Tuesday, December 22, 2009

P3B antara Indonesia dengan Mesir

PERSETUJUAN ANTARA
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DAN
PEMERINTAH REPUBLIK ARAB MESIR

TENTANG
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK ATAS PENGHASILAN

BAB I
RUANG LINGKUP PERSETUJUAN

Pasal 1
ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN

Persetujuan ini berlaku terhadap orang dan badan yang menjadi penduduk salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan.

Pasal 2
PAJAK-PAJAK YANG DICAKUP DALAM PERSETUJUAN

  1. Persetujuan ini berlaku terhadap pajak-pajak atas penghasilan yang dikenakan oleh setiap Negara pihak pada Persetujuan, bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya tanpa memperhatikan cara pemungutan pajak-pajak tersebut.

  2. Dianggap sebagai pajak-pajak atas penghasilan adalah semua pajak yang dikenakan atas seluruh penghasilan, atau unsur-unsur penghasilan termasuk pajak-pajak atas keuntungan yang diperoleh dan pemindahtanganan harta gerak atau harta tak gerak, pajak-pajak atas upah dan gaji.

  3. Persetujuan ini berlaku bagi pajak-pajak yang ada sekarang, khususnya pajak-pajak yang berlaku sekarang terhadap mana Persetujuan ini berlaku, adalah :

    (a) sepanjang mengenai Republik Indonesia :
    pajak penghasilan yang dikenakan berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 (Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah);
    (selanjutnya disebut sebagai "pajak Indonesia")
    (b) sepanjang mengenai Republik Arab Mesir :
    (i) pajak atas penghasilan yang diterima dari harta tak bergerak (meliputi pajak atas tanah dan pajak atas bangunan),
    (ii) pajak atas penghasilan orang pribadi,
    (iii) pajak atas laba usaha perusahaan,
    (iv) bea untuk pengembangan sumber-sumber keuangan negara,
    (v) pajak-pajak tambahan yang dipungut sebesar suatu prosentase dari pajak yang disebutkan di atas.
    (selanjutnya disebut "pajak Mesir")
  4. Persetujuan ini akan berlaku pula terhadap setiap pajak yang serupa atau pada hakekatnya sama, yang dikenakan setelah tanggal penandatanganan Persetujuan ini sebagai tambahan terhadap, atau sebagai pengganti dari pajak-pajak yang sekarang berlaku. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan saling memberitahukan satu sama lain mengenai setiap perubahan-perubahan penting yang terjadi dalam perundang-undangan masing-masing.

BAB II
PENGERTIAN-PENGERTIAN

Pasal 3
PENGERTIAN UMUM

  1. Kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, yang dimaksud dalam Persetujuan ini dengan :

    (a) (i)

    istilah "Indonesia" meliputi wilayah Republik Indonesia sebagaimana ditentukan dalam undang- undang dan wilayah lautan dimana Republik Indonesia mempunyai kedaulatan atau yuridiksi sehubungan dengan hukum internasional;

    (ii)

    istilah "Mesir" meliputi Republik Arab Mesir dan jika digunakan dalam geografis, istilah "Mesir" meliputi :

    (a)

    wilayah teritorial dan wilayah lautan; dan

    (b)

    dasar laut dan lapisan dibawahnya dalam wilayah lautan yang berbatasan dengan pantai, tetapi di luar laut teritorial yang merupakan hak-hak kedaulatan Mesir, yang menurut perundang-undangannya dan hukum internasional sehubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber alam di area tersebut, tetapi hanya untuk dipergunakan bagi orang, kekayaan atau kegiatan yang menurut Persetujuan ini diterapkan sehubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi tersebut.
    (b)

    istilah "Negara pihak pada Persetujuan" dan "Negara pihak lainnya pada Persetujuan" berarti Indonesia atau Mesir, tergantung dari hubungan kalimatnya;

    (c)

    istilah "orang/badan" meliputi orang pribadi, perseroan dan setiap kumpulan dari orang-orang dan/badan-badan;

    (d)

    istilah "perseroan" berarti setiap badan hukum atau setiap kesatuan hukum yang untuk tujuan pemungutan pajak diperlakukan sebagai suatu badan hukum;

    (e)

    istilah "perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan" dan "perusahaan dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan" masing-masing berarti suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan;

    (f)

    istilah "pajak" berarti pajak Indonesia atau pajak Mesir sesuai hubungan kalimatnya;

    (g)

    istilah "lalu lintas internasional" berarti setiap pengangkutan oleh kapal laut atau pesawat udara yang dilakukan oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, kecuali jika kapal atau pesawat udara itu semata-mata dioperasikan antara tempat-tempat di Negara pihak lainnya pada Persetujuan;

    (h)

    istliah "pejabat yang berwenang" berarti :

    (i)

    dalam hal Indonesia, Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah;

    (ii)

    dalam hal Mesir, Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah;

    (i)

    istilah "warga negara" berarti :

    (i)

    setiap orang pribadi yang memiliki kewarganegaraan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan;

    (ii)

    setiap badan hukum, usaha bersama dan persekutuan yang statusnya mereka memperoleh berdasarkan hukum yang berlaku pada salah satu Negara pihak pada Persetujuan;

  2. Sehubungan dengan penerapan Persetujuan oleh salah satu Negara pihak pada Persetujuan, setiap istilah yang tidak dirumuskan dalam Persetujuan ini mempunyai arti menurut perundang-undangan Negara itu sepanjang mengenai pajak-pajak yang diatur dalam Persetujuan ini, kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain.

Pasal 4
PENDUDUK

  1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan berarti setiap orang dan badan yang menurut perundang-undangan Negara tersebut dapat dikenakan pajak di Negara itu berdasarkan domisilinya, tempat kediamannya, tempat kedudukan dan manajemennya ataupun dasar lainnya yang sifatnya serupa.

  2. Jika seseorang menurut ketentuan-ketentuan pada ayat 1 menjadi penduduk di kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka statusnya akan ditentukan sebagai berikut :

    (a)

    ia akan dianggap sebagai penduduk Negara dimana ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya; apabila ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di kedua Negara, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara dimana terdapat hubungan-hubungan pribadi dan ekonomi yang lebih erat (pusat kepentingan-kepentingan pokok);

    (b)

    jika Negara dimana pusat kepentingan-kepentingan pokoknya tidak dapat ditentukan, atau jika ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di salah satu Negara, maka ia akan dianggap sebagai penduduk Negara dimana ia menurut kebiasaan berdiam;

    (c)

    jika ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam di kedua Negara pihak pada Persetujuan atau sama sekali tidak mempunyainya di salah satu Negara tersebut maka ia akan dianggap sebagai penduduk Negara pihak pada Persetujuan dimana ia menjadi warga negara;

    (d)

    jika ia menjadi warga negara dari kedua Negara atau sama sekali tidak menjadi warga negara dari salah satu negara tersebut, maka pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan persetujuan bersama.

  3. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1, suatu badan mempunyai tempat kedudukan di kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka statusnya akan ditentukan sebagai berikut :

    (a)

    ia akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana ia adalah warganegara.

    (b)

    jika ia bukan warganegara dari dua Negara pihak pada Persetujuan ia dianggap sebagi penduduk Negara dimana tempat manajemen efektifnya berada.

  4. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1 suatu badan selain orang pribadi atau suatu perusahaan menjadi penduduk kedua Negara pihak pada Persetujuan, pejabat-pejabat yangberwenang dari Negara pihak pada Persetujuan akan menyelesaian melalui persetujuan bersama dan menentukan cara penerapan Persetujuan terhadap orang dan badan tersebut.

Pasal 5
BENTUK USAHA TETAP

  1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah bentuk usaha tetap berarti suatu tempat usaha tetap dimana seluruh atau sebagian usaha dari suatu perusahaan dijalankan.

  2. Istilah "bentuk usaha tetap" terutama meliputi :

    (a) suatu tempat kedudukan manajemen;
    (b) suatu cabang;
    (c) suatu kantor;
    (d) suatu pabrik;
    (e) suatu bengkel;
    (f)

    suatu gudang atau tempat penyimpanan barang yang digunakan sebagai tempat penjualan;

    (g) suatu lokasi pertanian atau perkebunan;
    (h)

    suatu lokasi tambang, suatu sumur minyak atau gas, suatu tempat penggalian atau tempat eksplorasi atau eksploitasi sumber daya alam, anjungan untuk pengeboran atau kapal yang dugunakan untuk eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber daya alam.

  3. Istilah "bentuk usaha tetap" juga meliputi :

    (a)

    suatu lokasi pembuatan bangunan atau proyek konstruksi atau kegiatan-kegiatan pengawasan yang berhubungan dengan itu, tetapi hanya jika pembuatan bangunan, proyek atau kegiatan-kegiatan itu berlangsung Negara pihak pada Persetujuan untuk masa lebih dari 6 bulan;

    (b)

    suatu proyek perakitan atau instalasi yang berlangsung untuk masa lebih dari 4 bulan;

    (c)

    pemberian jasa, termasuk jasa konsultan oleh suatu perusahaan melalui karyawannya atau personil lainnya yang ditunjuk oleh perusahaan untuk tujuan itu, tetapi hanya sepanjang kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung (untuk proyek yang sama atau yang ada kaitannya) dalam suatu negara selama masa atau masa-masa yang lebih dari tiga bulan di dalam jangka waktu 12 bulan.

  4. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dari Pasal ini, istilah "bentuk usaha tetap" tidak meliputi :

    (a)

    penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk menyimpan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan;

    (b)

    pemilikan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;

    (c)

    pemilikan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud diolah oleh perusahaan lain;

    (d)

    pemilikan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk pembelian barang-barang atau barang dagangan atau untuk mengumpulkan informasi bagi keperluan perusahaan;

    (e)

    pemilikan suatu tempat tetap semata-mata dengan maksud menjalankan setiap kegitan lainnya yang bersifat persiapan atau penunjang bagi perusahaan;

    (f)

    pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk melakukan gabungan kegiatan-kegiatan seperti disebutkan pada sub-ayat (a) sampai dengan sub-ayat (e), sepanjang hasil penggabungan semua kegiatan-kegiatan tersebut bersifat persiapan atau penunjang.

  5. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 di atas, apabila orang atau badan, kecuali agen yang bertindak bebas sebagaimana berlaku ayat 7, bertindak di Negara pihak pada Persetujuan atas nama perusahaan yang berkedudukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, maka perusahaan tersebut dianggap memiliki bentuk usaha tetap di Negara yang disebutkan pertama atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang atau badan tersebut, jika ia:

    1. mempunyai dan biasa melakukan wewenang untuk berunding dan menutup kontrak-kontrak atas nama perusahaan tersebut, kecuali kegiatan itu hanya terbatas pada apa yang diatur dalam ayat 4, yang meskipun dilakukan melalui suatu tempat usaha tetap, tempat tersebut bukan merupakan bentuk usaha tetap sesuai dengan ketentuan ayat tersebut;

    2. tidak mempunyai wewenang seperti itu, tetapi memproduksi atau memproses di Negara tersebut barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan.

  6. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal ini, suatu perusahaan asuransi dari Negara pihak pada Persetujuan, kecuali yang menyangkut reasuransi, akan dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak lainnya pada Persetujuan apabila perusahaaan tersebut memungut premi di wilayah negara lain tersebut atau mengasuransikan resiko yang terletak di negara itu melalui seorang pegawai atau perwakilan yang bukan merupakan agen yang bertindak bebas seperti dimaksud pada ayat 7.

  7. Suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan dianggap mempunyai suatu bentuk usaha tetap di Negara pihak lainnya pada Persetujuan hanya semata-mata karena perusahaan itu menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui makelar, komisioner umum, atau agen lainnya yang bertindak bebas, sepanjang orang atau badan tersebut bertindak dalam rangka kegiatan usahanya yang lazim. Namun demikian, bilamana kegiatan agen dimaksud seluruhnya atau hampir seluruhnya dilakukan untuk perusahaan itu atau sekutu perusahaannya, maka ia tidak akan dianggap sebagai agen yang bertindak bebas dalam pengertian ayat ini.

  8. Jika suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan menguasai atau dikuasai oleh perseroan yang berkedudukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan ataupun menjalankan usaha di Negara pihak lainnya itu (baik melalui suatu bentuk usaha tetap ataupun dengan suatu cara lain), maka hal itu tidak dengan sendirinya akan berakibat bahwa salah satu dari perseroan itu merupakan bentuk usaha tetap dari yang lainnya.

BAB III
PEMAJAKAN ATAS PENGHASILAN

Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TAK GERAK

  1. Penghasilan yang diperoleh seorang penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari harta tak gerak (termasuk penghasilan yang diperoleh dari lahan pertanian atau kehutanan) yang berada di Negara pihak Iainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.

  2. Istilah "harta tak gerak" mempunyai arti sesuai dengan undang-undang Negara pihak pada Persetujuan dimana harta yang bersangkutan berada. Istilah tersebut meliputi juga benda-benda yang menyertai harta tak gerak, ternak dan peralatan yang dipergunakan daIam usaha pertanian dan kehutanan, hak-hak terhadap mana berlaku ketentuan-ketentuan dalam hukum umum mengenai pemilikan atas lahan, hak memungut hasil atas harta tak gerak serta hak atas pembayaran-pembayaran tetap atau tidak tetap sebagai balas jasa untuk pengerjaan, atau hak untuk mengerjakan kandungan mineral, sumber-sumber dan sumber-sumber kekayaan alam lainnya; kapal laut, perahu dan pesawat udara tidak dianggap sebagai harta tak gerak.

  3. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 berlaku juga terhadap penghasilan yang diperoleh dari penggunaan secara langsung, penyewaan atau dari penggunaan harta tak gerak dalam bentuk apapun.

  4. Ketentuan-ketentuan dalam ayat-ayat 1 dan 3 akan berlaku juga terhadap penghasilan yang diperoleh dari harta tak gerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan dari harta tak gerak yang digunakan dalam menjalankan pekerjaan bebas.

Pasal 7
LABA USAHA

  1. Laba suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali jika perusahaan itu menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap. Apabila perusahaan tersebut menjalankan usahanya sebagaimana dimaksud di atas, maka laba perusahaan itu dapat dikenakan pajak di negara lainnya tetapi hanya atas bagian laba yang berasal dari (a) bentuk usaha tetap tersebut; (b) penjualan yang dilakukan di Negara lainnya atas barang-barang atau barang dagangan yang sama atau serupa jenisnya dengan yang dijual melalui bentuk usaha tetap itu; atau (c) kegiatan-kegiatan usaha lainnya yang dijalankan di Negara lain itu yang sama atau serupa jenisnya dengan yang dilakukan melalui bentuk usaha tetap itu.

  2. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 3, jika suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak pada Persetujuan melalui bentuk usaha tetap yang berada di sana, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap itu oleh masing-masing Negara ialah laba yang diperolehnya seandainya bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan yang terpisah dan bertindak bebas yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa, dalam keadaan yang sama atau serupa dan mengadakan hubungan sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang memiliki bentuk usaha tetap itu.

  3. Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan usaha dari bentuk usaha tetap itu termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-biaya administrasi umum, baik yang dikeluarkan di Negara di mana bentuk usaha tetap itu berada ataupun di tempat lainnya. Namun demikian tidak diperkenankan untuk dikurangkan ialah pembayaran-pembayaran yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya (selain dari penggantian biaya yang benar-benar dikeluarkan) oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya berupa royalti, biaya-biaya atau pembayaran-pembayaran serupa lainnya karena penggunaan paten atau hak-hak lain, atau berupa komisi, untuk jasa-jasa khusus yang dilakukan atau untuk manajemen atau kecuali dalam hal usaha perbankan, berupa bunga atas pinjaman yang diberikan kepada bentuk usaha tetap. Sebaliknya tidak akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap adalah jumlah-jumlah yang dibayarkan oleh bentuk usaha kepada kantor pusatnya atau Kantor-kantor lain milik Kantor Pusatnya (selain dari penggantian biaya yang benar-benar dikeluarkan) oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya berupa royalti, biaya-biaya atau pembayaran-pembayaran lain yang serupa karena penggunaan paten atau hak-hak lainnya atau berupa komisi untuk jasa-jasa khusus yang dilakukan atau untuk manajemen atau, kecuali dalam usaha perbankan, berupa bunga atas pinjaman yang dipinjamkan kepada kantor pusat atau kantor-kantor lainnya.

  4. Suatu bentuk usaha tetap yang semata-mata melakukan pembelian barang-barang atau barang-barang dagangan untuk kepetingan perusahaannya, dianggap tidak memperoleh laba dari kegiatan tersebut.

  5. Sepanjang merupakan kebiasaan diNegara pihak pada Persetujuan untuk menentukan besarnya laba yang dianggap berasal dari bentuk usaha tetap berdasarkan suatu pembagian secara proporsional atas seluruh laba perusahaan terhadap berbagai bagiannya, maka ketentuan ayat 2 tidak akan menghalangi Negara pihakpada Persetujuan untuk menentukan besarnya laba yang akan dikenakan pajak berdasarkan pembagian secara proporsional tersebut seperti lazim digunakan, namun cara pembagian secara proporsional tersebut harus sedemikian rupa sehingga hasilnya akan disesuaikan dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pasal ini.

  6. Demi penerapan ayat-ayat terdahulu, besarnya laba bentuk usaha tetap harus ditentukan dengan cara yang sama dari tahun ke tahun kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan penyimpangan.

  7. Jika dalam jumlah laba termasuk bagian-bagian penghasilan yang diatur secara tersendiri pada Pasal-pasal lain dalam hal Persetujuan ini, maka ketentuan Pasal-pasal tersebut tidak akan terpengaruh oleh ketentuan-ketentuan Pasal ini.

Pasal 8
PERKAPALAN DAN PENGANGKUTAN UDARA

  1. Laba yang diperoleh dari pengoperasian kapal-kapal laut atau pesawat udara di jalur lalu lintas internasional hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana perusahaan tersebut berkedudukan.

  2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 berlaku pula terhadap laba dari penyertaan dalam suatu hubungan perusahaan suatu usaha bersama atau dari suatu perwakilan untuk operasi internasional.

Pasal 9
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA

  1. Apabila :

    (a)

    suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, baik secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam, manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, atau

    (b)

    orang atau badan yang sama baik secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan dan dalam suatu kedua hal itu antara kedua perusahaan dimaksud dalam hubungan dagangnya atau hubungan keuangannya diadakan atau diterapkan syarat-syarat yang menyimpang dari yang lazimnya berlaku antara perusahaan-perusahaan yang sama sekali bebas satu sama lain, maka setiap laba yang seharusnya diterima oleh salah satu perusahaan jika syarat-syarat itu tidak ada, namun tidak diterimanya karena adanya syarat-syarat tersebut, dapat ditambahkan pada laba perusahaan itu dan dikenakan pajak.

  2. Apabila suatu Negara pihak pada Persetujuan melakukan pembetulan atas laba suatu perusahaan di Negara itu - dan dikenakan pajak - dan bagian laba yang dibetulkan itu adalah juga merupakan laba perusahaan yang telah dikenakan pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dan laba tersebut adalah laba yang memang seharusnya diperoleh perusahaan di Negara yang disebut pertama seandainya berdasarkan syarat-syarat yang dibuat antara kedua perusahaan yang sepenuhnya bebas, Negara pihak lainnya pada Persetujuan akan melakukan penyesuaian-penyesuaian atas jumlah laba yang dikenakan pajak dari perusahaan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan tersebut. Dalam melakukan penyesuaian-penyesuaian itu, diharuskan untuk memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam persetujuan ini.

  3. Negara pihak pada Persetujuan tidak akan melakukan pembetulan laba perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, apabila batas waktu yang diberikan oleh undang-undang masing-masing Negara telah dilampaui.

Pasal 10
DIVIDEN

  1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.

  2. Namun demikian dividen itu dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana perseroan yang membayarkan dividen tersebut berkedudukan dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut, akan tetapi apabila dividen adalah pemilik saham yang menikmati dividen itu, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 15 persen dari jumlah bruto dividen. Pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan akan menetapkan cara penerapan dari pembatasan ini melalui persetujuan bersama. Ketentuan-ketentuan dalam ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak atas laba perseroan yang membagikan darimana pembayaran dividen dibayarkan.

  3. Istilah "dividen" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari saham-saham atau hak-hak lainnya yang bukan merupakan surat-surat piutang yang berhak atas pembagian laba maupun penghasilan lainnya dari hak-hak perseroan yang dikenakan perlakuan pajak yang sama sebagai penghasilan dari saham-saham oleh Undang-undang perpajakan Negara di mana perseroan yang membagikan dividen itu berkedudukan.

  4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila pemilik saham yang menikmati dividen, yang merupakan penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, dimana perseroan yang membayarkan dividen itu berkedudukan, melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada disana, atau menjalankan pekerjaan bebas dengan suatu tempat usaha tetap yang berada disana dan pemilikan saham-saham yang menghasilkan dividen itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya berlaku ketentua-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14, tergantung pada masalahnya.

  5. Apabila suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan memperoleh laba atau penghasilan dari Negara pihak pada Persetujuan lainnya, Negara pihak pada Persetujuan lainnya tersebut tidak boleh mengenakan pajak apapun juga atas dividen yang dibayarkan oleh perseroan itu, kecuali apabila dividen itu dibayarkan kepada penduduk di Negara lainnya pada persetujuan atau apabila penguasaan penguasaan saham-saham yang menghasilkan dividen itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap yang berada di Negara lain tersebut, juga tidak boleh mengenakan pajak atas laba yang tidak dibagikan sekalipun dividen-dividen yang dibayarkan atau laba yang tidak dibagikan itu terdiri seluruhnya atau sebagian dari laba atau penghasilan yang berasal dari Negara lain tersebut.

  6. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini, apabila suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujan mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, maka kentungan bentuk usaha tetap tersebut dapat dikenakan pajak tambahan di Negara lainnya itu berdasarkan undang-undangnya, namun pajak tambahan tersebut tidak akan melebihi 15 persen dari jumlah keuntungan setelah dikurangi dengan pajak penghasilan dan pajak-pajak lainnya atas penghasilan yang dikenakan di Negara lain tersebut.

  7. Tarif-tarif pada ayat 2 dan ayat 6 Pasal itu tidak akan mempengaruhi ketentuan yang terdapat dalam setiap kontrak bagi hasil atau kontrak lainnya yang serupa mengenai sektor minyak dan gas bumi, atau sektor pertambangan lainnya yang disetujui oleh Pemerintah Negara pihak pada Persetujuan, badan-badan pemerintahnya, perusahaan minyak dan gas milik negara, atau badan-badan lainnya yang merupakan penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan.

Pasal 11
BUNGA

  1. Bunga yang berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan tersebut.

  2. Namun demikian, bunga tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan tempat bunga itu berasal, dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut, akan tetapi apabila penerima bunga adalah pemberi pinjaman yang menikmati bunga itu, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 15 persen dari jumlah bruto bunga. Pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan akan menetapkan cara pembatasan melalui persetujuan bersama.

  3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 2, bunga yang berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan diterima oleh Pemerintah Negara dari pihak lainnya pada Persetujuan termasuk pemerintah daerahnya, bagian ketatanegaraannya, Bank Sentral atau lembaga keuangan yang dikuasai oleh Pemerintah, yang akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara yang disebut pertama.

  4. Untuk keperluan-keperluan ayat 3, istilah "Bank Sentral" dan "Lembaga Keuangan" yang dikuasai Pemerintah termasuk :

    (i)

    Bank Sental di masing-masing Negara pihak pada Persetujuan;

    (ii)

    Lembaga keuangan lainnya, yang seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah dari masing-masing Negara pihak pada Persetujuan yang telah disetujui dari waktu ke waktu antara pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan.

  5. Istilah "bunga" yang digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari semua jenis tagihan hutang, baik yang dijamin dengan hipotik maupun yang tidak dan baik yang mempunyai hak atas pembagian laba maupun yang tidak dan khususnya penghasilan dari surat-surat perbendaharaan Negara dan surat-surat obligasi atau surat-surat hutang, termasuk premi dan hadiah yang terikat pada surat-surat berharga, obligasi atau surat-surat hutang tersebut, demikian pula semua penghasilan yang dipersamakan dengan penghasilan yang diperoleh dari uang yang dipinjamkan berdasarkan undang-undang perpajakan dari negara-negara dimana penghasilan itu berasal, termasuk bunga atas pembayaran untuk penjualan di muka .

  6. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila pemberi pinjaman yang menikmati bunga tadi, berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dimana tempat bunga itu berasal melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada disana, dan tagihan hutang yang menghasilkan bunga itu mempunyai hubungan yang efektif dengan a) bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut, atau dengan b) kegiatan-kegiatan usaha yang disebutkan sebelumnya pada ayat 1 huruf c dari Pasal 7. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14, tergantung pada masalahnya.

  7. Bunga dianggap berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan apabila yang membayarkan bunga adalah Negara itu sendiri, bagian dari ketatanegaraannya, pemerintah daerahnya atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang atau badan yang membayar bunga itu, tanpa memandang apakah ia penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dimana bunga yang dibayarkan menjadi beban bentuk usaha tetap dan tempat usaha tetap tersebut, maka bunga itu akan dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan di mana bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu berada.

  8. Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga dengan pemilik yang menikmati bunga atau antara keduanya dengan orang atau badan lain dengan memperhatikan besarnya tagihan hutang yang menghasilkan bunga itu, jumlah bunga yang dibayarkan melebihi jumlah yang seharusnya disetujui antara pembayar dan pemilik yang menikmati bunga seandainya hubungan istimewa itu tidak ada, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah yang telah disetujui tersebut. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-masing Negara pihak pada Persetujuan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.

Pasal 12
ROYALTI

  1. Royalti yang berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.

  2. Namun demikian, royalti semacam itu tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana ruyalti itu tersebut berasal, dan sesuai dengan Undang-undang Negara tersebut, tetapi apabila penerimaannya adalah pemilik hak yang menikmati royalti itu, maka pajak yang dikenakan tidak melebihi 15% dari jumlah bruto royalti tersebut. Pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan akan menetapkan cara pembatasan melalui persetujuan bersama.

  3. Istilah "royalti" sebagaimana digunakan dalam pasal ini berarti pembayaran-pembayaran baik secara periodik atau tidak, dan dengan bentuk apapun atau nama, atau nomenklatur yang mencakup imbalan untuk :

    (a)

    penggunaan, atau hak untuk menggunakan, setiap hak cipta, hak paten, pola atau model, rencana rumus atau cara pengolahan yang dirahasiakan, merk dagang ataupun harta kekayaan atau hak lainnya; atau

    (b)

    penggunaan, atau hak untuk menggunakan alat-alat perlengkapan industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan; atau

    (c)

    penyediaan pengetahuan atau tehnik atau industri atau pengetahuan dibidang perdagangan atau informasi; atau

    (d)

    penyediaan bantuan yang merupakan bagian dari atau sebagai tambahan untuk menggunakan suatu harta atau hak sebagaimana disebutkan pada sub paragraf (a), suatu peralatan sebaaimana pada sub paragraph (b) atas suatu pengetahuan atas informasi sebagaimana disebutkan pada sub paragraph c; atau

    (e)

    penggunaan, atau hak untuk menggunakan :

    (i)

    film-film atau gambar hidup, atau

    (ii)

    film-film atau video yang digunakan dalam hubungannya dengan televisi; atau

    (iii)

    pita yang digunakan dalam hubungannya dengan siaran radio; atau

    (f)

    pengalihan sebagian atau seluruhnya atas hak menggunakan, atau penyediaan harta lainnya atau hak lain sebagaimana diatur oleh ayat ini.

  4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila pihak yang memiliki hak menikmati, yang merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan, menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dimana royalti berasal, melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, atau melakukan suatu pekerjaan bebas di Negara lainnya itu melalui suatu tempat usaha tetap yang berada di sana, dan hak atau harta yang menghasilkan royalti itu mempunyai hubungan yang efektif dengan a) bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu atau dengan b) kegiatan-kegiatan usaha yang disebutkan sebelumnya pada ayat 1huruf c dari pasal 7. dalam hal demikian ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14 akan berlaku, tergantung masalahnya.

  5. Royalti dapat dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan, apabila pembayarnya adalah Negara itu sendiri, bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerah atau penduduk dari Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang atau badan yang membayarkan royalti itu, tanpa memandang apakah ia penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan atau bukan, memiliki suatu bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan dimana kewajiban membayar royalti timbul, dan royalti tersebut menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap tersebut, maka royalti itu dianggap berasal dari Negara dimana bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu berada.

  6. Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar dengan pemilik hak yang menikmati atau antara kedua-duanya dengan orang/badan lain, berkenaan dengan penggunaan hak atau keterangan yang mengakibatkan pembayaran itu, jumlah royalti yang dibayarkan itu melebihi jumlah yang seharusnya telah disepakati oleh pembayar dan pemilik hak seandainya tidak ada hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini hanya terhadap jumlah yang disebut terakhir. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-masing Negara pihak pada Persetujuan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam Persetujuan ini.

Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHTANGANAN HARTA

  1. Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pemindahtanganan harta tak gerak, seperti disebutkan dalam Pasal 6 dan terletak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut.

  2. Keuntungan dari pemindahtanganan harta gerak yang merupakan bagian kekayaan suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan atau dari harta gerak yang merupakan bagian dari suatu tempat usaha tetap yang tersedia bagi penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan untuk maksud melakukan pekerjaan bebas, termasuk keuntungan dari pemindahtanganan bentuk usaha tetap itu (tersendiri atau beserta keseluruhan perusahaan), atau tempat usaha tetap, dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut.

  3. Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pemindahtanganan kapal laut atau pesawat udara yang beroperasi di jalur lalu lintas internasional atau harta gerak yang menjadi bagian dari operasi kapal laut atau pesawat udara hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan tersebut.

  4. Keuntungan dari pemindahtanganan saham-saham sutu perusahaan yang hartanya termasuk harta tak gerak yang berada di Negara pihak pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan tersebut.

  5. Keuntungan dari pemindahtanganan saham-saham selain yang dimaksud pada ayat 4 yang menunjukan kepemilikan sebesar 25 persen dari perusahaan yang merupakan penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di negara tersebut.

  6. Keuntungan dari pemindahtanganan harta lainnya, kecuali yang disebut pada ayat-ayat terdahulu, hanya akan dikenakan pajak di Negara dimana penghasilan tersebut berasal.

Pasal 14
PEKERJAAN BEBAS

  1. Penghasilan yang diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan sehubungan dengan jasa-jasa profesional atau pekerjaan bebas lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali dalam keadaan-keadaan yang berikut, dimana penghasilan tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan:

    (a)

    jika dia biasanya memiliki tempat usaha tetap pada negara pihak lain pada persetujuan dalam rangka melakukan aktivitasnya, dalam hal ini, hanya sebanyak penghasilan yang berhubungan dengan tempat usaha tetap tersebut tersebut dapat dikenakan pejak di Negara pihak pada Persetujuan;

    (b)

    jika ia tinggal di Negara pihak lain pada Persetujuan selama periode atau melebihi 90 hari dalam waktu dua belas bulan, dalam hal ini hanya penghasilan yang dihasilkan dari aktivitas yang dilakukan pada Negara pihak pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.

  2. Istilah jasa-jasa profesional terutama meliputi kegiatan-kegiatan di bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, pendidikan atau pengajaran yang dilakukan secara bebas, demikian juga pekerjaan-pekerjaan bebas yang dilakukan oleh ahli tehnik, ahli mesin, ahli hukum, dokter gigi, arsitek dan para akuntan.

Pasal 15
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA

  1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal-pasal 16, 18, dan 19 gaji, upah dan imbalan lainnya yang serupa yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan karena pekerjaan dalam hubungan kerja, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali pekerjaan tersebut dilakukan di Negara Pihak pada Persetujuan. Dalam hal demikian, maka imbalan yang diterima dari pekerjaan dimaksud dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya itu.

  2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, imbalan yang diterima atau diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pekerjaan yang dilakukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama apabila :

    (a)

    Penerima imbalan berada di Negara lainnya dalam suatu masa atau masa-masa yang jumlahnya tidak melebihi 90 hari dalam masa 12 bulan; dan

    (b)

    Imbalan itu dibayarkan oleh atau, atas nama pemberi kerja yang bukan merupakan penduduk Negara pihak lainnya tersebut; dan

    (c)

    Imbalan itu tidak menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap yang dimiliki oleh pemberi kerja itu di Negara pihak lain tersebut.

  3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dalam Pasal ini, imbalan yang diperoleh karena pekerjaan yang dilakukan di atas kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas Internasional oleh perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.

Pasal 16
IMBALAN PARA DIREKTUR DAN IMBALAN MANAJER TINGKAT ATAS

  1. Penghasilan-penghasilan para direktur dan pembayaran-pembayaran serupa lainnya yang diperoleh penduduk Negara pihak pada Persetujuan dalam kedudukannya sebagai anggota dewan direktur suatu perseroan atau setiap organ lain yang serupa dari perusahaan yang berkedudukan di suatu Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut.

  2. Gaji, upah dan balas jasa lainnya yang serupa yang diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dalam keudukannya sebagai seorang manajer tingkat atas dari suatu perusahaan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.

Pasal 17
PENGHASILAN YANG DIPEROLEH PARA SENIMAN DAN ATLIT

  1. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan pasal 14 dan 15, penghasilan yang diperoleh penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan sebagai seniman seperti artis teater, film, radio atau televisi atau pemain musik atau sebagai atlit, dari kegiatan-kegiatan pribadi mereka yang dilakukan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya, dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.

  2. Apabila penghasilan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan pribadi yang dilakukan oleh artis atau atlit tersebut diterima bukan oleh artis atau atlit itu sendiri tetapi oleh orang atau badan lain, menyimpang dari ketentuan-ketentuan pasal 7, 14 dan 15, maka penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana kegiatan-kegiatan seniman atau olahragawan itu dilakukan.

  3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 penghasilan yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang disebut dalam ayat 1 yang dilakukan dibawah pengaturan atau persetujuan kebudayaan antara kedua Negara pihak pada Persetujuan akan dibebaskan dari pajak di Negara pihak pada Persetujuan tempat dilakukannya kegiatan itu apabila kunjungan ke negara tersebut sepenuhnya atau sebagian besar di biayai oleh salah satu Negara pihak pada Persetujuan atau kedua-duanya, pemerintah daerahnya atau lembaga-lembaga kemasyarakatan.

Pasal 18
PENSIUN DAN TUNJANGAN HARI TUA

  1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 2 dari Pasal 19, pensiun dan imbalan sejenis lainnya yang dibayarkan kepada penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan yang bersumber dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa-jasa dalam hubungan kerja di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dimasa lampau dan tunjangan hari tua yang dibayarkan kepada penduduk dari sumber di atas dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya itu.

  2. Istilah tunjangan hari tua berarti suatu jumlah tertentu yang dibayar secara berkala pada waktu tertentu, selama hidup atau selama jangka waktu tertentu atau masa waktu yang dapat ditentukan karena adanya kewajiban untuk melakukan pembayaran-pembayaran sebagai imbalan yang memadai dalam bentuk uang atau yang dapat dinilai dengan uang.

Pasal 19
PEJABAT PEMERINTAH

  1. Imbalan, selain dari pensiun, yang dibayarkan oleh Negara pihak pada Persetujuan atau pemerintah daerahnya atau bagian ketatanegaraannya kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara tersebut atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu;

  2. Namun demikian, imbalan tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan apabila jasa-jasa tersebut diberikan di Negara pihak lainnya itu dan orang tersebut adalah penduduk Negara itu yang :

    (i)

    merupakan warganegara dari Negara itu; atau

    (ii)

    tidak menjadi penduduk Negara itu semata-mata hanya untuk maksud memberikan jasa-jasa tersebut.

  3. Ketentuan-ketentuan dalam pasal 15, 16 dan 18 berlaku terhadap imbalan dan pensiun dari jasa-jasa yang diberikan sehubungan dengan usaha yang dijalankan oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya.

Pasal 20
PEMBAYARAN YANG DITERIMA SISWA DAN PEMAGANG

Seseorang yang merupakan penduduk dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan yang berada di Negara pihak lainnya pada Persetujuan hanya untuk sementara semata-mata :

(a)

sebagai siswa pada universitas, institut, atau sekolah di Negara pihak pada Persetujuan yang disebut terakhir;

(b)

sebagai seorang pengusaha atau pemagang tehnik, atau;

(c)

sebagai penerima hibah, bantuan, atau penghargaan khususnya sehubungan dengan tugas belajar atau penelitian dari sebuah organisasi keagamaan, amal, pengetahuan atau pendidikan, tidak akan dikenakan pajakdi Negara pihak lainnya pada Persetujuan sehubungan dengan pemberian bea siswa.

Hal yang sama diterapkan juga terhadap sejumlah imbalan untuk jas-jasa yang diberikan di Negara lain, dengan ketentuan bahwa jasa-jasa tersebut sehubungan dengan tugas belajar atau pelatihannya atau diperlukan untuk memenuhi kebutuhannya.

Pasal 21
PROFESOR, GURU DAN PENELITI

  1. Penduduk dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan yang, atas undangan dari universitas, lembaga pendidikan, lembaga-lembaga lain untuk keperluan program pendidikan yang lebih tinggi atau peneliti ilmiah di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, mengunjungi negara lain untuk tujuan mengajar, penelitian ilmiah di lembaga dimaksud untuk masa tidak lebih dari dua tahun berturut-turut akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara lain tersebut atas pembayaran untuk kegiatan tersebut, asalkan pembayaran yang diperolehnya berasal dari luar Negara pihak pada Persetujuan itu.

  2. Ketentuan-ketentuan dalamayat 1 tidak berlaku terhadap pembayaran-pembayaran yang diterima sehubungan dengan pekerjaan-pekerjaan penelitian yang tidak digunakan untuk kepentingan umum tetapi untuk keperluan pribadi atau untuk perorangan.

Pasal 22
PENGHASILAN LAINNYA

  1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 2, bagian-bagian penghasilan dari penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan, darimanapun asalnya yang tidak disebut di pasal-pasal terdahulu dalam Persetujuan ini, hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan tersebut.

  2. Namun demikian, jika suatu penghasilan diterima oleh penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, yang bersumber dari Negara pihak lainya pada Persetujuan, penghasilan tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara dimana penghasilan tersebut dihasilkan, dan tergantung kepada perundang-undangan pada Negara tersebut.

BAB IV
METODE PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

Pasal 23
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

  1. Pajak Berganda untuk penduduk Indonesia akan dicegah dengan cara sebagai berikut :
    Apabila seorang penduduk Indonesia memperoleh penghasilan Republik Arab Mesir sesuai dengan ketentuan dalam Persetujuan ini, jumlah pajak yang terutang di Mesir berkenaan dengan penghasilan tersebut, dapat dikreditkan terhadap jpajak di Indonesia yang dikenakan terhadap orang tersebut. Namun jumlah kredit itu tidak boleh melebihi jumah pajak di Indonesia atas penghasilan yang memadai untuk penghasilan tersebut.

  2. Pajak Berganda untuk penduduk Mesir akan dicegah dengan cara sebagai berikut :

    1. Apabila seorang penduduk Mesir memperoleh penghasilan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dlam persetujuan ini, dikenakan pajak di Indonesia, Mesir akan memberikan kredit pajak atas pajak yang dibayar di Indonesia. Namun demikian kredit pajaktersebut tidak boleh melebihi bagian pajak atas penghsilan diperhitungkan sebelum pengurangan diberikan terhadap penghasilan yang dikenakan pajak di Indonesia.

    2. Apabila, sehubungan dengan ketentuan-ketentuan pada Persetujuan ini, penghasilan yang diperoleh penduduk Mesir dibebaskan pajak Mesir, meskipun demikian Mesir dalam menghitung pajak dari penghasilan lainnya yang diterima penduduk tersebut, memperhitungkan jumlah penghasilan yang dibebaskan.

BAB V
KETENTUAN-KETENTUAN KHUSUS

Pasal 24
NON DISKRIMINASI

  1. Warga negara dari suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun sehubungan dengan pengenaan pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban pihak, yang dikenakan atau dapat dikenakan terhadap warganegara dari Negara pihak lainnya dalam keadaan yang sama di Negara pihak lainnya itu.

  2. Pengenaan pajak atas bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, tidak akan dilakukan dengan cara yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan pengenaan pajak atas perusahaan-perusahaan yang menjalankan kegiatan-kegiatan yang sama di Negara Pihak lainnya itu.

3.

(a)

Ketentuan ini tidak dapat ditafsirkan sebagai mewajibkan suatu Negara pihak pada Persetujuan untuk memberikan kepada penduduk dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan suatu potongan pribadi, keringanan-keringanan dan pengurangan-pengurangan untuk kepentingan pengenaan pajak berdasarkan status sipil atau tanggung jawab keluarga seperti yang diberikan kepada penduduknya sendiri.

(b)

Kecuali dimana ketentuan Pasal 9 ayat 1, Pasal 11 ayat 8 atau Pasal 12 ayat 6 berlaku, bunga, royalti dan pembayaran-pembayaran lain yang dibayarkan oleh perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan dalam menentukan laba yang dapat dikenakan pajak atas perusahaan semacam itu akan dapat dikurangkan di bawah kondisi yang sama apabila hal itu dibayarkan kepada penduduk dari Negara yang disebut pertama.

  1. Perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, yang modalnya sebagaian atau seluruhnya dimiliki atau dikuasai baik langsung atau tidak langsung oleh penduduk dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan, tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun yang berkaitan dengan pajak di Negara yang disebut pertama yang berlainan atau lebih memberatkan dari pada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban di maksud yang dikenakan atau dapat dikenakan terhadap perusahaan-perusahaan lainnya yang serupa di Negara yang disebut pertama.

  2. Dalam Pasal ini istilah pajak adalah pajak-pajak yang dicakup dalam persetujuan ini.

Pasal 25
TATA CARA PERSETUJUAN BERSAMA

  1. Apabila seseorang yang merupakan penduduk satu pada persetujuan menilai tindakan pihak yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan mengakibatkan atau akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan perpajakan dalam persetujuan ini, maka dia, terlepas dari cara-cara penyelesaian yang diatur oleh Undang-undang Perpajakan Negara-negara tersebut, maka ia dapat menyerahkan masalahnya kepada pejabat-pejabat yang berwenang Negara pihak pada Persetujuan dimana orang tersebut meruupakan penduduk atau jika masalah timbul karena Pasal 24 ayat 1 ke Negara dalam waktu dua tahun sejak diterimanya pemberitahuan pertama mengenai tindakan yang menimbulkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini.

  2. Pejabat yang berwenang akan berusaha menyelesaikan, apabila keberatan yang diajukan itu beralasan dan apabila ia tidak dapat mencapai suatu penyelesaian yang memuaskan, akan berusaha menyelesaikan masalah itu melalui persetujuan bersama dengan pejabat yang berwenang dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan dengan maksud untuk menghindarkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini.

  3. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan dapat akan berusaha untuk menyelesaikan melalui suatu persetujuan bersama atas setiap kesulitan atau keragu-raguan yang timbul dalam penafsiran atau penerapan Persetujuan ini. Mereka dapat juga berkonsultasi bersama untuk mencegah pengenaan pajak berganda dalam hal tidak di atur dalam Persetujuan ini.

  4. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan dapat berhubungan satu sama lain untuk mencapai kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat-ayat sebelumnya. Pejabat-pejabat yang berwenang, melalui konsultasi akan menetapkan prosedur-prosedur, syarat-syarat, cara-cara dan tehnik-tehik yang sesuai untuk merealisir prosedur persetujuan bersama yang diatur dalam Pasal ini.

  5. Setelah melewati batas waktu yang ditentukan dalam perundang-undangan nasionalnya, dalam hal ini, setelah lima tahun dari akhir periode pajak dimana penghasilan tersebut diperoleh, Negaa pihak pada Persetujuan. Ayat ini tidak akan diterapkan dalam hal penggelapan, kesengajaan tidak memenuhi kewajiban atau kelalaian.

Pasal 26
PERTUKARAN INFORMASI

  1. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan melakukan tukar menukar informasi yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini atau untuk melaksanakan undang-undang nasional masing-masing Negara pihak pada Persetujuan mengenai pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan, sepanjang pengenaan pajak menurut undang-undang Negara yang bersangkutan tidak bertentangan dengan Persetujuan ini, khususnya untuk mencegah terjadinya penggelapan atau penyelundupan pajak. Pertukaran informasi tidak dibatasi oleh ketentuan Pasal 1. Setiap informasi yang diterima oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan akan dijaga kerahasiaannya dengan cara yang sama seperti apabila informasi itu diperoleh berdasarkan perundang-undangan nasional Negara tersebut. Namun demikian, jika informasi yang dianggap rahasia itu hanya dapat diungkapkan kepada orang atau badan atau pejabat-pejabat (termasuk pengadilan dan badan-badan administratif) yang berkepentingan dalam penetapan atau penagihan pajak, pelaksanaan undang-undang atau penuntutan, dan dalam memutuskan keberatan berkenaan dengan pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan ini. Orang atau badan atau para pejabat tersebut hanya boleh memberikan informasi itu untuk maksud tersebut diatas, namun demikian dapat juga mengungkapkan informasi itu dalam pengadilan umum atau dalam pembuatan keputusan-keputusan pengadilan.

  2. Bagaimanapun juga ketentuan-ketentuan ayat (1) sama sekali tidak dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membebankan kepada Negara pihak pada Persetujuan kewajiban untuk :

    (a)

    melaksanakan tindakan-tindakan administratif yang bertentangan dengan perundang-undangan dan praktek administrasi yang berlaku di Negara pihak itu atau di Negara pihak lainnya pada Persetujuan;

    (b)

    memberikan informasi yang tidak mungkin diperoleh berdasarkan perundang-undangan atau dalam praktek administrasi yang lazim di Negara tersebut atau di Negara pihak lainnya pada Persetujuan;

    (c)

    memberikan informasi yang mengungkapkan setiap rahasia apapun dibidang perdagangan, usaha, industri, perniagaan atau keahlian, atau cara perdagangan atau informasi lainnya yang pengungkapannya bertentangan dengan kebijaksanaan umum (ordre public).

Pasal 27
PERATURAN-PERATURAN LAIN

Ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini tidak akan ditafsirkan sebagai membatasi suatu pengecualian, pembebasan, potongan, pengurangan atau kelonggaran yang diberikan sekarang atau dimana yang akan datang :

(a)

oleh perundang-undangan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dalam penentuan pajak yang dikenakan oleh Negara itu;atau

(b)

oleh suatu pengaturan khusus lainnya mengenai perpajakan sehubungan dengan kerjasama ekonomi atau tehnik atara Negara pihak pada Persetujuan.

Pasal 28
PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER

Persetujuan ini tidak akan mempengaruhi hak-hak istimewah dibidang fiskal dari wakil-wakil diplomatik dan pejabat-pejabat konsuler berdasarkan peraturan-peraturan umum hukum internasional atau berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu Persetujuan khusus.

Pasal 29
BANTUAN PENAGIHAN

  1. Masing-masing Negara pihak pada Persetujuan akan berupaya untuk memungut pajak atas nama Negara pihak lain pada Persetujuan, terhadap pajak-pajak yang dikenakan oleh Negara lain tersebut, sehingga memastikan bahwa setiap pembebasan atau pengurangan tarif pajak yang diberikan atas dasar Persetujuan ini oleh Negara pihak lain pada Persetujuan tidak akan dapat dinikmati oleh orang-orang yang tidak berhak atas kemudahan-kemudahan tersebut. Pihak yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan dapat berkonsultasi bersama demi tercapainya tujuan Pasal ini.

  2. Bagaimanapun juga ketentuan-ketentuan Pasal ini sama sekali tidak dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membebankan kepada suatu Negara pihak pada Persetujuan untuk melaksanakan tindakan-tindakan administrasi yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dan praktek administrasi yang berlaku di Negara pihak itu atau di Negara pihak lainnya pada Persetujuan atau yang bertentangan dengan kedaulatan, keamanan atau kebijakan umum pada pihak pada disebutkan pertama.

BAB VI
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP

Pasal 30
BERLAKUNYA PERSETUJUAN

  1. Persetujuan ini akan berlaku pada hari berikutnya setelah tanggal saat masing-masing Pemerintah saling memberitahu secara tertulis bahwa formalitas yang diperlukan di masing-masing Negara telah dipenuhi.

  2. Ketentuan-ketentuan dari Persetujuan ini akan berlaku :

    (a)

    mengenai pajak yang dipotong pada sumber penghasilan, untuk penghasilan yang diperoleh pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya sesudah berlakunya Persetujuan ini;

    (b)

    mengenai pajak lainnya atas penghasilan untuk tahun-tahun pajak yang mulai pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya sesudah tahun berlakunya Persetujuan ini.

Pasal 31
BERAKHIRNYA PERSETUJUAN

Persetujuan ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu Negara pihak pada Persetujuan. Masing-masing Negara pihak pada Persetujuan dapat mengakhiri berlakunya Persetujuan ini, melalui saluran-saluran diplomatik, dengan menyampaikan pemberitahuan tentang berakhirnya Persetujuan pada atau sebelum tanggal 30 Juni setiap tahun kalender berikutnya sejak berlakunya Persetujuan.

Dalam hal demikian, Persetujuan ini akan tidak berlaku :

(a)

mengenai pajak yang dipotong pada sumber penghasilan yang diterima setelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya setelah pemberitahuan berakhirnya Persetujuan diberikan;

(b)

mengenai pajak-pajak lainnya, untuk tahun-tahun pajak yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya setelah pemberitahuan berakhirnya Persetujuan diberikan.

SEBAGAI BUKTI para penandatangan dibawah ini, yang telah diberi kuasa yang sah oleh Pemerintah mereka yang bersangkutan, telah menandatangani Persetujuan ini.

DIBUAT dalam rangkap tiga di CAIRO pada tanggal 13 Mei 1998 dalam bahasa Indonesia, Arab dan Inggris, ketiga naskah tersebut berkekuatan sama, kecuali dalam hal terdapat keragu-raguan yang belaku adalah naskah bahasa Inggris.

Untuk Pemerintah
Republik Indonesia:
ttd.
ALI ALATAS
MENTERI LUAR NEGERI
Untuk Pemerintah
Republik Arab Mesir
ttd.
AMRE MOUSSA
MENTERI LUAR NEGERI

No comments:

Post a Comment