pihak pada Persetujuan yang diperoleh oleh perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dari pengoperasian kapal-kapal laut dalam jalur lalu lintas internasional hanya akan dikenakan pajak di negara lain tersebut.

  2. Laba dari pengoperasian pesawat udara dalam jalur lalu-lintas internasional hanya dapat dikenakan pajak di Negara Pihak pada Persetujuan dimana perusahaan yang mengoperasikan pesawat udara tersebut berkedudukan.

  3. Ketentuan-ketentuan dari ayat 1 dan 2 berlaku pula bagi laba yang diperoleh dari penyertaan dalam suatu gabungan perusahaan, usaha kerjasama atau dalam perwakilan usaha internasional.

Pasal 9
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA

  1. Apabila :
    (a)

    Suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan baik secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari Negara Pihak pada Persetujuan lainnya, atau

    (b)

    Orang atau badan yang sama baik secara langsung ataupun tidak langsung turut serta dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan di Negara Pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dan dalam kedua hal itu antara kedua perusahaan dimaksud dalam hubungan dagangnya atau hubungan keuangannya diadakan atau diterapkan syarat-syarat yang menyimpang dari yang lazimnya berlaku antara perusahaan- perusahaan yang sama sekali bebas satu sama lain, maka setiap keuntungan yang seharusnya diterima oleh salah satu perusahaan jika syarat-syarat itu tidak ada, namun tidak diterimanya karena adanya syarat-syarat tersebut, dapat ditambahkan pada laba perusahaan itu dan dikenakan pajak.

  2. Apabila suatu Negara Pihak pada Persetujuan melakukan pembetulan atas laba suatu perusahaan di Negara itu dan dikenakan pajak, sedang bagian laba yang dibetulkan itu adalah juga merupakan laba perusahaan yang telah dikenakan pajak di Negara Pihak pada Persetujuan dan laba tersebut adalah laba yang memang seharusnya diperoleh perusahaan di Negara yang disebut pertama seandainya berdasarkan syarat-syarat yang dibuat antara kedua perusahaan yang sepenuhnya bebas, Negara Pihak lainnya pada Persetujuan akan melakukan penyesuaian-penyesuaian atas jumlah laba yang dikenakan pajak dari perusahaan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan tersebut. Dalam melakukan penyesuaian-penyesuaian itu, diharuskan untuk memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam Persetujuan ini dan apabila dianggap perlu pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara akan saling berkonsultasi.

  3. Negara Pihak pada Persetujuan tidak akan melakukan pembetulan laba perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ini, apabila batas waktu yang diberikan oleh undang-undang masing-masing negara telah dilampaui.

Pasal 10
DIVIDEN

  1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara Pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.

  2. Namun demikian, dividen tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara Pihak pada Persetujuan dimana perseroan yang membayarkan dividen itu berkedudukan dan sesuai dengan perundang- undangan di Negara tersebut, tetapi apabila penerima dividen adalah pemilik saham yang menikmati dividen tersebut, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 15 persen dari jumlah kotor dividen Pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara Pihak berdasarkan pada Persetujuan menetapkan cara penerapan pembatasan tersebut melalui persetujuan bersama. Ketentuan-ketentuan dalam ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak terhadap perseroan atas laba yang menjadi dasar pembayaran dividen.

  3. Istilah "dividen" yang dipergunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari saham-saham, "jouissance", atau hak-hak "jouissance", saham-saham pertambangan, saham-saham pendiri, atau hak-hak lainnya, yang bukan merupakan surat tagihan piutang, namun berhak atas pembagian laba, demikian pula penghasilan dari hak-hak perseroan lainnya yang dalam pengenaan pajaknya diperlakukan sebagai penghasilan dari saham-saham oleh undang-undang perpajakan di Negara dimana perseroan yang melakukan pembagian laba itu berkedudukan.

  4. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila pemilik saham yang menikmati dividen yang berkedudukan di suatu Negara Pihak pada Persetujuan mempunyai suatu bentuk usaha tetap atau suatu tempat tetap di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dimana pembayar dividen berkedudukan dan pemilikan saham-saham yang menghasilkan dividen itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.

  5. Apabila suatu perseroan yang berkedudukan disuatu Negara Pihak pada Persetujuan memperoleh laba atau penghasilan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, maka Negara lainnya itu tidak boleh mengenakan pajak apapun atas dividen yang dibayarkan oleh perseroan tersebut, kecuali apabila dividen itu dibayarkan kepada penduduk Negara lainnya atau apabila penguasaan saham yang menghasilkan dividen itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap yang berada di Negara lainnya itu, demikian pula tidak boleh mengenakan pajak atas laba perseroan yang belum dibagikan, sekalipun jika dividen yang dibayarkan ataupun laba yang belum dibagikan terdiri seluruh atau sebagian dari laba atau penghasilan yang berasal dari Negara lainya itu.

  6. Tanpa menyimpang dari ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini, apabila suatu perseroan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan mempunyai bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, maka laba bentuk usaha tetap ini dapat dikenakan pajak tambahan di Negara lainnya itu, tetapi tarip pajak tambahan yang dikenakan tersebut tidak akan melebihi 10 persen dari jumlah laba setelah dikurangi pajak penghasilan dan pajak-pajak lainnya atas penghasilan yang dikenakan di Negara lain tersebut.

Pasal 11
BUNGA

  1. Bunga yang berasal dari Suatu Negara Pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.

  2. Namun demikian, bunga tersebut dapat pula dikenakan pajak di Negara Pihak pada Persetujuan dimana bunga itu timbul berdasarkan undang-undang dinegara itu, tapi apabila penerima bunga adalah pemberi pinjaman yang menikmati bunga tersebut, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 15 persendari jumlah kotor bunga itu. Pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara-negara pihak pada Persetujuan akan menetapkan cara penerapan pembatasan ini melalui persetujuan bersama.

  3. Tanpa menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 2 pada Pasal ini, bunga yang berasal dari Negara Pihak pada Persetujuan dan diterima oleh Pemerintah Negara dari pihak lainnya termasuk pemerintah daerahnya, bagian ketatanegaraan, Bank Sentral atau setiap lembaga keuangan yang diawasi oleh Pemerintah, akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara yang disebut pertama.

  4. Untuk keperluan-keperluan ayat 3, pengertian "Bank Central" dan "lembaga keuangan yang diawasi oleh Pemerintah" mencakup:

    (i)

    Bank Sentral dari masing-masing Negara pihak;

    (ii)

    Istilah "lembaga keuangan yang diawasi oleh Pemerintah" artinya lembaga keuangan lainnya yang seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah dari masing-masing Negara Pihak, yang dari waktu ke waktu disetujui diantara para pihak yang berwenang dari Negara-negara Pihak pada Persetujuan.

  5. Istilah "bunga" yang digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari semua jenis tagihan piutang, baik yang dijamin dengan hipotik atau tidak dan baik yang mempunyai hak atas pembagian laba atau tidak, dan pada khususnya, penghasilan dari surat-surat berharga pemerintah dan penghasilan dari obligasi atau surat-surat utang termasuk premi dan hadiah yang terikat pada surat-surat berharga pemerintah, obligasi maupun surat-surat hutang termasuk premi dan hadiah yang terikat pada surat- surat berharga pemerintah, obligasi maupun surat utang-utang tersebut, demikian pula semua penghasilan yang dipersamakan dengan penghasilan yang diperoleh dari uang yang dipinjamkan berdasarkan undang-undang perpajakan dari Negara dimana penghasilan itu berasal, termasuk bunga atas pembayaran untuk penjualan dimuka.

  6. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila pemberi pinjaman yang menikmati bunga, yang menjadi penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dimana tempat bunga itu berasal melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada disana, atau menjalankan pekerjaan bebas di Negara lainnya dari suatu tempat tetap yang berada disana, dan tagihan piutang yang menghasilkan bunga itu mempunyai hubungan yang efektif dengan a) bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut, atau dengan b) kegiatan-kegiatan usaha lainnya seperti dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1 huruf (c). Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya berlaku ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 atau Pasal 14.

  7. Bunga dianggap berasal di suatu Negara Pihak pada Persetujuan apabila yang membayarkan bunga adalah Negara itu sendiri, bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerah atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang dan badan yang membayarkan bunga, tanpa memandang apakah ia menjadi penduduk Negara Pihak pada Persetujuan ataupun tidak, memiliki bentuk usaha tetap atau tempat tetap di suatu Negara Pihak pada Persetujuan dimana bunga yang dibayarkan itu menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut, maka bunga itu dianggap berasal dari Negara Pihak pada Persetujuan dimana bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu berada.

  8. Apabila dikarenakan adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga dengan pemilik yang menikmati bunga atau antara kedua-duanya dengan orang atau badan lainnya, dengan memperhatikan tagihan atas piutang yang menjadi dasar pembayaran bunga itu, jumlah bunga yang dibayarkan yang melebihi jumlah yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan pemilik yang menikmati bunga seandainya tidak ada hubungan istimewa semacam itu, maka ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini akan berlaku hanya terhadap jumlah yang seharusnya disetujui tersebut. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayarannya itu akan tetap dikenakan pajak berdasarkan perundang-undangan di masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.

Pasal 12
ROYALTI

  1. Royalti yang berasal dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.

  2. Namun demikian, royalti itu dapat pula dikenakan pajak di Negara Pihak pada Persetujuan dimana royalti tersebut berasal sesuai dengan perundang-undangan Negara itu, tetapi apabila penerima royalti adalah pemilik hak yang menikmati royalti, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 15% dari jumlah kotor royalti tersebut. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan akan menetapkan cara penerapan pembatasan ini melalui persetujuan bersama.

  3. Istilah "royalti" yang digunakan dalam Pasal ini berarti semua bentuk pembayaran yang diterima baik secara periodik atau tidak, dan dengan bentuk apapun atau nama, atau nomenklatur seperti yang mencakup imbalan untuk:

    1. penggunaan, atau hak untuk menggunakan, setiap mengcopy patent, pola atau model, rencana rumus atau cara pengolahan yang dirahasiakan, merk dagang ataupun kekayaan atau hak lainnya; atau

    2. penggunaan, atau hak untuk menggunakan alat-alat perlengkapan, industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan; atau

    3. penyediaan pengetahuan, teknik, industri atau pengetahuan di bidang perdagangan atau informasi; atau

    4. penyerahan berbagai bantuan yang merupakan pelengkap atau kekayaan tambahan atau hak seperti yang disebut pada sub ayat (a), setiap perlengkapan seperti dalam sub ayat (b) atau setiap pengetahuan atau informasi seperti disebutkan pada sub ayat (c); atau

    5. penggunaan dari, atau hak untuk menggunakan:

      1. film-film gambar hidup; atau

      2. film-film atau video yang digunakan dalam hubungannya dengan televisi; atau

      3. tape yang digunakan dalam hubungannya dengan siaran radio; atau

    6. seluruh atau sebagian pelepasan hak dalam kaitan dengan penggunaan atau penyerahan atau setiap kekayaan atau hak yang ditunjukan dalam ayat ini.

  4. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila pihak yang memiliki hak menikmati, yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dimana royalti itu berasal, melalui suatu bentuk usaha tetap atau menjalankan pekerjaan bebas dari suatu tempat tetap yang berada disana, dan hak atau milik atau kontrak yang menghasilkan royalti itu mempunyai hubungan yang efektif dengan: a) bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu, atau dengan b) kegiatan-kegiatan usaha yang disebutkan sebelumnya pada ayat 1 dari Pasal 7 huruf (c). Dalam hal demikian tergantung pada masalahnya berlaku ketentuan-ketentuan pada Pasal 7 atau Pasal 14.

  5. Royalti dianggap berasal dari Negara Pihak pada Persetujuan jika pembayar royalti adalah Negara itu sendiri, pemerintah daerahnya atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang atau badan yang membayarkan royalti itu dan atau imbalan itu, tanpa memandang apakah ia penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan atau bukan, memiliki bentuk usaha tetap atau tempat tetap di suatu Negara Pihak pada Persetujuan dimana kewajiban membayar itu timbul, dan pembayaran tersebut menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut, maka royalti itu dianggap berasal dari Negara dimana bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu berada.

  6. Apabila dikarenakan adanya suatu hubungan istimewa antara pembayar dan pemilik hak atau antara kedua-duanya dengan pihak ketiga lainnya dengan memperhatikan penggunaan hak atau informasi yang mengakibatkan pembayaran royalti itu, jumlah royalti yang dibayarkan itu melebihi dari jumlah yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan yang memperoleh hasil dari hak yang dimilikinya itu seandainya hubungan istimewa itu tidak ada, maka ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini hanya akan berlaku bagi jumlah royalti yang disebut terakhir. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini, akan tetap dikenakan pajak menurut undang-undang masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan.

Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAH TANGANAN HARTA

  1. Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan dari pemindahtanganan harta tak bergerak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan terletak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.

  2. Keuntungan dari pemindahtanganan harta gerak yang merupakan bagian kekayaan suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan lain dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan atau dari harta gerak milik suatu tempat tetap yang tersedia bagi penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan di Negara Pihak Lainnya pada Persetujuan untuk maksud melakukan pekerjaan bebas, termasuk keuntungan dari pemindahtanganan bentuk usaha tetap (tersendiri atau dengan seluruh perusahaan) atau dari pemindahtanganan tempat tetap dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu.

  3. Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan dari pemindahtanganan kapal laut atau pesawat udara yang beroperasi dalam jalur lalu lintas internasional dan dari harta gerak yang berkenaan dengan pengoperasian kapal laut atau pesawat udara tersebut, hanya akan dikenakan pajak di Negara Pihak pada Persetujuan dimana perusahaan yang mengoperasikan kapal laut dan pesawat udara tersebut berkedudukan.

  4. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan setiap harta selain dari yang dimaksudkan dalam ayat 1, 2, dan 3 hanya akan dikenakan pajak di Negara Pihak pada Persetujuan dimana yang memindahtangankan berkedudukan.

Pasal 14
PEKERJAAN BEBAS

  1. Penghasilan yang diperoleh penduduk dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan bebas yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan lainnya yang serupa, hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali:

    (a)

    ia mempunyai suatu tempat tetap yang tersedia secara teratur baginya untuk menjalankan kegiatan-kegiatan di Negara Pihak pada Persetujuan; atau

    (b)

    ia berada di Negara lainnya tersebut untuk suatu masa atau masa-masa yang jumlahnya melebihi 91 hari dalam masa 12 bulan. Apabila ia mempunyai tempat tetap atau berada di Negara lain itu untuk masa atau masa-masa seperti tersebut diatas, maka penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tetapi hanya bagian penghasilan yang dianggap berasal dari tempat tetap tersebut atau yang diperoleh dari Negara lain tersebut selama masa atau masa-masa tersebut diatas.

  2. Istilah "jasa-jasa profesional" terutama meliputi kegiatan-kegiatan di bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, kegiatan pendidikan atau pengajaran, demikian juga pekerjaan-pekerjaan bebas oleh para dokter, ahli teknik, ahli hukum, dokter gigi, arsitek dan akuntan.

Pasal 15
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA

  1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 16, 18, 19 dan 20, gaji, upah dan balas jasa lain yang sejenis yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan karena suatu hubungan pekerjaan hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali jika hubungan pekerjaan itu dilakukan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan. Dalam hal demikian, balas jasa yang diperoleh dari Negara lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.

  2. Tanpa menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, balas jasa yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan dari suatu hubungan kerja yang dilaksanakan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama apabila :

    (a)

    penerima imbalan berada di Negara lainnya untuk suatu masa atau masa-masa yang tidak melebihi jumlah 91 hari dalam masa 12 bulan; dan

    (b)

    balas jasa itu dibayarkan oleh, atau atas nama pemberi kerja yang bukan penduduk Negara lain tersebut; dan

    (c)

    balas jasa itu tidak menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap yang dimiliki oleh si pemberi kerja di Negara lainnya.

  3. Tanpa menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dalam Pasal ini, balas jasa yang diperoleh oleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan diatas kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional oleh suatu perusahaan yang berkedudukan di Negara Pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.

Pasal 16
IMBALAN PARA DIREKTUR

  1. Imbalan para Direktur dan pembayaran-pembayaran lain yang serupa yang diperoleh penduduk salah satu Negara Pihak pada Persetujuan dalam kedudukannya sebagai anggota dewan direktur perseroan atau setiap badan lain yang serupa dari perusahaan sesuai undang-undang dalam negeri Negara tersebut, yang berkedudukan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.

  2. Imbalan yang diterima atau diperoleh orang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dari perusahaan dalam hubungan dengan melakukan fungsi sehari-hari sebagai pimpinan atau teknisi dapat dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan pada Pasal 15. (Pekerjaan dalam hubungan kerja).

Pasal 17
SENIMAN DAN OLAHRAGAWAN

  1. Tanpa menyimpang dari ketentuan-ketentuan dari Pasal 14 dan 15, penghasilan yang diperoleh oleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan sebagai entertainer seperti penghibur artis teater, film, radio atau artis televisi atau pemain musik atau sebagai olahragawan dari kegiatan-kegiatan perseorangan yang dilakukan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.

  2. Apabila penghasilan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan perseorangan yang dilakukan oleh seorang penghibur (entertainer) atau olahragawan dalam kapasitasnya tersebut di atas dibayarkan tidak kepada penghibur (entertainer) atau olahragawan melainkan kepada orang dan badan lainnya, maka menyimpang dari ketentuan dalam pasal-pasal 7, 14 dan 15, penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara Pihak pada Persetujuan dimana dilakukan kegiatan-kegiatan dari entertainer atau olahragawan tersebut berlangsung.

  3. Tanpa menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2, penghasilan yang diperoleh dari kegiatan- kegiatan yang disebut dalam ayat 1 yang dilakukan dibawah pengaturan atau persetujuan kebudayaan antara kedua Negara Pihak pada Persetujuan tempat dilakukannya kegiatan itu apabila kunjungan ke Negara tersebut sepenuhnya atau sebagian besar dibiayai oleh salah satu Negara Pihak pada Persetujuan atau kedua-duanya, pemerintah daerah atau lembaga-lembaga kemasyarakatan.

Pasal 18
PENSIUN

Pensiun dan tunjangan hari tua yang berasal dari Negara Pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk dari suatu Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di kedua Negara Pihak pada Persetujuan.

Pasal 19
JABATAN DALAM PEMERINTAH

1. (a)

Imbalan, selain dari pensiun yang dibayarkan oleh suatu Negara Pihak pada Persetujuan, atau pemerintah daerahnya kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikannya kepada negara tersebut atau pemerintah daerahnya hanya dikenakan pajak di Negara itu.

(b)

Namun demikian, imbalan tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, apabila jasa-jasa tersebut dilakukan di Negara lain itu dan orang pribadi tersebut adalah penduduk Negara itu yang :

(i)

merupakan warga negara dari Negara tersebut; atau

(ii)

tidak menjadi penduduk Negara itu semata-mata hanya untuk maksud memberikan jasa-jasa tersebut.

2. (a)

Pensiun yang dibayarkan oleh, atau dari dana-dana yang dibentuk oleh suatu Negara Pihak pada Persetujuan atau pemerintah daerahnya kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara itu atau pemerintah daerahnya hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.

(b)

Namun demikian, pensiun tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan bilamana orang tersebut adalah penduduk dan warga negara dari Negara Pihak lainnya tersebut.

3.

Ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal 15, 16 dan 18 akan berlaku terhadap imbalan dan pensiun berkenaan dengan jasa yang diberikan sehubungan dengan usaha yang dijalankan oleh suatu Negara Pihak pada Persetujuan atau seorang pejabat pemerintah daerah.

Pasal 20
GURU, PENELITI DAN PARA SISWA

  1. Seseorang yang mengunjungi suatu Negara Pihak pada Persetujuan atas undangan Negara itu atau universitas, akademi, sekolah, museum atau lembaga kebudayaan lainnya dari Negara tersebut atau melalui suatu program pertukaran kebudayaan resmi untuk suatu masa tidak lebih dari dua tahun yang semata-mata untuk tujuan mengajar, memberikan kuliah atau melakukan penelitian di lembaga dimaksud dan yang bersangkutan adalah penduduk atau segera sebelum kunjungan itu dia adalah penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, atas pembayaran untuk kegiatan tersebut akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara yang disebut pertama, asalkan pembayaran yang diperolehnya tidak berasal dari Negara itu.

  2. Pembayaran-pembayaran yang diterima oleh siswa atau pemagang yang merupakan penduduk atau segera sebelum mengunjungi suatu Negara Pihak pada Persetujuan merupakan penduduk suatu Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dan berada di Negara yang disebutkan pertama semata-mata untuk mengikuti pendidikan atau latihan, tidak akan dikenakan pajak di Negara yang disebutkan pertama, sepanjang pembayaran-pembayaran tersebut adalah untuk satu tahun tidak melebihi sejumlah tujuh ratus dollar Amerika (US$ 700) atau sejumlah yang ditentukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang kedua Negara Pihak pada Persetujuan.

Pasal 21
PENGHASILAN LAINNYA

  1. Jenis-jenis penghasilan dari seorang penduduk dari Negara Pihak pada Persetujuan, berasal dari manapun, apabila tidak disebutkan secara tegas diatur dalam pasal-pasal terdahulu dalam Persetujuan ini hanya akan dikenakan pajak di Negara tempat berasalnya penghasilan tersebut.

  2. Ketentuan-ketentuan dari ayat 1 tidak dapat diterapkan pada penghasilan, kecuali penghasilan dari barang-tidak bergerak seperti yang ditentukan di Pasal 6 ayat 2, apabila penerima penghasilan seperti itu, merupakan penduduk dari Negara Pihak pada Persetujuan, menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada disana, atau melakukan suatu pekerjaan bebas di Negara lainnya itu melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada disana, dan hak atau milik atas kontrak yang menghasilkan penghasilan mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu. Dalam hal demikian ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14 akan berlaku tergantung pada masalahnya.

  3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2, jenis-jenis penghasilan yang diterima oleh seorang penduduk dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan yang tidak secara tegas disebutkan dalam Pasal-pasal terdahulu dalam Persetujuan ini hanya akan dikenakan pajak di Negara tempat berasalnya penghasilan itu.

Pasal 22
PAJAK ATAS KEKAYAAN

  1. Kekayaan berupa harta tidak bergerak seperti yang tercantum dalam Pasal 6, yang dimiliki oleh penduduk dari Negara Pihak pada Persetujuan dan berada di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lain.

  2. Kekayaan berupa harta bergerak yang merupakan bagian yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan dari suatu bentuk usaha tetap dari suatu perusahaan dari Negara Pihak pada Persetujuan yang berada di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan untuk tujuan pelaksanaan pekerjaan bebas, dapat dikenakan pajak di Negara lain.

  3. Kekayaan yang berupa kapal laut dan pesawat udara yang dioperasikan di jalur lalu lintas internasional oleh seorang penduduk dari Negara Pihak pada Persetujuan dan harta bergerak yang merupakan bagian dari pengoperasian kapal-kapal atau pesawat udara, hanya dikenakan pajak di Negara tersebut.

  4. Semua bagian kekayaan milik penduduk dari Negara Pihak pada Persetujuan akan dikenakan pajak di Negara itu.

Pasal 23
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

Pajak berganda akan dihindarkan sebagai berikut:

1. (a)

Dalam hal Aljazair:
Bila seorang penduduk Aljazair memperoleh penghasilan yang menurut ketentuan Persetujuan ini, dapat dikenakan pajak di Indonesia, Aljazair akan menuruti ketentuan-ketentuan dari hukum perpajakan setempat, untuk memberikan pengurangan terhadap pajak atas penghasilan dari penduduk tersebut, sejumlah pajak penghasilan yang dibayar di Indonesia. Namun pengurangan tersebut tidak akan melebihi bagian yang sebanding dengan bagian penghasilan yang diperoleh di Aljazair dari pajak yang sebelum pengurangan diberikan.

(b)

Dalam hal Indonesia:
Bila seorang penduduk Indonesia memperoleh penghasilan yang menurut ketentuan Persetujuan ini, dapat dikenakan pajak di Aljazair, Indonesia akan menuruti ketentuan-ketentuan dari hukum perpajakan setempat, untuk memberikan pengurangan terhadap pajak atas penghasilan dari penduduk tersebut, sejumlah pajak penghasilan yang dibayar di Indonesia. Namun pengurangan tersebut tidak akan melebihi bagian yang sebanding dengan bagian penghasilan yang diperoleh di Indonesia dari pajak yang sebelum pengurangan diberikan.

2. (a)

Untuk kepentingan pengkreditan pajak di suatu Negara Pihak pada Persetujuan, pajak yang dibayar di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, akan dianggap meliputi pajak yang seharusnya dibayar di Negara Pihak lain tersebut akan tetapi telah dikurangi atau dibebaskan oleh negara yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan mengenai insentif di bidang perpajakan.

(b)

Ketentuan ini akan diterapkan dalam 3 tahun pertama untuk mengetahui apakah Persetujuan ini berjalan baik dan pejabat-pejabat yang berwenang akan saling berunding antara satu dengan yang lainnya untuk menentukan peraturan keringanan-keringanan pajak tertentu dalam rangka penerapan ketentuan ini.

Pasal 24
NON-DISKRIMINASI

  1. Warganegara dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun yang berkaitan dengan pengenaan pajak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan yang berlainan atau lebih memberatkan dari pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban yang dimaksud, yang dapat dikenakan terhadap warganegara dari Negara lainnya dalam keadaan yang sama. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 1, ketentuan ini berlaku juga terhadap orang/badan yang bukan merupakan penduduk di salah satu atau di kedua Negara.

  2. Pengenaan pajak atas bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh suatu perusahaan dari Negara Pihak pada Persetujuan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, tidak akan dilakukan dengan cara yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan pengenaan pajak terhadap perusahaan-perusahaan yang menjalankan kegiatan-kegiatan yang sama di Negara Pihak lainnya. Ketentuan ini tidak akan diartikan sebagai mewajibkan suatu Negara Pihak pada Persetujuan untuk memberikan kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan suatu potongan perseorangan, keringanan-keringanan dan pengurangan-pengurangan untuk kepentingan perpajakan yang merupakan beban status sipil atau tanggung jawab keluarga yang diberikan kepada penduduknya sendiri.

  3. Perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan, dimana seluruh atau sebagian modalnya dimiliki atau dikendalikan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh satu atau lebih penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun yang berhubungan dengan itu di Negara Pihak pada Persetujuan yang disebut pertama yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pengenaan pajak ataupun kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan itu, jika dibandingkan dengan pengenaan pajak terhadap perusahaan lain yang serupa dari Negara Pihak pada Persetujuan yang disebut pertama.

  4. Bunga, royalti dan pengeluaran pembayaran-pembayaran lainnya akan dibayar oleh suatu perusahaan di Negara Pihak dari Persetujuan kepada penduduk Negara Pihak dari Persetujuan lainnya, untuk kepentingan penentuan pajak atas keuntungan dari perusahaan, menjadi berkurang sesuai dengan kondisi-kondisi seolah-olah itu telah dibayarkan kepada penduduk Negara yang disebut pertama. Hal yang sama, setiap hutang dari suatu perusahaan Negara Pihak terhadap penduduk dari Negara Pihak lainnya, untuk kepentingan penentuan pajak atas modal dari perusahaan, menjadi berkurang sesuai dengan kondisi-kondisi yang telah diatur dalam perjanjian terhadap penduduk dari Negara yang disebut pertama.

  5. Dalam Pasal ini istilah "pajak" berarti pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan ini.

Pasal 25
TATACARA PERSETUJUAN BERSAMA

  1. Apabila penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan menganggap bahwa tindakan-tindakan salah satu atau kedua Negara Pihak pada Persetujuan mengakibatkan atau akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini, maka terlepas dari cara-cara penyelesaian yang diatur dalam perundang-undangan nasional dimasing-masing Negara, ia dapat mengajukan masalahnya kepada pejabat yang berwenang di Negara Pihak pada Persetujuan dimana ia menjadi penduduk Negara itu atau, jika masalahnya menyangkut dari ayat 1 Pasal 24, kepada pejabat-pejabat yang berwenang di Negara dimana ia menjadi warga negara. Masalah tersebut harus diajukan dalam waktu dua tahun sejak tanggal diterimanya pemberitahuan mengenai tindakan yang menimbulkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini.

  2. Pejabat yang berwenang akan berusaha, apabila keberatan yang diajukan kepadanya itu beralasan dan apabila ia tidak dapat mencapai suatu penyelesaian yang memuaskan, akan berusaha menyelesaikannya masalah itu melalui persetujuan bersama antara pejabat yang berwenang dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dengan maksud untuk menghindarkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini.

  3. Pejabat yang berwenang dari Negara Pihak pada Persetujuan akan berusaha untuk menyelesaikan setiap kesulitan ataupun keragu-raguan yang timbul dalam penafsiran ataupun pelaksanaan persetujuan. Mereka dapat pula saling berkonsultasi bersama untuk mencegah terjadinya pajak berganda dalam hal tidak diatur dalam Persetujuan ini.

  4. Pejabat yang berwenang dari Negara Pihak pada Persetujuan dapat saling berhubungan secara langsung dengan tujuan untuk mencapai persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat-ayat terdahulu. Pejabat-pejabat yang berwenang, melalui konsultasi akan menetapkan prosedur-prosedur, syarat-syarat, cara-cara dan teknik-teknik yang sesuai untuk merealisir prosedur persetujuan bersama yang diatur dalam Pasal ini.

Pasal 26
PERTUKARAN INFORMASI

  1. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan akan melakukan tukar- menukar informasi yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini atau untuk melaksanakan Undang-undang Nasional negara masing-masing mengenai pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan dan sepanjang pengenaan pajak menurut Undang-undang Negara yang bersangkutan tidak bertentangan dengan Persetujuan ini, khususnya untuk mencegah terjadinya penggelapan atau penyelundupan pajak. Pertukaran informasi tidak dibatasi oleh ketentuan Pasal 1. Setiap informasi yang diterima oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan akan dijaga kerahasiaannya dengan cara yang sama seperti apabila informasi itu diperoleh berdasarkan perundang-undangan nasional Negara tersebut. Bagaimanapun, informasi yang dianggap rahasia itu hanya dapat diungkapkan kepada orang atau badan atau pejabat-pejabat (termasuk pengadilan dan badan-badan administratif) yang berkepentingan dalam penetapan atau penagihan pajak, pelaksanaan undang- undang atau penuntutan, atau dalam memutuskan keberatan berkenaan dengan pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan ini. Orang dan badan serta para pejabat tersebut hanya boleh memberikan informasi itu untuk maksud tersebut diatas, namun demikian dapat juga mengungkapkan informasi itu di dalam pengadilan umum atau dalam pengambilan keputusan pengadilan.

  2. Bagaimanapun juga, ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 sama sekali tidak dapat ditafsirkan sedemilkian rupa sehingga membebankan kepada Negara pihak pada Persetujuan kewajiban untuk:

    (a)

    melaksanakan tindakan-tindakan administratif yang bertentangan dengan perundang- undangan dan praktek administrasi yang berlaku di Negara tersebut ataupun di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan;

    (b)

    memberikan informasi yang tidak mungkin diperoleh berdasarkan perundang-undangan atau dalam praktek administrasi yang lazim di Negara tersebut ataupun di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan;

    (c)

    memberikan informasi yang mengungkapkan setiap rahasia di bidang perdagangan, usaha, industri, perniagaan atau keahlian atau tata cara perdagangan, atau informasi lainnya yang pengungkapannya bertentangan dengan kebijaksanaan umum (ordre public).


    Pasal 27
    PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER

Persetujuan ini tidak akan mempengaruhi hak-hak istimewa di bidang fiskal dari para pejabat diplomatik atau konsuler berdasarkan peraturan umum dalam hukum internasional atau berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu persetujuan khusus.

Pasal 28
KERJASAMA PENARIKAN PAJAK

  1. Negara Pihak pada Persetujuan setuju untuk membantu Negara Pihak pada Persetujuan lainnya dalam hubungannya dengan aturan-aturan yang tepat mengenai hukum-hukum dan peraturan-peraturan setempat dari masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan, dalam hal penarikan pajak merujuk kepada Persetujuan ini maka setiap jumlah yang harus dibayarkan terhadap setiap pajak yang telah ditetapkan, harus sesuai dengan penerapan hukum dari Negara lainnya tersebut.

  2. Bahwa Negara Pihak pada Persetujuan lainnya akan melakukan penarikan pajak-pajak yang telah berlaku di Negara yang telah disebutkan pertama dalam hubungannya dengan hukum-hukum dan peraturan-peraturan setempat masing-masing Negara Pihak bagi penerapan terhadap penarikan pajak-pajak-nya yang telah berlaku.

  3. Kerjasama penarikan pajak-pajak negara yang telah berlaku disetujui oleh Negara Pihak akan mempunyai bobot prioritas yang sama di Negara tersebut.

  4. Pejabat-pejabat berwenang dari Negara Pihak pada Persetujuan bersama-sama berkonsultasi untuk tujuan memberikan hasil dari Pasal ini.

Pasal 29
MULAI BERLAKU

  1. Persetujuan ini akan mulai berlaku pada tanggal terakhir dimana masing-masing Pemerintah saling memberitahu secara tertulis bahwa persyaratan konstitusional formal yang diperlukan di masing- masing Negara telah dipenuhi.

  2. Ketentuan-ketentuan Persetujuan ini akan berlaku:

    a)

    mengenai pajak yang dipotong pada sumber penghasilan, untuk penghasilan yang diperoleh pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya sesudah berlakunya Persetujuan ini;

    b)

    mengenai pajak penghasilan lainnya, tahun pajak dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya sesudah tahun berlakunya Persetujuan ini.


    Pasal 30
    PENGAKHIRAN

Persetujuan ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu Negara Pihak pada Persetujuan. Masing- masing Negara Pihak pada Persetujuan dapat mengakhiri berlakunya Persetujuan ini, melalui saluran-saluran diplomatik, dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis tentang berakhirnya Persetujuan pada atau sebelum hari ke-30 pada bulan Juni setiap tahun takwim berikutnya setelah jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya Persetujuan.

Dalam hal demikian, Persetujuan ini akan berlaku:

(a) mengenai pajak yang dipotong pada sumber penghasilan, untuk penghasilan yang diperoleh pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya setelah pemberitahuan berakhirnya Persetujuan diberikan:
(b) mengenai pajak-pajak penghasilan lainnya, untuk tahun-tahun pajak yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya setelah pemberitahuan berakhirnya Persetujuan diberikan.

SEBAGAI BUKTI, yang bertanda tangan dibawah ini, yang telah diberi kuasa yang sah oleh masing-masing Pemerintahnya, telah menandatangani Protokol ini.

DIBUAT di Jakarta pada 28 April 1995 dalam rangkap dua asli, masing-masing dalam bahasa Indonesia dan Arab, dimana kedua naskah tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama.

UNTUK PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

ALI ALATAS
Menteri Luar Negeri

UNTUK PEMERINTAH
REPUBLIK DEMOKRATIK RAKYAT ALJAZAIR

ttd.

MOHAMED SALAH DEMBRI
Menteri Luar Negeri


PROTOKOL

Pada saat penandatanganan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, telah disetujui hal-hal sebagai berikut:

Telah disetujui, dalam hal Indonesia, ketentuan-ketentuan dari Persetujuan ini mengenai pajak atas kekayaan akan diterapkan hanya apabila pengenaan pajak-pajak tersebut diatur oleh hukum pajak Indonesia.

Ad Pasal 2 ayat (3) (c) (iii) & (iv) :

Disetujui bahwa pengertian "Tax on Professional Activies" and "Tax on Lumpsum Payment", dalam hal Aljazair, adalah pengenaan pajak-pajak atas penghasilan.

Ad Pasal 2 ayat (3) (c) (v):

Disetujui bahwa "Net Wealth Tax", dalam hal Aljazair, adalah pengenaan pajak atas kekayaan.

Ad Pasal 10 ayat (6):

Disetujui bahwa pertambahan pajak hanya di kenakan pada penduduk Aljazair yang mempunyai badan usaha tetap di Indonesia.

Ad Pasal 18 ayat (2):

Pengertian "annuity" berarti suatu pernyataan mengenai sesuatu jumlah yang dapat dibayarkan secara periodik pada waktu yang telah ditentukan selama hidup atau selama tenggang waktu tertentu atau telah ditetapkan melalui suatu kewajiban untuk melakukan pembayaran kembali dalam nilai mata uang yang berlaku atau mempunyai nilai secara penuh dan memadai.

Ad Pasal 2 ayat (3) (a) (vi) :

Disetujui bahwa "royalties" dan pajak atas hasil pada masa yang akan datang, riset, eksploitasi, transport untuk hydrocarbon melalui jalan atau pipa atau dalam bahasa perancisnya "la redevance" et l'impot sur les resultats relatifs aux activites de prospection, de recherche, d'exploitation et de transport par canalisations des hydrocarbures, dalam penerapan Pasal 23, adalah pajak-pajak asli atas penghasilan yang dibayarkan kepada Pemerintah Aljazair.

Ad Pasal 2 ayat (3) (b) :

Mengingat pendapatan Pemerintah Indonesia dari minyak, gas dan sektor-sektor tambang lain telah diatur melalui suatu bentuk baku meliputi pajak penghasilan diatur melalui kontrak bagi-hasil produksi, kontrak kerja dan kontrak-kontrak lain yang sejenis, Persetujuan tersebut tidak akan diterapkan kepada pendapatan jenis ini.

Ad Pasal 8 ayat (1), Pasal 13, Pasal 15 ayat (3) dan Pasal 22 ayat (3):

Sesuai dengan Pasal 8 ayat (1), Pasal 13, Pasal 15 ayat (3) dan Pasal 22 ayat (3), disetujui bahwa Pengertian "penduduk" juga mencakup "the place of effektive management" seperti yang diatur pada Pasal 4.

Ad Pasal 30:

Disetujui bahwa teks dari Persetujuan dibuat dalam bahasa Indonesia dan Arab, Kedua naskah tersebut berkekuatan sama, yang mana draft dalam bahasa Inggris dan Perancis dipergunakan sebagai bahan acuan.

SEBAGAI BUKTI, yang bertanda tangan dibawah ini, yang telah diberi kuasa yang sah oleh masing-masing Pemerintahnya, telah menandatangani Protokol ini.

DIBUAT di Jakarta pada 28 April 1995 dalam rangkap dua asli, masing-masing dalam bahasa Indonesia dan Arab, dimana kedua naskah tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama.

UNTUK PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

ALI ALATAS
Menteri Luar Negeri

UNTUK PEMERINTAH
REPUBLIK DEMOKRATIK RAKYAT ALJAZAIR

ttd.

MOHAMED SALAH DEMBRI
Menteri Luar Negeri

No comments:

Post a Comment